Laksamana Sukardi : Ransom Ware (Bajak Internet, Siapa Berani Lawan?

- 29 Juni 2024, 19:13 WIB
Laksamana Sukardi, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Laksamana Sukardi, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) /

Miri Collegge dan Kim Il Sung

Military University melatih 1000 cyber warriors setiap tahun. Pada umumnya mereka menyerang perusahaan besar dan UKM serta organisasi penting di Korea Selatan.

Menurut Intelijen Korea Selatan, pengeluaran mereka untuk membayar ransom ware di tahun 2020 sebesar US$1,8 billion (kurang lebih Rp30 triliun), meningkat 18 kali lipat dalam 5 tahun. Menurut Komite Pemberian Sangsi terhadap Korea Utara di PBB, penghasilan Korea Utara dari ransom ware mencapai US$316 juta per tahun. Jumlah ini tidak dapat diverifikasi karena membutuhkan kerja sama dengan China (Sumber Nikei Asia research).

Peningkatan serangan bajak internet juga terjadi di Inggris. Lebih dari 2,3 juta serangan terjadi di Inggris ditahun 2023. Perusahaan perusahaan konglomerat dunia juga pernah menjadi korban ransomware, diantaranya adalah; Pabrikan mobil Honda dari Jepang yang mengakibatkan operasi pabrik mereka di Ohio dan Brazil tutup selama 3 hari, selain itu operasi pabrik mobil Honda di beberapa negara yaitu Jepang, Turki, Itali dan Inggris juga mengalami gangguan.

Baca Juga: HEBAT, Syarat Kelulusan SD Islam Al Jamal Kota Tasik, Harus Hafal Satu Juz Al-Quran

Di tahun 2020, Picanol, perusahaan weaving machine maker dari Belgia harus menghentikan operasi nya di China dan Eropa, Di Australia, bahkan perusahaan besar produksi baja Blue Scope juga pernah kena serangan ransomware.

Fresenius perusahaan besar operator rumah sakit terkemuka di Eropa mengalami serangan bajak internet yang mengganggu pelayanan cuci darah terhadap pasien pasien di rumah sakit!

Cyberattacks meningkat sangat drastis dari tahun ketahun. Kerugian keuangan akibat ransom ware meningkat 270% selama 3 bulan di tahun 2020 dengan jumlah sebesar US$8,4 milyar (Rp140 triliun).

Jumlah tersebut sebenarnya jauh lebih besar karena banyak perusahaan perusahaan global yang kena ransomware tidak melaporkan kasusnya dan lebih cenderung membayar uang tebusan (ransom) secara diam diam. Karena hal tersebut dianggap jauh menguntungkan daripada kehilangan pasar dan penurunan harga saham serta integritas keberlangsungan usaha mereka yang jauh lebih besar ketimbang jumlah uang tebusan yang diminta.

Kejadian akhir akhir ini di Indonesia yang mengalami serangan serangan ransom ware di Pusat Data Nasional, Imigrasi, Badan Intelijen Srategis, dan NAFIS Polri telah membuktikan bahwa Indonesia telah menjadi mangsa empuk para bajak Internet untuk mencari uang.

Kelemahan keamanan Siber telah terdeteksi oleh para hackers, karena kita tidak memiliki Fire Wall system yang canggih dan di update terus menerus. Serangan Siber jangan dianggap enteng, karena bersifat “insidious” atau mematikan dan menyebar secara cepat dalam waktu singkat.

Halaman:

Editor: Yedi Supriadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah