DESKJABAR - Ki Ageng Selo, seorang pujangga dari kerajaan Demak yang sangat melegenda di tanah Jawa tentang kesaktiannya menangkap petir.
Dalam Ilmu pengetahuan sekarang, petir adalah suatu proses pelepasan muatan listrik dari awan bermuatan.
Perbedaan muatan yang sangat besar antara awan dengan lingkungan sekitarnya (udara, bumi, dan awan lainnya) menyebabkan terjadinya pelepasan muatan positif maupun muatan negatif yang terdapat didalam awan.
Cerita Ki Ageng Selo menangkap petir diceritakan dari mulut ke mulut beredar melegenda di tanah Jawa.
Bahkan Film Bioskop Gundala Putra Petir yang ditayangkan pada 2019, bisa jadi terinspirasi dari cerita Ini.
Legenda Ki Ageng Selo sang penangkap petir
Dilansir dari video YouTube jagad Mandala Pictures, Ki Ageng Selo, Sang Penangkap Petir Dan Pepali Sakti yang diunggah 26 Februari 2020.
Pada abad ke 15, masa jayanya kesultanan Demak Ki Ageng Selo hidup di masa itu. Tepatnya pada masa kekuasaan Sultan Trenggana, awal abad ke-16. Dia lahir sekitar akhir abad 15 atau awal abad 16.
Suatu hari Ki Ageng Selo sedang mencangkul di sawah. Langit mendung berawan gelap. Lalu turun hujan deras.
Ki Ageng Selo masih posisi di sawah, tiba-tiba petir menyambar. Ki Ageng Selo sempat menghindar tapi seolah-olah petir mengejarnya.
Akhirnya, dengan kesaktiannya, Ki Ageng Selo berhasil menangkap petir itu. Petir tersebut berwujud naga. Ki Ageng Selo mengikatnya ke sebuah pohon Gandrik.
Keanehan terjadi saat Naga dibawa kepada Sultan Demak, naga tersebut berubah menjadi seorang kakek. Kakek itu kemudian dikerangkeng besi oleh Sultan dan menjadi tontonan di alun-alun.
Kemudian datanglah seorang nenek mendekat, lalu menyiram air dari sebuah kendi ke arah kakek tersebut. Tiba-tiba, terdengar suara petir menggelegar dan kakek nenek tersebut menghilang. Sampai sekarang masih jadi misteri siapa kakek dan nenek tersebut.
Legenda ini kemudian turun temurun diceritakan di lingkungan masyarakat Jawa.
Baca Juga: Inilah 5 Ciri-ciri Seseorang Didampingi Khodam Para Raja, Ternyata Punya Pengaruh Ini
Saking masyhurnya nama Ki Ageng Selo di telinga keturunan Jawa, hingga hari ini apabila ada petir yang akan menyambar, mereka berteriak, “Gandrik! Aku Putune Ki Ageng Selo” (“Gandrik, aku cucu Ki Ageng Selo”).
Cerita ini melegenda di tanah Demak sampai sekarang, bahkan seorang warga Demak mengatakan "Di Demak itu tidak ada suara petir yang menyambar nyambar seperti daerah lain, karena disini petir takut ditangkap oleh keturunan Ki Ageng Selo"
Untuk mengenang kejadian itu, dibuat gambar kilat pada kayu berbentuk ukiran sebesar pintu masjid.
Di sana terdapat pintu yang dikenal dengan nama Lawang Bledheg (pintu petir) bertuliskan Candra Sengkala yang berbunyi "Nogo Mulat Saliro Wani". Pintu itu masih bisa dilihat hingga sekarang.
Ki Ageng Selo hidup di masa Kerajaan Demak. Tepatnya pada masa kekuasaan Sultan Trenggana, awal abad ke-16.
Ki Ageng Selo merupakan cucu Raja Majapahit terakhir. Dia juga adalah moyang Panembahan Senapati, pendiri Kerajaan Mataram Islam.
Sebagai salah satu murid Sunan Kalijaga, satu dari walisanga penyebar agama Islam di tanah Jawa Ki Ageng Selo tentu saja mempunyai ilmu kanuragan yang sakti mandraguna
Dia lahir sekitar akhir abad 15 atau awal abad 16. Ki Ageng Selo pernah ditolak menjadi anggota Prajurit Tamtama Pasukan Penggempur Kerajaan Demak.
Ketika ujian mengalahkan banteng, dia memalingkan kepalanya untuk menghindari semburan darah dari kepala banteng yang dipukulnya.
Karena memalingkan kepalanya itu, dia dipandang tidak tahan melihat darah, dan karena itu tidak memenuhi syarat.
Penolakan itu membuat Ki Ageng Selo marah dan berkeinginan mendirikan kerajaan sendiri. Bila cita-cita ini tidak dapat tercapai olehnya sendiri, maka dia mengharapkan keturunannya yang akan mencapainya.
Baca Juga: Kajian Tematik - Hikmah Kesalahan dan Dosa, Khalid Basalamah, Karena Masih Ada Kebaikan
Ki Ageng Selo kemudian pergi ke sebuah desa di sebelah timur Tawangharjo, Kabupaten Grobogan.
Dia hidup sebagai petani dan memperdalam ilmu agama, filsafat serta ilmu untuk memperluas pengaruh kepada rakyat.
Karya Ki Ageng Selo yang dikenal sampai sekarang adalah Pepali Sakti Ki Ageng Selo, yang berisi petuah-petuah tentang perilaku, yang sampai sekarang dilestarikan menjadi kearifan lokal masyarakat Grobogan, Jawa Tengah.
Dia di kemudian hari benar-benar menjadi orang berpengaruh. Desa tempatnya tinggal kemudian dinamakan Desa Selo. Di Desa ini juga Ki Ageng Selo meninggal dan dimakamkan.***