DESKJABAR – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai kondisi ekonomi Indonesia aman, tetapi harus waspada laju inflasi.
Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Senin, 1 Agustus 2022, mengatakan, Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan eksternal yang dapat mempengaruhi perekonomian nasional.
Ia menyebutkan, mulai dari pandemi yang belum selesai, perang Rusia-Ukraina dan juga perlambatan ekonomi negara maju yaitu Amerika Serikat dan Cina.
Baca Juga: Ayo Buruan Apply! PT KAI Persero Membuka Lowongan Mulai Tingkat SLTA Hingga S1 dari 1-3 Agustus 2022
Sri Mulyani mengatakan, AS, Cina, Eropa adalah negara-negara tujuan ekspor Indonesia.
“Jadi, kalau mereka melemah, permintaan ekspor turun dan harga komoditas turun," kata Sri Mulyani.
Berdasarkan data BPS, nilai ekspor Indonesia Januari–Juni 2022 mencapai US$141,07 miliar atau naik 37,11 persen dibanding periode yang sama tahun 2021. Sementara ekspor nonmigas mencapai US$133,31 miliar atau naik 37,33 persen.
Namun menurut Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, perekonomian Indonesia masih ditopang konsumsi dalam negeri yang kuat.
“Indonesia ekonominya cenderung tidak terlalu open. Sekitar 50% lebih ekonomi indonesia ditopang konsumsi dalam negeri. Jadi dampaknya harusnya tidak signifikan ya,” ujar pria yang akrab disapa Oce ini.
Disebutkan pula, ditambah permintaan batu bara tetap kuat, walau Cina sedang melambat. Karena permintaan eropa naik di tengah penurunan impor energi dari Rusia.
Baca Juga: Akibat Perang Ukraina Rusia Pertanian Kecil Mesir Berperan Besar Memasok Makanan Negara Itu
Hal lain yang dikhawatirkan adalah laju inflasi dalam negeri. BPS melaporkan laju inflasi domestik bulan lalu adalah 0,64% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).
Lebih tinggi dibandingkan Juni 2022 yang sebesar 0,61%. Namun secara tahunan (year-on-year/yoy), laju inflasi ter akselerasi. Inflasi Juli 2022 tercatat 4,94% yoy, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang 4,35% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Oktober 2015.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi inflasi, yaitu harga bahan pokok, transportasi dan konsumsi rumah tangga seperti listrik dan bahan bakar.
Baca Juga: Di Majalengka, Burung Emprit Dikonsumsi, Wisata Alam dan Pengendalian Hama Pertanian Padi
“Lebih lanjut kami masih memprediksikan inflasi akan terus naik secara substansi maupun mendasar pada semester ke 2 tahun 2022,” ujar Oce.
Ia menilai, ini lebih disebabkan meningkatnya permintaan ( demand-pull inflation) menyusul dari pelonggaran PPKM yang membuat masyarakat lebih leluasa bergerak dan kecepatan uang berputar.
Meski trend inflasi diperkirakan akan terus naik, namun pihaknya optimis inflasi akan berada pada 4,60% di akhir tahun, sedikit diatas kisaran Bank Indonesia yaitu 3%+1.
Baca Juga: Perkebunan, Panen Tembakau Jawa Barat Diyakini Tetap Bagus di Sumedang, Majalengka, dan Pangandaran
Oce berpendapatan kondisi perekonomian Indonesia masih akan baik. Apalagi jika dibandingkan dengan awal Pandemi
“Saya rasa tidak akan separah ketika pandemi Covid-19. Karena walau melemah namun perbaikan demand tetap ada,” tandas Oce.
Suplai melimpah
Sementara itu, Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi mengungkapkan stok komoditas Indonesia memang dalam kondisi aman.
Baca Juga: Di Cianjur, Perusahaan Pabrik Sepatu Dikenai Sanksi Harus Mengganti Lahan Pertanian
Sektor agrikultur Indonesia mencatatkan kinerja cukup baik dengan kelimpahan suplai. Di sisi lain, input produksi banyak negara maju mengalami penurunan.
"Karena selama pemulihan covid-19 dari sisi input produksi negara-negara besar tidak hanya Jepang itu mengalami kelangkaan. Sementara di Indonesia kita over supply," ujarnya.
Padahal, mereka membutuhkan pasokan komoditas untuk pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi. Hal itu kemudian memunculkan wacana untuk ekspor dari Indonesia ke negara lain.
Baca Juga: Ayo Buruan Apply! PT KAI Persero Membuka Lowongan Mulai Tingkat SLTA Hingga S1 dari 1-3 Agustus 2022
"Jadi sektor pertanian kita over supply, kemudian pupuk kita juga over supply. Bahkan ada keinginan untuk ekspor ke Afrika dan juga ke Amerika Latin," tambahnya.
Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia itu menyarankan pemerintah tidak terlena dengan suplai melimpah dalam negeri.
Menurutnya, pemerintah harus mewaspadai permintaan komoditas dalam negeri yang juga menunjukkan kenaikan.
Baca Juga: JANGAN PERNAH Melewati Jalur Ini Saat Muncak Ke Gunung Gede Pangrango, Bisa Bisa Kamu Tewas
"Cuma memang kalau dari sisi ekspor saja, kita juga harus hati-hati. Jangan sampai ini terlalu agresif kita lakukan. Nanti ketika kita butuhkan justru langka. Kita sekarang dari sisi demand sedang bertumbuh nanti jangan sampai demand optimal kita langka suplai input-nya," tegasnya.
Faisal mengungkapkan hasil simulasi yang menunjukkan adanya kemungkinan kerugian yang dialami jika Indonesia terlalu agresif melakukn ekspor.
"Hasil simulasi menunjukkan bahwa kalau kita ekspor komoditas terlalu agresif, pada di kuartal kedua tahun 2023, mulai langka dan akhirnya justru berpengaruh negatif buat perekonomian," katanya. ***