Pertama, ada pemeriksan saksi sampai belasan kali. Dalam pemeriksan berkali-kali itu bisa saja ada saksi yang saling tuduh dan memberikan keterangan yang berubah-ubah.
"Misalnya begini, ada saksi A yang melapor dan ditulis dalam BAP pertama menuduh ada A, B, C, yang datang malam itu. Tapi kemudian BAP tersebut dianulir dengan mengatakan, oh saya salah ngomong. Sebetulnya, kesalahan ngomong ini saja sudah memberikan kecurigaan luar biasa," tuturnya.
Adanya keterangan saksi yang berubah-ubah itulah, kata Anjas melanjutkan, yang membuat pemeriksaan kasus pembunuhan Subang menjadi lama.
Penyidik yang tidak percaya 100 persen harus melakukan cross check dengan berbagai alat bukti. Semakin banyak keterangan yang berubah, semakin banyak juga hal yang harus di-cross check.
"Itu baru dari satu saksi dan satu hal saja. Ini salah satu alasan juga mengapa akhirnya kasus diambil alih Polda Jabar, dengan SDM yang jauh lebih banyak," kata Anjas.
Kedua, ada keterangan saksi yang tidak masuk akal atau ada dugaan kebohongan. Ada beberapa saksi yang saat berbicara di media masa kemudian diralat.
"Di media massa saja diralat, apa kabar dengan di BAP. Pasti tim penyidik pusing tiba-tiba BAP berubah, dan makan waktu panjang untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang framing," ucap Anjas.
Ketiga, tidak menutup kemungkinan tersangka -dalam hal ini dalangnya- cukup punya pengetahuan cara menghilangkan jejak di jasad, jejak digital, dan CCTV.
"Dia bukan ahli forensik, namun punya perencanaan yang baik. Ini jelas-jelas pembunuhan berencana," ujar Anjas.