Sidang RTH Kota Bandung, Dadang Suganda Ungkap Ada Upaya Diperas Oknum Penyidik KPK, Bukti Rekaman Diputar

- 29 April 2021, 21:10 WIB
Terdakwa Korupsi RTH Kota Bandung Dadang Suganda blak-blakan di depan majelis hakim bahwa dirinya akan diperas oleh oknum penyidik KPK
Terdakwa Korupsi RTH Kota Bandung Dadang Suganda blak-blakan di depan majelis hakim bahwa dirinya akan diperas oleh oknum penyidik KPK /yedi supriadi

 

DESKJABAR- Naiknya status Dadang Suganda menjadi tersangka karena penyidik gagal mengkondusikan keinginan (hasrat) atau niat tidak baiknya sehingga Dadang Suganda menjadi tersangka.

Dari itulah Dadang Suganda bisa dikatakan menjadi korban dari kesewenang-wenangan dan dugaan rekayasa penyidik KPK.

Demikian hal tersebut terungkap dalam sidang kasus korupsi RTH Kota Bandung yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis 29 April 2021.

Dalam sidang tersebut Dadang Suganda buka bukaan tentang adanya oknum penyidik KPK yang berupaya memeras dirinya.

Bahkan Dadang Suganda dalam sidang tersebut memutar percakapan penyidik yang berupaya memeras saat dirinya belum ditetapkan tersangka.

Baca Juga: Kominfo Terima 3.254 Aduan Informasi Hoaks, 2.800 Aduan Dilakukan Pemblokiran

Saat itu, Dadang meluapkan unek-uneknya karena dianggap membebani dirinya.

Dadang Suganda menjelaskan bahwa dirinya saat diperiksa menjadi saksi di Pam Obvit Polda Jabar disitu ada permintaan uang dari penyidik KPK namun tidak disebutkan berapa nominalnya.

"Katanya anggap aja uang buang sial," ujar Dadang di muka persidangan. Efran Helmi Juni pengacara Dadang lantas menanyakan berapa uang yang diminta.

"Jumlah uangnya tidak, tapi saya katakan saya tidak ada uang banyak, kalau Rp 1 miliar - Rp 2 miliar mah ada. Tapi tidak diberi. Saat itu peristiwanya saat saya masih saksi, belum jadi tersangka. Nah setelah peristiwa itu, saya ditetapkan tersangka," ucap dia.

Hingga akhirnya, Dadang mengaku tidak menyerahkan uang tersebut.

"Kalau saya beri uangnya, saya seperti orang yang bersalah dalam kasus ini. Padahal saya ini pengusaha yang beli tanah sesuai prosedur, banyak orang yang sesuai profesi saya beli tanah untuk RTH, mekanisme pencairannya sama tapi kok tidak jadi tersangka," ucapnya.

Baca Juga: Video Viral Seorang Ibu-Ibu Diduga Memaksa Anak Kecil Untuk Mengemis

Ia menambahkan pernyataannya ini tidak bermaksud untuk menyudutkan KPK atau tim jaksa penuntut umum.

"Saya percaya dengan integritas penegak hukum di KPK, tapi saya di dalam (KPK) ada oknum," ucapnya.

Selain itu, Dadang juga meminta memutarkan rekaman suara antara dirinya dengan seorang penyidik berinisial E yang dia rekam.

Dalam rekaman itu, penyidik tersebut meminta bertemu dan meyakinkan dengan cara menunjukan anatomi kasus RTH yang membelitnya.

"Saya tidak tahu apakah dia oknum penyidik atau di luar KPK. Tapi mereka punya anatomi kasusnya. Tapi yang pasti saya korban kesewenang-wenangan penyidik. Rekaman ini bukan sebagai bukti, tapi sebagai referensi dari unek-unek saya," ucap Dadang.

Baca Juga: Erick Thohir Berencana Membeli Peternakan Sapi di Belgia, Ini Alasannya

Jaksa KPK, Chaerudin menanggapi kesaksian Dadang Suganda.

"Saudara harus memastikan apakah itu benar penyidik atau bukan karena banyak contoh kasus seperti itu," ucap Chaerudin.

Jaksa juga keberatan soal Dadang yang menyertakan bukti yang diperdengarkan di persidangan.

"Kami juga keberatan saudara menyertakan bukti di persidangan yang buktinya di luar dari pokok dakwaan," ucap Chaerudin.

Ketua Majelis Hakim T Benny Eko Supriyadi menengahi keberatan jaksa atas kesaksian Dadang Suganda soal bukti rekaman.

"Tadi saudara terdakwa sudah menyebut bahwa rekaman suara yang dihadirkan bukan sebagai bukti tapi sebagai referensi dan unek-unek," ucapnya.

Baca Juga: Selama Ramadhan 2021, Ini Kegiatan yang Dilakukan Masyarakat Baduy Mualaf

Penasehat hukum Dadang Suganda saat memutar percakapan seorang oknum penyidik yang diduga berupaya memeras Dadang Suganda. Rekaman tersebut diputar dalam sidang didepan majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung Kamis 29 April 2021
Penasehat hukum Dadang Suganda saat memutar percakapan seorang oknum penyidik yang diduga berupaya memeras Dadang Suganda. Rekaman tersebut diputar dalam sidang didepan majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung Kamis 29 April 2021

Tak ada kerugian negara
Sementara itu dalam sidang sebelumnya, Mantan Hakim Agung Prof Dr Atja Sandjaja SH MH, menilai tidak ada kerugian negara pada kasus dugaan korupsi proyek Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung yang menjerat pengusaha Dadang Suganda.

"Apa yang dilakukan terdakwa tidak salah dan seharusnya dia bisa dibebaskan dari segala dakwaan jaksa," ujar mantan Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung RI tersebut.

Di persidangan, Atja Sandjaja dengan tegas menjawab berbagai pertanyaan dari pengacara terdakwa, jaksa KPK, hakim ketua Benny Eko Supriyadi, dan juga terdakwa Dadang Suganda.

Bahkan dalam menjawab pertanyaan Dadang Suganda, dia dengan tegas menyebutkan bahwa tidak ada kerugian negara dalam kasus yang menjerat mantan Ketua DPW Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jawa Barat 2005-2020 tersebut.

Baca Juga: Raisa Ternyata Suka Sekali Buah dan Sayur Ini sebagai Bagian dari Gaya Hidup Sehatnya

"Saya beli tanah dari masyarakat, sudah dibayar lunas, sudah diberikan kwitansi dan sudah PPJB. Fisiknya sudah dikuasai oleh saya, apakah sudah sah jual beli tersebut?," tanya Dadang Suganda.

Menjawab itu, Atja menjelaskan bahwa jual beli tersebut sudah sah. Alasannya, karena sudah ada kesepakatan antara penjual dan pembeli.

"Itu sah, uang sudah diberikan dan tanah sudah diserahkan," tegas mantan Ketua PN Bandung tersebut.

Mendengar itu Dadang Suganda pun melanjutkan pertanyaannya. "Pemerintah Kota Bandung butuh tanah, lalu tanah tersebut dijual dengan harga lebih mahal dari pembelian apakah itu dibolehkan?," ujarnya.

Dijawab Atja, siapapun pembelinya kalau memang sudah sepakat dan ada itikad baik berapapun harganya, jual beli tanah itu sah dan tidak ada yang dirugikan.

"Kalau salah satu pihak merasa dirugikan ya kembalikan saja, uang kembali tanah kembali, tapi kalau sekarang secara fisik tanahnya dikuasai pemerintah berarti pemerintah tidak merasa dirugikan,' ucap dia.

"Berarti anda tidak salah, jadi kalau dalam perkara ini tidak salah, seharusnya anda dibebaskan oleh hakim," tambah Atja.

Secara umum, Atja Sandjaja menjawab pertanyaan dari tim penasihat hukum Dadang Suganda. Intinya, dia menyebut bahwa jual beli tanah itu mengikuti aturan hukum adat, tentu saja gol nya berdasarkan kesepatan kedua belah pihak.

Kalau kedua belah pihak setuju dengan harga dan luas tanah yang dibelinya, kata Atja, maka jual beli tersebut sah.

"Kalau pembelinya pemerintah itu disebutnya pelepasan tanah atau pembebasan tanah tapi pada prinsipnya sama berdasarkan kesepakatan, makanya dalam pembebasan tanah milik pemerintah itu selalu diawali musyawarah antara pemilik dan beberapa pejabat terkait," ujarnya.

Menjawab pertanyaan jaksa KPK soal tanah yang secara administrasi belum pindah kepemilikan, Atja Sondjaja menjelaskan tidak ada masalah karena itu hanya administrasi saja, bukan sah tidaknya jual beli.

"Jual beli adalah penyerahan barang untuk selama lamanya, kalau belum lunas berarti utang tapi jual belinya sah, apalagi lunas," ucap dia.

Atja Sondjaja juga menyatakan jual beli selama ada itikad baik semua harus dilindungi termasuk pemerintah.
Lalu dia juga membahas bahwa segala perbuatan hukum perdata boleh diwakilkan, yang tidak boleh itu pidana.

Sebenarnya, kata Atja, dalam kasus ini soal duit negara jangan diributkan karena tanahnya juga sudah dimiliki pemerintah.

"Pelepasan atau pembebasan tanah sepanjang memenuhi syarat dan sepanjang tanah sudah diserahkan berarti sah jual belinya. Jadi jangan diributkan soal ada kerugian negara karana jual belinya juga sudah sah, kecuali kalau di mark up, itu bisa jadi peristiwa pidana," ucapnya.

Sementara itu, kuasa hukum Anwar Jamaluddin juga bertanya yang mengilustrasikan ada seseorang beli tanah dari orang lain, dibeli dengan harga Rp 100 ribu, terus orang itu melepaskan haknya kepada pemerintah dengan harga Rp 300 ribu.

"Apakah boleh menaikan harga seperti itu?," tanya Anwar.

"Kenapa engak boleh, harga berapapun asal kesepakatan si penjual dan si pembeli sah jual belinya dan itu bukan mark up. Kecuali menaikkan setelah kesepakatan harga atau barang atau tanah yang dijual menjadi tidak sesuai dengan kesepakatan," jawab Atja.

Menanggapi itu, penasihat hukum Efran Helmi Juni, menyatakan bahwa keterangan ahli Atja Sandjaja sangat penting agar kasus yang menjerat kliennya terang benderang.

"Bahwa jika dilihat secara konstruksi orang yang memiliki tanah, melakukan jual beli tanah, jual belinya bebas mau swasta boleh dengan pemerintah daerah atau pusat boleh. Syaratnya pemilik atau bukan? Kalau bisa dibuktikan kepemilikannya, yah itu sah," ujarnya, usai sidang.

Menurut Efran, pada sidang pemeriksaan terdakwa pekan mendatang, pihaknya akan membuktikan semua bahwa kliennya tersebut merupakan pemilik tanah yang sah.

"Clear dari penjelasan ahli Atja Sandjaja tadi, jelas ini peristiwanya adalah peristiwa hukum perdata bukan pidana," tegas Efran.

Dia berharap keterangan ahli Atja Sandjaja dan Chairul Huda di persidangan, membuat konstruksi masalah terang benderang.

"Besar harapan saya, dengan dua ahli ini perkara jadi terang benderang. Benar peristiwanya ada tapi peristiwa perbuatan hukum perdata. Akibatnya, beliau harus bebas dari segala tuntutan hukum," pungkas Efran.***

 

Editor: Yedi Supriadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah