Di cafe-cafe, baik yang ada di kawasan elit maupun di lorong-lorong di tengah dan pinggiran kota sering di jumpai banyak komunitas, tidak hanya anak-anak milenial tapi juga lintas generasi.
Keberadaan Cafe diharapkan bukan lagi sekedar tempat melepas lelah atau co-working space untuk membuat proposal, tetapi memperbincangkan berbagai gagasan progresif memperbaiki keadaan sekeliling.
Barangkali ini yang membuat Presiden Dilans, Farhan jatuh cinta lagi dengan kota ini. Upaya-upaya untuk menyeragamkan pemikiran atau apapun, entah berbasis agama, ras, ataupun identitas lainnya dalam hematnya pasti akan mentok.
Tradisi keragaman pemikiran sudah berakar lama. Kalaupun tidak terpantau di permukaan, energinya terlihat di akar rumput.
Diakui atau tidak, jejak sejarah kota ini penuh dinamika keberagaman yang terlihat dari banyak tokoh pergerakan kemerdekaan di masa lalu yang mempunyai cara pandang pemikiran yang beragam
Farhan dan rombongan sore hari menyempatkan untuk menelusuri kawasan sekitar Jl. Merdeka dan Jl. Aceh.
”Alhamdulillah, trotoar yang berubah fungsi menjadi kawasan parkir, sekarang terlihat berfungsi kembali seperti seharusnya. Mudah-mudahan untuk seterusnya,” ujar Farhan.
Farhan yang sangat menaruh perhatian agar aksesibilitas di galeri legendaris ini inklusif, Karena Presiden Dilans Indonesia ingin mengajak kawan-kawan, warga penyandang disabilitas untuk menikmati berbagai aktivitas kesenian dan kebudayaan dan juga berbagai karya hebat para seniman Indonesia, khususnya Jawa Barat.