Network
DESKJABAR – Masa orang-orang berduyun-duyun mudik Lebaran 2024 ramai terjadi pada berbagai ruas jalan penghubung di Jawa Barat, pada Minggu, 7 April 2024. Salah satu lintasan yang diminati, khususnya oleh pemotor, adalah Cadas Pangeran Sumedang.
Rute melalui Cadas Pangeran, merupakan lintasan satu-satunya bagi para pemotor dari arah Bandung menuju Sumedang, Majalengka, dan Cirebon, serta kemudian ke Jawa Tengah bagian utara. Sebab, pemudik pakai mobil sudah ada jalan lebih cepat, yaitu jalan tol Cisumdawu sampai Kertajati Majalengka.
Pada musim mudik Lebaran 2024, lintasan Cadas Pangeran cukup banyak dilintasi premotor serta cukup banyak juga pengguna mobil yang lebih menyukai jalur ini. Sambil perjalanan, para pelintas Cadas Pangeran, terutama pemotor dan penumpang mobil, menikmati pemandangan alam indah.
Baca Juga: Percabangan Nagreg Bandung, Jadi Ikon Mudik Lebaran Lintas Selatan Jawa Barat
Kombinasi pemandangan
Pada musim mudik Lebaran 2024 dan arus balik, kemungkinan jalur Cadas Pangeran sudah tdak macet karena kendaraan mobil bisa melalui tol Cisumdawu, dan truk sedang tidak boleh melintas. Dahulu, jalur Cadas Pangeran sering terasa bete, karena tersumbat lambannya laju kendaraan truk besar.
Jika musim arus mudik sampai Lebaran 2024 cuaca tidak hujan besar, jalur Cadas Pangeran biasanya aman dan lancar. Lain halnya jika cuaca sedang musim hujan besar, pada jalur Cadas Pangeran sering terjadi longsor dari bagian atas jalan, sehingga beresiko membahayakan pelintas.
Nah ketika cuaca sedang tidak hujan, disitulah asyiknya para pelintas Cadas Pangeran, terutama yang menggunakan motor baik ke arah Sumedang maupun Tanjungsari. Pada jalan Cadas Pangeran yang sudah dilebarkan dan relatif sedikit kendaraan, bisa menikmati pemandangan eksotis.
Baca Juga: Cadas Pangeran Sumedang Sering Identik Kisah Hantu, Begini Komentar Warga Setempat
Sejarah Cadas Pangeran
Cadas Pangeran merupakan jalan nasional pada lintasan Cijeruk, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Jalan Cadas Pangeran terkenal dengan sejarah pembangunannya ketika zaman kolonial Belanda oleh Gubernur Jenderal HW Daendels menjelang akhir abad ke-19.
