Ridwan Kamil Buka Suara soal Angka Rp1,6 T di Pembangunan Masjid Al Jabbar, RK: Mau Dilaporkan, Silahkan!

- 17 Februari 2023, 20:51 WIB
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (tengah) usai mengahadiri penandatanganan kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta Pemerintah Kota Bekasi terkait rencana pembangunan angkutan umum massal perkotaan koridor Barat - Timur
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (tengah) usai mengahadiri penandatanganan kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta Pemerintah Kota Bekasi terkait rencana pembangunan angkutan umum massal perkotaan koridor Barat - Timur /

DESKJABAR – Sebelumnya Beyond Anti Korupsi mempertanyakan tentang temuan data anggaran keseluruhan pembangunan Masjid Al Jabbar mencapai nilai 1,6 Triliun. 

Angka itu didapat dari hasil investigasi dan temuan di LPSE Jawa Barat. Sementara, berbeda dengan apa yang disampaikan Gubenur Jawa Barat, Ridwan Kamil yang hanya menyebutkan Rp 1 Triliun.

Koordinator Beyond Anti Korupsi Dedi Haryadi mengatakan, ketidaksesuaian angka ini menilai bahwa Gubernur telah membohongi publik dan menimbulkan persepsi bahwa ada praktik korupsi dalam pengelolaan anggaran tersebut.

 Baca Juga: Pegiat Anti Korupsi Rilis Temuan Baru soal Pembebasan Lahan Masjid Al Jabbar, Angkanya Capai Rp430 Miliar

Tanggapan Gubernur soal Angka Rp 1,6 Triliun 

Menanggapi hal ini, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil membuka suara. Ridwan Kamil mengatakan bahwa dirinya tidak pernah mengeluarkan data teknis soal angka keseluruhan pembangunan masjid itu.

“Gini, saya tidak pernah menyatakan teknis, masyarakat yang secara populer menyebut 1 Triliun, jadi saya sampaikan kalimat populernya soal anggaran berapa ya mungkin lebih dari itu 1 T,” ucap Ridwan Kamil di Gedung Sate, Jumat, 17 Februari 2023.

Terkait dengan apa yang disampaikan Beyond Anti Korupsi mulai dari soal ketidaksesuaian masalah angka yang juga disinyalir dengan adanya praktik korupsi, bahkan kolusi dan nepotisme, pria yang akrab disapa RK ini mengatakan itu hak dari pribadi masing-masing menilainya seperti apa.

“Orang melihat Al Jabbar dengan perspektif yang masing-masing,” kata RK.

Ridwan Kamil Tak Keberatan Dilaporkan

Bahkan, kata RK, jika dirinya mau dilaporkan sekalipun tentang dugaan adanya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme RK mengaku tidak keberatan, asalkan data, fakta dan buktinya jelas.

“Mau dilaporkan ada korupsi, silahkan, selama ada buktinya,” jelasnya.

“Jadi jangan membuat persepsi dengan kalimat sendiri tanpa bukti bahwa Al Jabbar terjadi hal hal negatif dari segi anggaran, sok mana buktinya,” tantang RK menanggapi temuan pegiat Anti Korupsi tersebut.

Sebelumnya, Beyond Anti Korupsi akan melaporkan dan membawa kasus ini ke Kejaksaan Agung. 

Beyond Anti Korupsi begitu yakin dengan temuannya karena ini data valid yang salahsatunya didapat dari LPSE Jawa Barat.

Kemudian, RK menyinggung soal kelebihan bayar anggaran Rp 300 miliar itu adalah salah tulis. 

RK mengklarifikasi jika kelebihan anggaran hanya Rp 300 juta saja.

“Dan sebenarnya Rp 300 juta itu sudah dikembalikan,” kata RK memaparkan dengan sendirinya tanpa ditanya tentang Rp 300 juta itu.

Namun, yang sebetulnya dipermasalahkan oleh pegiat anti korupsi bukan masalah kelebihan anggaran yang Rp 300 juta itu, tapi, soal angka yang Rp 1,6 Triliun.

Apakah angkanya mencapai segitu Rp1,6 Triliun?, mulai dari pengerjaan konstruksi hingga berdirinya masjid tersebut, kemudian termasuk anggaran konten dan museum Rasulullah di masjid tersebut senilai Rp 15 miliar.

Kemudian, termasuk ditemukannya soal kelebihan bayar untuk masalah masalah konstruksi pada pembangunan masjid Al Jabbar.

Hal berdasarkan temuan dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Jabar, diungkapkan Dewan Daerah FITRA, Nandang Suherman.

“Kami menemukan kelebihan bayar anggaran pada proyek Masjid Al Jabbar, setidaknya ada dua kasus kelebihan bayar,” kata Nandang dalam keterangannya, Rabu, 15 Februari 2023.

Temuan itu, kata Nandang, berdasarkan laporan dari hasil dari tindak lanjut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kata Nandang, temuan yang pertama, yaitu kelebihan anggaran pada tahun 2017, yakni, sebesar Rp 304 juta pada pembangunan konstruksi masjid.

Kemudian yang kedua, kelebihan bayar terjadi lagi pada tahun anggaran 2020 sebesar Rp354 juta.

Nandang menegaskan kasus kelebihan bayar ini merupakan indikasi kuat adanya praktek korupsi di proses pembangunan Masjid Al Jabbar. 

“Kasus kelebihan bayar yang berulang ini menunjukkan proyek pembangunan Masjid Al Jabbar pengelolaannya sangat tidak baik. Apalagi nilai kelebihan bayarnya mirip-mirip. Seperti ada pola yang sama dalam hal kelalaian yang dilakukan. Ini bisa menjadi indikasi adanya praktek korupsi, beber Nandang.

Kelebihan Bayar Dua Temuan Tidak Disinggung Lebih Jauh

Sayangnya, soal kelebihan bayar anggaran untuk dua temuan ini belum sempat disinggung lebih jauh, pasalnya Ridwan Kamil lebih memilih mengutarakan kekecewaanya dituding macam-macam dalam pengelolaan pembangunan masjid Al Jabbar tersebut.

Masih terkait dengan isu anggaran, kelompok diskusi Beyond Anti Korupsi menemukan fakta total biaya pembangunan Masjid Al Jabbar jauh melebihi nilai yang diungkapkan oleh Gubernur Jawa Barat.

Beyond Anti Korupsi Rilis Temuan Anggaran Pembebasan Lahan

“Setelah mengumpulkan data dari APBD Provinsi Jabar, kami menemukan ada biaya pembebasan tanah yang (nilainya) sekitar Rp. 430 Milyar. Jika ditotal dengan uang pembangunan maka (nilai pembangunan Masjid Al Jabbar) mencapai Rp. 1,6 trilliun,” ungkap Dedi.

Dengan adanya temuan ini Dedi menganggap jika Gubernur Ridwan Kamil telah membohongi publik, karena hanya menyebutkan total pembangunan masjid hanya sebesar Rp 1 Trilliun.

Tidak Percaya Klarifikasi Ridwan Kamil

Lebih lanjut Dedi mempertanyakan kesahihan informasi yang kerap digulirkan oleh Ridwan Kamil di media sosial.

“Kalau dugaan membohongi publik dalam pembangunan Masjid Al Jabbar ini benar, masih kah kita percaya pada cuitannya di Twitter, postingannnya di Instagram dan Facebook? Kami tidak,” tegas Dedi.

Dan Beyond Anti Korupsi memandang jika pengadaan tanah di suatu proyek kerap bersinggungan dengan praktek korupsi yang melibatkan banyak pihak. 

Oleh karena itu BAC akan terus menelusuri berbagai data dan informasi terkait proses pembelian lahan untuk Masjid Al Jabbar.

Dugaan Indikasi KKN

Seperti diberitakan sebelumnya, dari hasil pemantauan sejak awal, Koordinator Beyond Anti Korupsi menilai bahwa proyek pembangunan Masjid Al Jabbar ini sarat dengan dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Pertama dari ketidaksinkronan angka Rp1,6 T disebutkan Rp1 T oleh Ridwan Kamil.

Kemudian, indikasi kedua yaitu soal dugaan kolusi dan nepotisme.

Indikasi ini dapat terlihat dari sisi pemenang tender. 

Diketahui berdasarkan laman LPSE pihak yang memenangkan tender adalah Sembilan Matahari, sebagai CEO and Crative Head Sembilan Matahari Adi Panuntutan.

Sementara, kata Dedi, perusahaan Sembilan Matahari sudah dinyatakan gagal ketika mengikuti tender sebelumnya dengan alasan tidak lulus evaluasi penawaran.

Bahkan Dedi menyebut jika pengurus dari perusahaan ini diduga memiliki hubungan primodial dengan Gubernur Ridwan Kamil.

Dedi pun menjelaskan bahwa CEO dari Sembilan Matahari adalah Ketua Bandung Creative City Forum (BCCF) dimana Ridwan Kamil dulu pernah jadi ketua BCCF.

“Ada hubungan promodial, hubungan dekat ke company dalam kontek pernah sekampus, pernah satu sekolah, se-kampung atau karena hubungan-hubungan yang lain. Dan ini yang disebut dengan kolusi dan nepotisme. Apakah ada feed back (umpan balik) ataukah ada sukses fee dan segala macamnya,” jelasnya.

Dugaan Maraknya Praktik Suap

 

Hasil investigasi juga menemukan maraknya dugaan praktik suap dalam proses pembangunan Masjid Al Jabbar ini, -dalam hal ini pendirian konstruksi bangunan- juga belanja-belanja yang lainnya pun.

Temuan ini juga didapat dari hasil laporan dari timnya dan juga research (penelitian) secara langsung dan juga data dari masyarakat yang menyoroti pembangunan Masjid Al Jabbar itu.

Dan, berdasarkan pengalaman dari kasus-kasus sebelumnya pun juga begitu. Pembangunan seperti ini, kata dia, pasti tidak lepas dari dugaan praktek suap menyuap yang melibatkan perusahaan – perusahaan, pemilik modal atau bohir atau pun pihak terkait lainnya.

“Kemudian, terkait dugaan adanya suap, perusahaan perusahaan yang mendapatkan pekerjaan itu. Ada sukses fee, ada pungutan pungutan yang dilakukan oleh bohir atau pemilik, pekerja. Ini kan dana-dana yang cukup gede ya, jadi tidak mungkin rasa-rasanya mau masuk pekerjaan itu (hanya) 0 persen atau tanpa upaya-upaya untuk masuk (mendapatkan pekerjaan),” papar Dedi ketika itu.***

Editor: Sanny Abraham

Sumber: liputan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah