DESKJABAR - Silaturahmi pelaku pariwisata dalam acara Indo Travel Fair 2 yang diselenggarakan Perhimpunan Travel Agent Indonesia (PITA) Jawa Timur, hari kedua diisi dengan kunjungan peserta ke Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo untuk mengetahui kehidupan Suku Tengger lebih dekat.
Diterima Siti Nurholela, SPd (31) selaku Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Ngadisari mewakili Kepala Desa Ngadisari yang berhalangan hadir, Siti banyak bercerita ihwal kehidupan masyarakat Suku Tengger.
Acara silaturahmi diawali makan pagi dengan nasi dan lauk khas Suku Tengger seperti Nasi Aron, Nasi Jagung dan lauk nya yang merupakan makanan khas bagi warga Tengger.
Kue khas Suku Tengger
Sebagai pembuka makan juga dihadirkan kue-kue khas Suku Tengger yang biasanya dihadirkan pada acara-acara tertentu, seperti kue pasung, apem, kentang, roti, welos, pisang goreng,
Makanan khas Suku Tengger yang disuguhkan untuk para peserta Indo Travel Fair 2 adalah Nasi Aron yang merupakan nasi yang terbuat dari jagung putih dan dicetak berbentuk balok.
Pengolahan Nasi Aron sendiri dibuat dengan memakan waktu kurang lebih seminggu.
Sebagai lauknya turut dihidangkan jamur gerigit, sambel botok lombok terong, lalapan kelandingan, ikan dan lauk lainnya.
Baca Juga: Gibran Tak Diundang Saat Megawati Umumkan Mahfud MD Resmi Jadi Cawapres Ganjar Pranowo
Sebagai rangkaian acara penyambutan peserta Indo Travel Fair 2, juga dipersembahkan tarian Nyadran yang merupakan tarian lokal setempat.
Suku Tengger adalah suku etnis Indonesia yang mendiami kawasan lereng Gunung Bromo, Semeru. Suku ini merupakan keturunan dari Kerajaan Majapahit.
Menurut Siti, saat ini Suku Tengger juga menetap di beberapa kabupaten seperti Lumajang, Malang, dan Pasuruan Jawa Timur.
Siti menambahkan Suku Tengger merupakan suku yang unik, mayoritas warganya adalah penggarap lahan pertanian, dan setelah selesai menggarap lahan pertaniannya mereka bekerja di sektor pariwisata.
Meski kuat mempertahankan adat leluhurnya, Suku Tengger mudah beradaptasi dengan perkembangan jaman. Banyak warga Tengger yang sudah melek digital, imbuh Siti.
Salah seorang staf Balai Desa Sunarip menambahkan, warga Tengger lebih banyak tinggal di wilayah Probolinggo, Sapikerep, dan Cemoro Lawang.
Masyarakat Tengger mengenal hari-hari raya atau hari besar seperti Kasada, hari Raya Pujan, Unan-unan dan hari Raya Karo.
Penentuan hari Kasada sendiri, menurut Sunarip, dihitung setelah hari raya Unan-unan dilaksanakan. Setiap 5 tahun pasca hari raya Unan-unan, hari raya Kasada maju satu bulan.
Baca Juga: Ubi Madu, Peluang Bisnis Baru Usaha Pertanian di Kabupaten Sukabumi, Pasarnya Menanti
Sebagai Ketua Pokdarwis, Siti bekerja keras membangkitkan kepariwisataan di wilayahnya dengan pesona kuliner yang bisa dijual untuk wisata edukasi dan budaya seperti cara membuat nasi Aron yang pembuatannya dilakukan dalam waktu satu Minggu dan disajikan dalam acara-acara khusus.
Selain itu, wisatawan yang datang ke wilayahnya akan diajarkan cara bertanam di ladang dan berkebun seperti kentang dan bawang.
Sebagai edukasi budaya Pokdarwis yang dibinanya juga memperkenalkan budaya dan adat istiadat warga Tengger dengan cara membawa tamu ke rumah warga yang memiliki tungku atau pawon Tengger.
Baca Juga: Di Kabupaten Garut Tol Getaci Membeton Ratusan Hektar Lahan di 37 Desa: Cek Daftarnya!
Dan, warga Tengger merupakan warga yang gigih dalam mencari nafkah, rata-rata setiap warga memiliki piaran berupa sapi di rumahnya.
Secara status ekonomi mereka harus berdaya, sebab jika seorang warga Tengger memiliki hajatan. Dia akan mengeluarkan ratusan juta rupiah untuk membiayai acara hajatannya yang biasa dilakukan dalam waktu tujuh hari tujuh malam. ***