SEJARAH Sungai Citarum, Artefak dan Saksi Bisu Terbentuknya Danau Bandung, Pernah Ditemukan Fosil Hewan Purba

13 Januari 2023, 07:05 WIB
Situ Cisanti Kabupaten Bandung, hulu Sungai Citarum. Sejarah Sungai Citarum membuktikan sungai ini punya peran strategis sejak dulu /citarum.org/

DESKJABAR – Sungai Citarum merupakan sungai terbesar dan terpanjang di wilayah Jawa Barat yang membentang sepanjang 297 kilometer dari Gunung Wayang di wilayah Kabupaten Bandung hingga bermuara di Laut Jawa.

Sungai ini tidak hanya memberikan peran penting bagi masyarakat Jawa Barat seperti mengairi persawahan, perikanan, industri, dan listrik untuk suplay Jawa dan Bali, serta sumber air minum warga Jabar dan DKI Jakarta, tetapi juga sebuah sejarah.

Sejarah Sungai Citarum juga telah memperlihatkan bahwa sungai ini punya peran penting sejak zaman kerajaan Sunda kuno Tarumanagara.

Baca Juga: DUA Tahun Jelang Perpres Berakhir, Apa Kabar Sungai Citarum yang Pernah Digelari Sungai Terkotor di Dunia?

Sungai Citarum merupakan sebuah artefak dan saksi bisu terbentuknya Danau Bandung purba. Di sekitar aliran sungai ini pernah ditemukan sejumlah fosil binatang purba, yang membuktikan bahwa di sekitar Danau Bandung Purba ada aktifitas manusia dan hewan.

<H2>Profil Sungai Citarum</H2>

Sungai Citarum membentang melewati 13 kota/kabupaten di Jawa Barat yang memberikan banyak peran dan manfaat bagi pendudukan di dekat aliran sungai. Sungai ini menjadi urat nadi jutaan warga di sekitarnya.

Air yang mengalir sepanjang aliran sungai telah mengairi pesawahan seluas 361.380 hektare (data Bappenas), atau 37 persen dari luas lahan pesawahan di Jawa Barat.

Sungai Citarum juga menjadi sumber untuk kegiatan 2.347 industri yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.

Di aliran sungai ini terdapat 3 bendungan PLTA yakni Saguling, Cirata, dan Jatiluhur, yang masing-masing menghasilkan kapasitas listrik yang cukup besar untuk memasok kebutuhan listrik Jawa Bali.

Saguling yang berada di Kabupaten Bandung Barat menghasilkan 1.400 MW, Waduk Cirata di perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Cianjur menghasilkan 1.008 MW, dan Jatiluhur di Purwakarta menghasilkan 187,5 MW.

Peran strategi sungai ini sangat penting bagi kegiatan ekonomi dan kebutuhan manusia karena ketersediaan air Citarum berdasarkan Peta Cekungan Air Tanah diperkirakan sebesar 5.055 juta m3 per tahun.

Baca Juga: Ancaman Anomali Iklim 2023, Pertanian Padi Jawa Barat Siagakan Alsintan untuk Panen dan Percepatan Tanam

Sayangnya dalam perkembangannya sungai ini pada tahun 2018 pernah digelari sebagai sungai paling tercemar, sungai paling kotor di dunia oleh Bank Dunia. Akibatnya, Presiden Jokowi menerbitkan Perpres Citarum.

Implementasi penanganan pencemaran Citarum dilakukan melalui program Citarum Harum yang akan berakhir pada tahun 2025. Penangan dilakukan secara terpadu dengan melibatkan berbagai instansi pusat dan daerah.

<H2>Sejarah Sungai Citarum</H2>

Sungai ini juga banyak dikaitkan dengan keberadaan kerajaan sunda kuno yakni Kerajaan Tarumanagara pada abad 5 masehi.

Maka tidak heran sebagian kalangan menghubungkan asal nama Citarum yakni berasal dari Ci dan Tarum. Dalam bahasa Sunda Ci artinya cai atau air. Tarum dihubungkan dengan kerajaan Tarumanagara.

Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa asal kata Citarum berasal dari kata Ci yang berarti cai atau air, dan Tarum sebuah tumbuhan yang banyak tumbuh di sekitarnya. Tumbuhan berbunga sejenis Indigofera.

Tumbuhan ini sering digunakan sebagai pewarna alami nila (ungu) yang digunakan dalam pembuatan kain tradisional.

Berdasarkan catatan sejarah, pada abad ke-5 Jayashingawarman membangun sebuah dusun kecil di tepi sungai Citarum. Dusun tersebut kemudian berkembang pesat menjadi sebuah kerajaan yang diberi nama Tarumanagara.

Baca Juga: Kabar Terkini Tol Getaci: Memiliki Struktur Geologi Rumit Perlu Penanganan Khusus

Terdapat tujuh mata air di kawasan Situ Cisanti sebagai hulu sungai Citarum, yaitu Pangsiraman, Cikahuripan, Cikawedukan, Koleberes, Cihaniwung, Cisandane, dan Cisanti.

Pada tahun 670 Masehi Tarumanegara terpecah menjadi dua kerajaan yakni kerajaan sunda yang berpusat di Bogor, dan kerajaan Galuh yang berpusat di Ciamis, dengan sungai Citarum sebagai perbatasan kedua kerajaan.

Saksi keberadaan Kerajaan Tarumanegara ini salah satunya Candi Batujaya yang berada di Karawang sekitar 500 meter dari aliran Sungai Citarum yang kemudian bercabang menjadi 3 anak sungai yaitu Sungai Bungin, Balukluk, dan Muara Gembong sebelum bermuara ke Laut Jawa.

Cikahuripan anak Sungai Citarum di wilayah KBB dekat Waduk Saguling, dengan tofografi purba sebagai salah satu artefak Danau Bandung Purba
<H2>Artefak Danau Bandung Purba</H2>

Sungai Citarum mengalir melalui Cekungan Bandung yang dikelilingi oleh gunung berapi dengan ketinggian antara 650 m dan 2.000 m di atas permukaan laut.

Sekitar 105.000 tahun lalu sebagai dampak letusan dahsyat Gunung Sunda yang menutup aliran Sungai Citarum, sehingga airnya menggenangi cekungan dan menyebabkan terbentuknya Danau Bandung Purba

Seiring berjalannya waktu, permukaan air meningkat dan diperkirakan 36.000 tahun yang lalu ketinggiannya pernah mencapai 725 m di atas permukaan laut.

Material letusan Gunung Tangkupanparahu, penerus Gunung Sunda, tumpah ke selatan mendekati lokasi dekat Citarum di kawasan yang sekarang disebut Curug Jompong, yang kini dibuat terowongan Nanjung.

Baca Juga: RUMOR Beredar Kencang Lionel Messi akan Gabung ke Klub Arab Saudi, Al Hilal, dengan Bayaran Lampaui Ronaldo

Material letusan telah mengisi lembah-lembah di sekitarnya yang menyebabkan terbelahnya danau purba raksasa menjadi dua, yaitu Danau Bandung barat dan timur.

Perkembangan evolusi dan aliran sungai yang aktif menyebabkan terbentuknya patahan dan runtuhnya tanah di beberapa daerah. Selanjutnya, sejak 16.000 tahun lalu air di kedua danau purba itu mulai surut. Lokasi kebocoran Danau Bandung Purba berada di Curug Jompong.

Saat permukaan air Danau Bandung Purba surut sehingga saat ini berkembang menjadi sebuah kawasan kota Bandung dan sekitarnya.

Para arkeolog pernah menemukan fosil hewa purba seperti Gajah (Elephas maximus), Badak (Rhinocerus Sondaicus), dan Tapir (Tapirus Indicus) serta gigi kuda nil (Hippopotamus), ditemukan di daerah Rancamalang, Cipeundeuy, dan Cekungan Bandung.

Ini membutkikan bahwa di sekitar Danau Bandung Purba ada aktifitas manusia dan hewan. ***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: jabarprov.go.id citarum.org

Tags

Terkini

Terpopuler