DESKJABAR- Pada era tahun 1970-an di Tasikmalaya jika lebaran tiba, biasanya kita lihat pemandangan para tukang foto keliling diundang ke rumah-rumah
Mereka diundang ke rumah untuk mengambil foto keluarga pada hari istimewa.
Selain ke acara lebaran para tukang foto keliling ini bisa juga diundang untuk acara pernikahan, khitanan dan reunian.
Paket foto keluarga ini biasanya dihitung roll atau bergantung kesepakatan.
Jasa tukang foto keliling ini sangat laku karena pada saat itu belum banyak orang yang memiliki perangkat kamera karena harganya cukup mahal.
Kamera foto pada kurun waktu tersebut masih menggunakan kamera manual dengan media penyimpanan berupa roll film.
Alat untuk mencuci film berada dalam ruang gelap yang didisain khusus.
Pada tahun-tahun itu meski dunia cetak foto didominasi cetak hitam putih namun sudah ada beberapa orang yang sudah menggunakan film berwarna.
Kertas foto yang dipakai saat itu termasuk kuat dari luntur dan kertas yang melintir. Merk kertas foto hitam putih yang bisa tahan selama 100 tahun ini adalah ERA.
Saya ingat betul wajah tukang foto keliling yang suka datang ke rumah. Biasanya kami mengundang mamang foto keliling saat ada acara keluarga atau ulang tahun kakak ataupun adik-adik saya.
Khusus bagi yang ulang tahun balita biasanya difoto dengan gaya khas. Di atas meja. Entah dari mana gaya ini datangnya.
Kita seperti sepakat jika ada yang ulang tahun baik itu ulang tahun ke satu, ke dua hingga lima tahun, selalu difoto terlentang di atas meja.
Jika tidak menggunakan foto keliling ada juga keluarga yang datang ke studio foto yang hasilnya lebih baik dibandingkan hasil para tukang foto keliling.
Beberapa studio foto bermunculan di kota Tasikmalaya, yang mungkin gampang diingat adalah Studio Seni Abadi di kawasan Pasar Mambo (Jln. Pemuda), Studio Foto Cintarasa di Gg Sukarasa, dan Remaja Foto di Jl. Yudanegara.
Jika kita sengaja datang ke studio tak aneh kalau kita melihat pemandangan di dalam studio. Selalu tersedia bunga atau topi untuk properti pemotretan.
Background nya sangat sederhana, dari kain kanvas yang dilukis menyerupai bata, bangunan atau pemandangan.
Orang jaman dulu sebetulnya lebih beruntung dibandingkan dengan orang sekarang.
Hasil foto orang jaman dulu meski tidak banyak namun selalu dicetak (ada fisiknya).
Orang jaman sekarang meski hampir tiap orang memiliki kamera (di dalam handphone) tapi jarang dari mereka mencetak foto.
Orang jaman sekarang lebih senang menyimpan fotonya di media sosial ketimbang mencetaknya.
Saya masih suka mencetak foto hingga tahun 2000an seiring dengan mulai berguguran nya foto studio di mana-mana karena teknologi kamera Instan alias foto langsung jadi (sekira tahun 1980 an) menggantikan kehadiran teknologi kamera manual.
Di era modern seperti sekarang ini jika kita butuh foto diri atau pasfoto bisa didapatkan secara instant.
Mintalah orang mengambil foto kita. Bawa ke toko buku atau toko yang bisa mencetak foto dengan menggunakan kertas foto yang dengan mudah dibeli di toko buku.
Namun hasilnya masih jauh tertinggal dengan hasil cetak menggunakan mesin besar. Selain karena menggunakan tinta printer, kertas yang dipergunakan pun sangat tipis dan mudah melintir.
Bersambung. ***