Analisis Anton Charliyan Soal Meningkatnya Aksi Terorisme di Sejumlah Tempat di Indonesia

1 April 2021, 09:57 WIB
Irjen. Pol. (Purn) Dr. Drs. H. Anton Charliyan /DeskJabar/Istimewa/

DESKJABAR - Mantan Kepala Divisi Humas Polri dan Kapolda Sulawesi Selatan serta Kapolda Jawa Barat Irjen. Pol. (Purn) Dr. Drs. H. Anton Charliyan, MPKN menyatakan prihatin dengan terjadinya penembakan terhadap seorang wanita terduga teroris yang teridentifikasi berinisial ZA di Mabes Polri, Rabu 31 Maret 2021 kemarin.

Sepengetahuan Anton, kejadian itu sudah ketiga kalinya dialami Kepolisian RI (Polri). Pertama pemboman gedung Bhayangkari, kedua penyanderaan di Mako Brimob dan yang ketiga (yang terjadi Rabu 31 Maret 2021) penembakan ruang jaga Mabes Polri.

Menurut pria yang semasa masih aktif dikenal ahli di bidang reserse, semua kejadian itu perlu disikapi dengan sangat serius oleh Polri dan seluruh elemen bangsa. Karena dengan terjadinya hal tersebut  menunjukkan satu bukti nyata di depan mata bahwa Mabes Polri saja sudah berani diserang secara terang-terangan.

Baca Juga: Anton Charliyan: Bom Gereja Makasar dan Terbakarnya Pertamina Balongan Indramayu, Tantangan bagi Polri

“Itu artinya mengisyaratkan kelompok mereka sudah berani menantang Polri sampai disatroni ke kandangnya, (itu berarti pula) menantang Polri sebagai aparat Negara untuk  perang secara terbuka”, ujar Anton di Tasikmalaya, Kamis 1 April 2021.

Dia juga menyebutkan, peristiwa itu mengindikasikan bahwa kelompok radikalisme dan terorisme ini sudah masif mengakar dan menyebar ke segala arah dan lapisan, tua muda, laki-laki perempuan.

“Ini terbukti dengan pelaku penembakan (di Mabes Polri kemarin) ternyata seorang wanita yang masih muda baru berumur 26 tahun”, tegasnya.

Dengan adanya sejumlah kejadian itu pula, lulusan Akpol 1984 ini melihat, ada kelemahan dalam standar operasional sistem keamanan markas komando di Mabes Polri. Artinya setingkat Mabes Polri saja, ada orang bawa senjata sampai tidak terdeteksi.

Dan itu, kata Anton, menjadi sebuah pesan, satu pelecehan terhadap marwah harkat dan wibawa Mabes Polri. Ternyata Mabes Polri saja sebagai rajanya Polri, sistem keamananya begitu mudah ditembus dan ditaklukan apalagi di tempat lain.

Lebih lanjut dia mengaku prihatin dengan teknik dan taktik penanganan dalam melumpuhkan penyerang. Padaha; seharusnya, bisa dilumpuhkan dan ditangkap hidup-hidup sehingga bisa dikorek keteranganya, digali dari kelompok mana dan siapa dalang yang menggerakan di balik semua itu.

Dengan tewasnya pelaku yang menurut Anton memang sengaja mengedapankan seorang wanita, itu untuk memberi kesan seolah-olah Polri bertindak tidak profesional dan telah membunuh seorang wanita.

Baca Juga: Mujahid Anti Kekerasan Ar Rahman Ar Rahim Kecam Bom Makasar, Anton Charliyan: Perbuatan Dungu dan Super Konyol

“Hal ini justru yang sangat diharapkan oleh kelompok radikal tersebut untuk mengundang simpati agar masyarakat dunia mencemoohkan Polri”, ujarnya.

Namun, apapun yang terjadi, jelas Anton, dengan adanya peristiwa ini menunjukkan bahwa kelompok radikal sudah ada di titik zona lampu merah. Bukan hanya untuk Polri tapi untuk seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia.

Anton kembali mengingatkan, agar semua membuka mata, telinga dan hati dengan jernih,  bahwa musuh bangsa Indonesia sudah ada di depan mata. Itu harus dilawan bersama. Semua elemen bangsa harus kompak menabuh genderang untuk melawan kelompok radikal dengan super serius.

“Kikis habis sampai ke akar-akarnya sejalan dengan pesan Presiden RI Pak Jokowi beberapa waktu yang lalu. Karena kalau tidak dikikis habis setiap saat pasti akan terus merongrong bangsa dan Negara ini dengan segala cara. Ibarat penyakit sudah jadi penyakit. Bahkan saat ini kelompok radikal itu bukan hanya sebagai penyakit tapi sudah jadi habitus kronis di Indonesia”, tuturnya.

“Khusus ke internal Polri, saya juga mengingatkan agar waspada. Tidak menutup kemungkinan di tubuh Polri pun sudah terpapar gerakan ini. Karena gerakan ini kita amati sudah begitu masif masuk ke segala lini”, katanya lagi.

War ideology

Anton memberikan solusi, salah satu alternatif penanganan masalah ini bukan hanya bersipat operasi lapangan secara phisik saja,  tapi juga harus ada gerakan kepada iIndoktrinasi secara Iedologi. Memerangi dan mengantisipasinya harus dengan “War Ideology”, perang Ideologi secara masif dan terstruktur.

“Saya amati, mereka pun (kelompok radikal) sudah melakukan  indoktrinasi secara masif dan terstruktur ke segala lini, tidak tekecuali (kalangan) mahasiswa, dosen, BUMN, ASN bahkan TNI Polri juga tidak menutup kemungkinan sudah ada yang terpapar. Jika TNI Polri sudah terpapar, pertanda Negara akan mengalami sakit kronis yang panjang”, tegas Anton.

Baca Juga: Anggota DPR RI Terperangah Ada Petani 73 Tahun Kawin 31 Kali, Dedi Mulyadi: Saya Kalah oleh Petani

Soal antisipasi “War Ideology”, Anton mencontohkan Polda Jawa Barat yang pada tahun 2017 mengadakan  Sawala Kebangsaan, semacam pelatihan singkat camping out bond, selama 3 hari namun khusus masalah radikalisme dan intoleransi. Acara ini mengikut sertakan elemen inti kader masyarakat, mulai dari tokoh sentral kelompok LSM, ulama, dai, Kamtibmas, akhli IT, dosen , mahasiswa, budayawan dll.

Dia menegaskan, untuk menangani masalah (radikalisme) ini bukan hanya tanggung jawab Polri semata. Tapi harus menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Polri  tidak bisa bekerja sendiri, mutkak harus dibantu seluruh elemen masyarakat .

Namun sayang (Sawala Kebangsaan) baru tiga kali dilaksanakan  tidak sempat berlanjut. Karena, ungkap Anton –dari informasi yang masuk kepadanya-- pola ini telah membuat gerah dan ketakutan kelompok-kelompok radikal. Mereka melakukan pembusukan menyebar hoax sehingga pola yang dilakukan Polda Jabar ini,  mendapat respon kurang positip baik dari pihak internal maupun dari Mabes Polri sendiri.

“Lalu apakah semua peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini ada keterkaitan satu dengan yang lainya? Mulai dari tertembaknya anggota FPI, sidang HRS, pemboman Makasar. ledakan Pertamina Balongan. dan sekarang penembakan Mabes Polri, tentu menjadi PR (pekerjaan rumah) besar Polri dan PR yang harus kita jawab bersama”, pungkas Anton.***

Editor: Zair Mahesa

Tags

Terkini

Terpopuler