Pertama, ada pemeriksan saksi sampai belasan kali kepada penyidik.
Dalam pemeriksan berkali-kali itu bisa saja ada saksi yang saling tuduh dan memberikan keterangan yang berubah-ubah.
Kedua, penyidik kepolisian menjadi tidak percaya 100 persen harus melakukan cross check dengan berbagai alat bukti.
Semakin banyak keterangan yang berubah, semakin banyak juga hal yang harus di-cross check oleh penyidik.
"Di media massa saja diralat, apa kabar dengan di BAP. Pasti tim penyidik pusing tiba-tiba BAP berubah, dan makan waktu panjang untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang framing," ungkap Anjas.
Ketiga, Anjas mengatakan, dia bukan ahli forensik, namun punya perencanaan yang baik. Ini jelas-jelas pembunuhan berencana.
Keempat, ada dugaan juga, mengapa tim penyidik kesulitan melakukan cross check jejak HP korban.
Ada kemungkinan pelaku eksekusi korban pada tanggal 18 Agustus 2021, tidak membawa HP.***