"Menurut jumhur ulama, bahwasannya setiap wilayah itu punya tempat untuk melihat hilal yang berbeda dengan tempat yang lain. Sehingga mungkin sekali terjadi perbedaan hari awal bulan," sambungnya.
Buya Yahya mengatakan tak ada yang harus dipermasalahkan terkait perbedaan penentuan awal Ramadhan.
"Itu wajar bagi orang yang ngerti ilmu gak ada masalah," katanya.
Sementara, berbeda dengan pendapat dari Imam Malik. Menrurut Buya Yahya, Imam Malik berpendapat bahwasannya selagi sudah dilihat hilal di suatu tempat di tempat yang mengiringinya boleh mengikutinya.
"Jadi sebetulnya hal ini ringan-ringan saja, tidak ada masalah tiba-tiba ada orang Indonesia ikut negeri yang lain ya gak apa-apa, cuma aneh kalau kamu mahzabnya Imam Syafi'i kok ikut mahzab lain," jelas Buya Yahya.
Perbedaan dalam menentukan awal bulan Ramadhan menurut Buya Yahya adalah khilaf di antara para ulama.
"Sehingga antara keseragaman tanggal 1 adalah khilaf. Jika sudah masalah khilaf maka serahkan kepada pemerintah," katanya.
Baca Juga: Nahdlatul Ulama (NU) Mengumumkan Awal Puasa Ramadhan 1443 H Jatuh Pada Minggu 3 April 2022
Buya Yahya mengatakan jika sudah pemerintah mengambil keputusan dari pendapat-pendapat yang berbeda maka wajib untuk dipatuhi.