Dr Novilia Sjafri Bachtiar dr, MKes, Sosok Penting dalam Uji Klinis Vaksin Covid-19

- 2 Maret 2021, 13:40 WIB
Kepala Divisi Surveilans dan Riset Klinis Bio Farma yang membidangi proses uji klinis vaksin Covid-19, Dr Novilia Sjafri Bachtiar dr, MKes,
Kepala Divisi Surveilans dan Riset Klinis Bio Farma yang membidangi proses uji klinis vaksin Covid-19, Dr Novilia Sjafri Bachtiar dr, MKes, /Antara/Dok. Pribadi/

DESKJABAR - Sekitar setahun sejak Covid-19 menjadi pandemi, pemerintah telah menggulirkan program vaksinasi yang kini memasuki gelombang kedua.

Kesuksesan program vaksinasi Covid-19, tidak bisa lepas dari kerja para peneliti yang melakukan uji klinis kandidat vaksin agar mendapatkan data khasiat dan keamanan yang valid.

Uji klinis merupakan tahapan penting dalam pengembangan vaksin. Proses uji klinis vaksin Covid-19 sudah dimulai sejak Agustus 2020. Vaksin yang diujicobakan adalah buatan perusahaan farmasi China, Sinovac. Vaksin itu dikemas dengan nama CoronaVac.

Baca Juga: INFO Covid-19 Dunia, WHO Keluarkan Peringatan Keras, Virus Corona Bakal Balik Menyerang Jika Dibiarkan

Uji klinis vaksin Covid-19 menjadi tanggung jawab tim yang diketuai oleh Dr Novilia Sjafri Bachtiar dr, MKes. Ia menjabat sebagai Kepala Divisi Surveilans dan Riset Klinis Bio Farma yang membidangi proses uji klinis vaksin Covid-19. 

"Jadi memang tugasnya sedang berat-beratnya. BPOM sudah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau EUA, sekarang kami melakukan pemantauan di lapangan. Mulai dari pengiriman produk hingga efek samping dari vaksin terutama yang terkait dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi," ujar Novilia Sjafri saat dihubungi Antara dari Jakarta, Selasa, 2 Maret 2021.

Ia menjelaskan, pelaksanaan uji klinis kandidat vaksin Covid-19 harus memenuhi aspek ilmiah dan menjunjung tinggi etika penelitian sesuai dengan Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik.

Baca Juga: Live Rooms, Fitur Baru Instagram yang Baru Diuji Coba di Indonesia dan India, Cek di Sini Fungsinya

Proses uji klinis suatu vaksin membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Novilia Sjafri menjelaskan, paling tidak ada tiga tahap yang harus dilalui yakni fase pertama, kedua, dan ketiga.

Fase pertama dilakukan dengan jumlah sukarelawan yang sedikit. Jika fase pertama berjalan baik, dilanjutkan ke fase kedua. Pada fase kedua uji klinis dilihat apakah terjadi kenaikan antibodi di dalam darah sebelum dan sesudah vaksinasi.

Untuk fase satu berlangsung paling lama selama enam bulan, sedangkan fase dua tergantung desain dan jumlah sukarelawannya. Biasanya berkisar delapan bulan hingga 1,5 tahun.

"Nah untuk fase tiga, jumlah sukarelawannya lebih besar lagi. Bisa ratusan hingga ribuan," ujar perempuan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran itu.

Baca Juga: Peruri Cetak Prestasi Menggembirakan, Ekspor Uang Kertas Soles ke Peru

Fase tiga membutuhkan waktu hingga satu tahun dan melibatkan beberapa "center". Namun dalam situasi pandemi, ketiga fase itu dapat dilakukan secara berdekatan, tetapi tetap berurutan.

Novilia Sjafri merasa deg-degan kala memulai proses uji klinis vaksin baru. Tapi sebelum uji klinis, dipastikan dulu telah melewati tahap laboratorium, uji preklinis. Setelah dipastikan produknya bagus baru dilanjutkan ke tahap uji klinis pada manusia.

"Itu semua ada aturannya. Produk baru harus memenuhi persyaratan. Kita juga tidak mau, kalau produknya tidak bagus. Jadi harus dipastikan aman dan imunogenik," tutur Perempuan kelahiran Pekanbaru tersebut.

Selama belasan tahun bekerja, Novilia Sjafri telah terlibat dalam lebih dari 30 uji klinis. Uji klinis yang paling berkesan adalah vaksin pentavalen (DPT-HB-Hib). Vaksin petanvalen tersebut menimbulkan lima macam kekebalan, yakni difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, dan Hib.

Baca Juga: Info Covid-19 Jawa Barat, Bekasi Kembali Zona Merah, Cianjur Zona Kuning

"Itu sangat berkesan karena kita mengikuti banget dari awal, dan Bio Farma yang mengembangkan hingga mendapatkan registrasi dari BPOM dan kualifikasi dari WHO. Itu sekitar 2011 hingga 2013," ujarnya. 

Harus membagi waktu

Novilia Sjafri harus bisa membagi waktu antara pekerjaan dan peran sebagai ibu serta istri. Ia berusaha menyeimbangkan keduanya. Meskipun pekerjaan menuntutnya untuk sering bepergian ke luar kota bahkan luar negeri.

"Karena pekerjaan saya di bidang uji klinis, menguji produk baru pada manusia, banyak bekerja sama dengan institusi lain di dalam dan luar negeri," kata Novilia Sjafri yang dikaruniai satu putri dan dua putra itu.

Baca Juga: Pendaftaran Digital Talent Scholarship dari Kominfo Buka Sampai 27 Maret, Khusus Untuk 100.000 Peserta

Anak-anaknya pun sudah terbiasa dengan pekerjaan yang menuntutnya untuk bepergian tersebut. Walaupun demikian, dengan bantuan teknologi ia berusaha untuk terus mendampingi anaknya dalam situasi apapun.

Novilia Sjafri yang juga dosen tamu di Universitas Gadjah Mada tersebut juga aktif dalam melakukan publikasi. Setidaknya terdapat 23 publikasi internasional dan 16 publikasi di jurnal nasional.

Ia juga ikut menulis dua buku mengenai vaksin di Indonesia dan empat buku internasional yang juga membahas mengenai vaksin.

Sejumlah penghargaan pernah diterimanya diantaranya meraih beasiswa mulai dari jenjang sarjana hingga doktoral, serta menerima penghargaan donor darah 20 kali dan 50 kali dari Bio Farma.

Baca Juga: Minat Ikutan Digital Talent Scholarship dari Kominfo? Catat Tautannya di Sini, Daftar Gratis

Dalam kesempatan itu, Novi berpesan pada masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan meskipun saat ini sudah ada vaksin Covid-19.*** 

Editor: Samuel Lantu

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah