WASPADA Modus Dibalik Pailit Perusahaan, Kasusnya Melonjak Tajam Sejak Pandemi Corona

- 2 Maret 2021, 16:14 WIB
Praktisi hukum dari Law Office MBH & Partner M Basuki Herlambang menyatakan Perkara Pailit Melonjak Tajam Dimasa Pandemi, Kreditur Dituntut Lebih Hati-Hati.
Praktisi hukum dari Law Office MBH & Partner M Basuki Herlambang menyatakan Perkara Pailit Melonjak Tajam Dimasa Pandemi, Kreditur Dituntut Lebih Hati-Hati. /yedi supriadi

DESKJABAR- Anjloknya ekonomi di masa pandemi corona berdampak pada maraknya kasus kepailitan. Kondisi ini perlu diwaspadai para konsumen sebagai kreditur. Hati-hati dan waspada modus dibalik pailit perusahaan.

Memang sejak pandemi coroan, pemohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan kepailitan, terutama di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Pusat) meningkat tajam pada tahun 2020.

Sejak Januari 2020, permohonan PKPU dan pailit melonjak yakni mencapai angka 318 permohonan, dengan mayoritas 278 perkara PKPU dan sisanya pailit. Namun meski begitu waspada karena modus dibalik pailit perusahaan bisa saja terjadi.

Baca Juga: HOAX : Bantuan Rp3.550.000 dari Pemerintah dengan Syaratnya KTP

Lebih jauh ditahun yang sama jumlah permohonan PKPU diseluruh Indonesia mencapai 400. Dibanding dengan tahun lalu di PN Pusat,perkara PKPU dan Kepailitan per September tahun 2019 berada di angka 257, atau selisih 131 perkara dari tahun 2020.

Dikutip dari Hukum Online.Com, maraknya perkara kepailitan memantik para oknum yang diduga sengaja memanfaatkan situasi sulit ini guna meraup keuntungan pribadi.

Salah satu Praktisi hukum dari Law Office MBH & Partner M Basuki Herlambang, menilai hal ini harus disikapi oleh masyarakat luas.

Baca Juga: PEMEGANG POLIS Laporkan Asuransi Bumiputera Jabar ke Polda Terkait Penggelapan Uang Hingga Rp400 Miliar

"Harus hati-hati kalau tidak ditelaah dengan cermat kreditur maupun debitur bisa jadi pihak yang merugi, " ujar praktisi hukum dari Law Office MBH & Partner M Basuki Herlambang, Bandung, Selasa 2 Maret 2021.

Disebutkan Herlambang masalah muncul lantaran para oknum diduga berlindung dibalik Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang mengatur mekanisme penyelesaian kewajiban antara kreditur dan debitur.

"Contoh banyak kreditur bukan preferen, tidak mendapat informasi secara gamblang dari oknum tertentu. Tapi mereka didorong untuk memohon kepailitan, misal kepada perusahaan properti yang saat ini sedang rawan dipailitkan," tuturnya.

Baca Juga: KOTA BANDUNG Bertambah 3000 Orang Warga Miskin nya: Simak Penjelasannya Dibawah ini

Informasi yang tidak benar akibatnya berpotensi merugikan kreditur karena tidak mengetahui perusahaan yang dipailitkan kaitannya dengan utang piutang, pajak atau soal kepemilikan aset perusahaan.

Potret tersebut membuat potensi kembalinya uang kreditur kecil. Alih-alih uang kembali, hal tersebut malah bisa merugikan kreditur.

Ini jelas sangat merugikan kreditur yang bukan kreditur preferen karena
pengembalian pada posisi tahap terakhir itupun tidak serta merta uangnya kembali karena berdasarkan pengaturan kurator.

"Belum lagi kalau aset yang dipailitkan nilainya lebih kecil dari nilai yang harus dibauarkan kepada pihak Kreditur. Kalaubsudah begitu kreditur yang tidak puas memiliki beban karena harus menempuh upaya hukum lagi," paparnya.

Baca Juga: Presiden Joko Widodo Cabut Perpres Insvestasi Industri Miras di Indonesia

Modus lain yang digunakan sambung Herlambang adanya pihak-pihak yang diduga ikut bermain untuk mendapatkan aset murah dari perusahaan yang dipailitkan.

" Ada para distressed investors yang biasanya membidik perusahaan yang mengalami masalah keuangan sasaranya biar dapat aset dengan harga yang murah," imbuhnya

Untuk menghidari kerugian Herlambang menyarankan kreditur yang terkait dengan proses kepailitan untuk teliti dan aktif mencari informasi.

" Intinya kreditur harus jeli. Biar didampingi pengacara sekalipun tidak ada salahnya kreditur mengupdate berbagai informasi soal kepailitan," katanya.***

Editor: Yedi Supriadi

Sumber: Berbagai Sumber hukum online


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah