Dari itulah menurut Mamit Setiawan, bila kenaikan Pertalite menjadi Rp 10 ribu per liter, sebenarnya tidak terlalu tinggi dan beban inflasi yang akan ditanggung akibat pergerakan harga BBM bersubsidi ini masih dapat ditekan di bawah 1 persen.
Dijelaskan Mamit, hal yang wajar ada penyesuaian harga mengingat harga BBM saat ini sudah terus merangkak naik, terutama harga minyak mentah dunia.
Berdasarkan data, memang harga minyak mentah terus merangkak naik terlebih setelah terjadi perang Rusia dan Ukraina, tentu saja harganya melambung dari tahun sebelumnya.
Otomatis dengan kenaikan minyak dunia akan terus membebani keuangan negara karena subsidi semakin besar.
Berdasarkan data yang diperoleh Mamik, pemerintah mengalokasikan hanya untuk subsidi BBM dan kompensasi energi harus merogoh dari APBN 2022 sebesar Rp 502 triliun.
Semestinya subsidi BBM bisa dialihkan secara langsung kepada masyarakat miskin dan sektor yang membutuhkan, misalnya untuk anggaran pendidikan dan kesehatan.
Baca Juga: Penyandang Disabilitas di Bandung Dilatih Mahir Membuat Kerajinan Handycraft dan Daur Ulang Kertas
"Kenaikan harga bahan bakar juga dapat mengurangi disparitas harga antara BBM bersubsidi dan non-subsidi. Namun, kenaikan harga BBM mesti diimbangi dengan ketersediaan bahan bakar di SPBU sehingga tidak terjadi kelangkaan atau antrean yang panjang," ucapnya.
Pemerintah perlu memberikan stimulus tambahan bagi masyarakat terdampak, seperti bantuan langsung tunai (BLT). Pasalnya, kenaikan harga BBM akan menggerus daya beli masyarakat.
Kenaikan BBM itu sendiri memang telah digembor gemborkan sebelumnya oleh beberapa pejabat salah satunya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar
Pandjaitan.
Pemerintah masih menghitung skenario penyesuaian subsidi dan kompensasi energi di tengah wacana kenaikan harga BBM.