Sate Jebred, Jajanan Khas Stasiun Kereta Api Cicalengka Bandung

28 November 2020, 16:58 WIB
Sate jebred di depan Stasiun Kereta Api Cicalengka /Kodar Solihat/DeskJabar

DESKJABAR – Diantara sebagian orang-orang yang senang berkelana sengaja berjalan-jalan menaiki kereta api lokal Padalarang-Bandung-Cicalengka, ada semacam “mencari oleh-oleh” setibanya di Stasiun Cicalengka, yaitu makanan sate jebred.

Sate jebred dari Cicalengka dibuat dari bagian kulit sapi yang lembut, dengan bumbu rempah-rempah koneng atau ada yang menyebutnya “kunyit”, dan warnanya kuning dengan taburan paru dan kelapa yang padat.

Bagi para pelancong yang tiba di Stasiun Cicalengka, biasanya dengan mudah menemukan penjual pengasong sate jebred karena suka menjajakan jualannya di sekitaran lokasi.

 

Baca Juga: Di Bandung, Banyak Rumah Antik Laris Jadi Tempat Makan dan Instagramable

Kini setelah penertiban kawasan stasiun, diantaranya larangan berjualan di dalam stasiun, para penjual sate jebred ala Cicalengka berjualan di luaran stasiun, tetapi tetap mudah dicari peminat.

Oleh para pengasong, sate jebred Cicalengka yang berukuran besar rata-rata dijual Rp 5.000/sepuluh tusuk. Saat ini penjual sate jebred Cicalengka menjajakan dagangannya menggunakan bakul plastik, menggantikan cara lama dengan dijajakan menggunakan nyiru yang ditaruh di atas kepala, serta sebagian lagi kini dijajakan menggunakan sepeda motor.

Sate jebred Cicalengka sebenarnya tak hanya dijual di kecamatan tersebut, juga dijual sampai ke Rancaekek, Terminal Angkot Cileunyi, Nagreg, dll., baik dijual asongan maupun di warung. Bagi orang yang senang jajan, sate jebred umumnya merupakan makanan enak yang dilahap sambil nongkrong atau sebagai lauk makan nasi.

Baca Juga: Lokomotif CC201, “Si Robot” Penarik Rute KA Lokal Bandung Raya

Khusus di Cicalengka, produksi sate jebred umumnya dibuat di Kampung Balong, Desa Waluya, di mana usaha ini tergolong menjadi salah satu pencaharian utama warga setempat.

Beberapa warga Kampung Balong menyebutkan, mereka yang kini masih menekuni memproduksi sate jebred umumnya berasal dari generasi ketiga.

Jika dikaitkan pengakuan perajin yang rata-rata bertahan 20 tahunan pada generasi sekarang, bisa jadi produksi sate jebred di Kampung Balong sudah ada sejak menjelang tahun 1950-an.

Dua orang perajin asal Kampung Balong, Eni (40) dan Engkur (43) mengatakan, menggeluti produksi sate jebred sejak tahun 1990-an, di mana hasilnya untuk menopang kehidupan sehari-hari.

Baca Juga: Kota Bandung Pernah Menjadi Percontohan Kualitas Bahan Bangunan Rumah Tahan Kebakaran

Mereka mengaku setiap hari rata-rata menghabiskan rata-rata 10 kg kulit sapi yang didatangkan dari Garut, di mana bumbunya diperoleh dari Pasar Cicalengka, seperti kelapa, koneng, dan garam.

Disebutkan Eni, Engkur, senada warga lainnya, Endang (51) di Kampung Balong ada sekitar 200-an orang yang memproduksi sate jebred, dengan mata rantai tenaga kerja rata-rata 3-5 orang per setiap usaha rumahan sate jebred yang umumnya masih saudara atau tetangga.

Selain dijual di sekitaran Cicalengka, Rancaekek, Nagreg, Majalaya, atau Dayeuhkolot, sate jebred buatan Kampung Balong juga sudah lama dijual sampai ke Ciranjang, Kab. Cianjur.

Baca Juga: Mie Bakso ‘Dingdiling’ Kawasan GOR Saparua Bandung, Peninggalan 1980-an yang Diburu

Sate jebred Kodar Solihat

Penjualan

Menurut Eni, produksi sate jebred sebenarnya cukup lama waktunya rata-rata 12-14 jam, mulai membersihkan, merebus, mengerat-ngerat, menusukkan, membumbui, merebus kembali, sampai dijual lagi.

Rata-rata sate jebred mulai diambil para pengasong saat dini hari dan siang hari, dan umumnya habis terjual sore hari, yang belum terjual bisa disimpan dengan direbus lagi sampai dijajakan lagi esok harinya.

Soal pasokan tusuk sate, katanya, juga ber­asal dari warga Kampung Balong sendiri, karena pasokan rumbun bambu masih cukup banyak. Usaha membuat sate jebred dan membuat tusuk sate pun tak mengenal waktu, namun bagi warga yang menggeluti usaha pertanian menjadi tambahan usaha sehari-hari sambil menunggu panen padi.

Baca Juga: Pasar Jagung Bakal Meninggi, Peluang Usaha Pertanian Tahun 2023

Disebutkan, usaha memproduksi sate jebred memang lumayan baik hasilnya, misalnya jika modal usaha Rp 175.000/hari, dapat diperoleh laba sampai Rp 300.000/hari jika dijual langsung.

Karena para pembuat sate jebred pun lebih suka berbagi usaha dengan mereka yang menjadi pedagang pengasong, laba pun tak sebesar itu. “Ya etang-etang sa­ling masihan usaha ka anu sanes (hitung-hitung memberikan lapangan pekerjaan bagi orang lain),” ujarnya.

Warga yang tinggal di sekitar Stasiun Cicalengka, Enus (62) dan mengaku pernah menjadi pedagang pengasong selama 20 tahun sekitar di stasiun, mengatakan,  di antara para pedagang pengasong sate jebred, tak sedikit  merupakan usaha turun temurun.

Soal mengapa makanan yang satu ini disebut jate jebred, sejumlah pedagang sate jebred di Cicalengka, Tanjungsari, dan Bandung, senada hanya memperkirakan, kemungkinan dari julukan lama, karena sate kulit zaman dahulu masih cukup lentur sehingga cukup elastis mirip karet, Bahasa Sunda mengistilahkan “ngajebred”. ***

 

 

 

 

 

 

 

 

Editor: Kodar Solihat

Tags

Terkini

Terpopuler