WASPADA, IMF Peringatkan Dampak Perang Rusia Ukraina Terasa di 2023, Ekonomi AS, Eropa, dan China Tertekan

12 Oktober 2022, 05:38 WIB
IMF peringatkan 2023 akan seperti resisi sebaai dampak perang Rusia Ukraina yang berkepanjangan /maxpixel.net/

DESKJABAR – Dampak perang Rusia Ukraina yang sudah berlangung sejak Februari 2022 akan sangat terasa pada tahun 2023.

Dana Moneter Internasional atau IMF memperingatkan bahwa di tahun 2023 3 wilayah ekonomi dunia yakni AS, Eropa, dan China kan semakin tertekan akibat dampak perang Rusia Ukraina.

IMF pun telah memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global dari 2,9 persen menjadi 2,7 persen, yang memaksa mereka melakukan pertemuan dengan Bank Dunia untuk membahas masalah ini.

Baca Juga: WOW! Pertumbuhan Startup Indonesia Nomor 6 di Dunia, Potensi Ekonomi Digital Capai Rp 4.531 Triliun

Menurut IMF, dampak perang Rusia Ukraina yang belum juga usai membuat harga energi dan pangan global mencapai harga tertinggi, diikuti dengan inflasi dan suku bunga yang melonjak.

Kondisi-kondisi ini menurut IMF akan membuat ekonomi global pada tahun 2023 akan memburuk secara signifikan.

Dalam laporan World Economic Outlook terbarunya, IMF melaporkan ahwa sepertiga dari ekonomi dunia kemungkinan akan berkontraksi pada tahun 2023.

Ancaman ini memaksa IMF harus melakukan pertemuan tahunan serius dengan Bank Dunia, yang merupakan yang pertama dalam 3 tahun terakhir.

Dalam pernyataanya, IMF menyebutkan bahwa 3 ekonomi terbesar dunia saat ini yakni AS, Eropa, dan China akan terus tertekan di tahun depan.

“Singkatnya, yang terburuk belum datang dan bagi banyak orang, tahun 2023 akan terasa seperti resesi,” tutur kepala ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas.

Baca Juga: Medsos di China Heboh Kudeta, Xi Jinping Jalani Tahanan Rumah, Inilah Kronologi dan Jenderal Penggantinya

IMF mengatakan bahwa pertumbuhan PDB global pada tahun 2023 akan melambat menjadi 2,7 persen, dibandingkan dengan perkiraan 2,9 persen pada Juli.

Hal itu terjadi karena suku bunga yang lebih tinggi memperlambat ekonomi AS, Eropa berjuang dengan lonjakan harga gas, dan China bersaing dengan penguncian Covid-19 yang berkelanjutan dan sektor properti yang melemah.

IMF mempertahankan perkiraan pertumbuhan 2022 di 3,2 persen, mencerminkan output yang lebih kuat dari perkiraan di Eropa tetapi kinerja yang lebih lemah di Amerika Serikat, setelah pertumbuhan global 6,0 persen yang terik pada 2021.

Pertumbuhan AS tahun ini akan menjadi sedikit 1,6 persen - penurunan 0,7 poin persentase dari Juli, mencerminkan kontraksi PDB kuartal kedua yang tak terduga. IMF mempertahankan perkiraan pertumbuhan AS 2023 tidak berubah pada 1,0 persen.

IMFpun  mengatakan pandangannya tunduk pada tindakan penyeimbangan oleh bank sentral untuk memerangi inflasi tanpa pengetatan berlebihan.

Baca Juga: Dugaan Monopoli Proyek di Dinas PUPR Kota Tasikmalaya Mengemuka, Pegiat Anti Korupsi Siap Membongkarnya

Menurutnya, jangan sampai hal itu mendorong ekonomi global ke dalam "resesi parah yang tidak perlu" dan menyebabkan gangguan pada pasar keuangan dan penderitaan bagi negara-negara berkembang. Tapi itu menunjuk tepat pada pengendalian inflasi sebagai prioritas yang lebih besar.

"Kredibilitas bank sentral yang diperoleh dengan susah payah dapat dirusak jika mereka salah menilai lagi kegigihan inflasi yang membandel," kata Gourinchas.

"Ini akan terbukti jauh lebih merusak stabilitas ekonomi makro di masa depan," lanjutnya.

IMF memperkirakan inflasi harga konsumen utama memuncak pada 9,5 persen pada kuartal ketiga 2022, turun menjadi 4,7 persen pada kuartal keempat 2023.***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Breakingnews.ie

Tags

Terkini

Terpopuler