Autopsi Kedua Kasus Subang Langsung di Area Pemakaman, Tanggapan Terbaru Pakar Forensik Sumy Hastry

1 Agustus 2022, 09:53 WIB
Pakar forensik dr Sumy Hastry Purwanti dipandu YouTuber Anjas Asmara, memberikan tanggapan terbaru mengenai autopsi kedua, termasuk di antaranya korban kasus Subang. /YouTube Hastry Forensik/

DESKJABAR - Selain kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang, kasus kematian Brigadir J juga mengalami autopsi kedua. 

Pakar forensik dr Sumy Hastry Purwanti pun memberikan tanggapan terbaru mengenai autopsi kedua, termasuk di antaranya korban kasus Subang. 

Penjelasan Sumy Hastry yang dipandu dosen dan YouTuber Anjas Asmara tersebut tayang dalam video berjudul TANGGAPAN MOMMY HASTRY SOAL OTOPSI KEDUA ! BAGAIMANA DENGAN OTOPSI KE 2 BRIG*DIR J?! yang tayang di kanal YouTube Hastry Forensik, 30 Juli 2022.

Baca Juga: Kasus Subang Jelang 1 Tahun, Sosok Pelaku di Mata Pakar Forensik, Simak Pernyataan Terbaru Sumy Hastry

Sumy Hastry mengungkapkan ada perasaan tidak enak dengan kolega jika ada ketidaksesuaian atau perbaikan antara hasil autopsi pertama dan autopsi kedua dalam  satu kasus.

Untuk itulah, Sumy Hastry biasanya mengikutsertakan dokter forensik yang melakukan autopsi pertama saat ia harus melakukan autopsi kedua.

"Jadi biar sama-sama tahu. Saya diminta untuk melengkapi saja," ucap Sumy Hastry.

Salah satu yang menjadi kendala terbesar Sumy Hastry dalam melakukan autopsi adalah waktu.

Ia berani melakukan autopsi jika waktunya masih kurang dari dua bulan sejak kematian.

"Misalnya, penyidiknya memaksa. Kalau memang pembusukan semua, ya tidak bisa ketemu apa-apa," ucapnya. 

Kalau sudah terjadi pembusukan pada jenazah, Sumy Hastry akan memeriksa tulang belulangnya untuk identifikasi.

Ia menceritakan tentang kasus mayat tak dikenal yang diduga meninggal karena kekerasan benda tumpul.

Baca Juga: FAKTA TERUNGKAP Kasus Subang, Sumy Hastry Lakukan 2 Hal Ini Saat Autopsi Kedua, Ada yang Belum Diperiksa?

Dalam autopsi pertama, ada 4 orang meninggal dunia yang tidak dikenal dan diduga karena kekerasan dan minuman keras (miras).

Tiga bulan kemudian, polisi baru mendapat informasi dan tersangka.

"Akhirnya kita autopsi kedua, kondisi jenazahnya membusuk, saya lihat tulangnya. Ternyata, kekerasannya tidak mematikan, retak biasa. Saya curiga malah dari racun," tutur Sumy Hastry.

Kecurigaan Sumy Hastry berdasarkan evaporasi tubuh jenazah, tanah di sekitar jenazah dan kain kafan.

"(Hasil autopsi) positif sianida. Jadi diracun matinya," ucapnya. 

Saat itu, hasil autopsi Sumy Hastry melengkapi autopsi pertama untuk penyebab kematian dan identitas korban berdasarkan DNA keluarga.

Menurut Sumy Hastry, tidak masalah jika mengajak rekan yang terlibat dalam autopsi pertama untuk ikut lagi di autopsi kedua demi kepentingan penyidikan.

Sumy Hastry juga pernah melakukan autopsi pertama dalam kasus mutilasi, kemudian rekannya melakukan autopsi kedua.

"Ya nggak masalah dan saya ikut (autopsi) lagi," ucap Sumy Hastry.

Baca Juga: KASUS SUBANG TERUPDATE, Dokter Forensik Sumy Hastry Ditanya Soal Oknum Banpol, Begini Jawabannya

Dalam kasus mutilasi, Sumy Hastry semula berpikir ada dua jenazah. Akan tetapi, berdasarkan keterangan saksi dan rekonstruksi, hanya satu korban.

"Saya salah. Ternyata itu satu jenazah. Setelah (jenazah) dimakamkan, dibongkar lagi dan diperiksa lagi oleh teman saya. Saya ikut untuk memastikan lagi. Ternyata satu jenazah," tuturnya.

Sumy Hastry mengatakan, pernah ada keluarga korban menolak korban diautopsi, sehingga polisi meminta surat dari pengadilan.

"Waktu itu di Jepara. Pengadilan yang minta. Korban dipukuli sama kayu sampai meninggal, tapi keluarga nggak memperbolehkan korban diautopsi, langsung dimakamkan," tuturnya.

Namun, di pengadilan setelah ada keterangan saksi, pengadilan meminta untuk autopsi ulang dan bisa diketahui bahwa korban meninggal bukan karena terjatuh lalu terkena kayu, tetapi karena dipukuli dengan kayu.

Sumy Hastry pun menyadari, sekarang masyarakat semakin tahu pentingnya autopsi.

"Mungkin karena saya sering bicara di media. Banyak banget masyarakat yang minta (bantuannya) dan saya selalu bilang, 'lapor dulu ke polisi'," ujarnya.

Dalam melakukan autopsi, Sumy Hastry bisa menjadi operator sendirian atau kadang berdua dengan dokter forensik lain.

Baca Juga: KASUS SUBANG 100 Persen Bakal Terungkap, Ahli Forensik Tanggapi Isu Banpol Hingga Pembunuh Psikopat

Tim yang melakukan autopsi 4-5 orang. Ada asisten yang bertugas menjahit luka, membersihkan organ-organ tubuh untuk dikembalikan ke dalam tubuh, memandikan, dan mendokumentasikan dalam bentuk foto.

Autopsi kedua kasus Subang

Sumy Hastry melakukan autopsi kedua di area pemakaman untuk memudahkan dan agar lebih cepat, seperti saat autopsi kedua kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang.

Saat autopsi kedua di pemakaman, tim akan menyiapkan meja panjang yang di bawahnya dialasi plastik dan kain kafan.

Tujuannya agar setelah jenazah diangkat dari makam ke meja panjang, kain kafan yang sudah rusak, bisa segera diganti agar proses autopsi bisa cepat.

"Setelah selesai, jenazah kita mandikan lagi, kita rapikan, kita kafani, langsung masukkan (ke makam) lagi," ucapnya.

Sumy Hastry tidak merasa harus membiasakan diri dengan pekerjaannya tapi langsung terbiasa berurusan dengan jenazah.

"Waktu itu sekolah 2002 langsung ke korban Bom Bali 1, berjibaku dengan ratusan jenazah," kata dia. 

Selama menjalankan profesinya, Sumy Hastry juga tidak pernah melihat penampakan yang  menyeramkan.

Baca Juga: INFO MENCENGANGKAN Kasus Subang, Sumy Hastry Beberkan Fakta Terkait Autopsi, Terjadi Bias?

Menurut Sumy Hastry, setiap selesai autopsi, semua organ tubuh dikembalikan sesuai tempatnya semula.

"Jantung, hati, usus, dan organ lain untuk autopsi dikeluarkan untuk dilihat ada yang tidak normal ga. Kita kan tahu organ yang normal. Setelah itu kita kembalikan lagi," ujar Sumy Hastry.***

Editor: Samuel Lantu

Sumber: YouTube Hastry Forensik

Tags

Terkini

Terpopuler