PWI Jaya Tularkan Kemampuan Storytelling kepada Mahasiswa

- 15 Agustus 2023, 08:56 WIB
PWI Jakarta Raya turun langsung ke Universitas Mercu Buana Jakarta untuk menularkan kemampuan storytelling kepada mahasiswa
PWI Jakarta Raya turun langsung ke Universitas Mercu Buana Jakarta untuk menularkan kemampuan storytelling kepada mahasiswa /PWI



DESKJABAR - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jakarta Raya  (Jaya) turun langsung ke kampus Universitas Mercu Buana Jakarta. Hal itu bertujuan untuk menularkan kemampuan storytelling kepada mahasiswa.

Storytelling menjadi kebutuhan praktisi untuk bersaing di dalam industri komunikasi. Untuk membekali mahasiswa UMB, diadakan diskusi bertajuk “Berbagi Tips Menulis Storytelling di Media”.

Tampil sebagai pembicara Dwi Wulandari (Editor Majalah MIX), Dudi Iman Hartono (Dosen Ilmu Komunikasi UMB), dan Algooth Putranto (Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya).

Baca Juga: Belasan Pencari Kerja Dididik Siap Kerja di BLK Restu Putri Indonesia yang Dinilai Layak Melatih Pencaker

“Diskusi hari ini merupakan peluang berharga untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan kreativitas dalam menggunakan storytelling sebagai alat untuk menyampaikan pesan dengan lebih efektif,” tutur Dr. Ariani Kusumo Wardhani, Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Kemahasiswaan UMB di Kampus UMB Jakarta, Senin 14 Agustus 2023.

Ariani Kusumo mengatakan, diskusi tersebut merupakan rangkaian pemberian penghargaan Anugerah Jurnalistik MH Thamrin 2023. Penghargaan ini digelar setiap tahun oleh PWI Jaya, yang merupakan puncak karya jurnalistik profesional dan kampus.

Ariani mengungkapkan, Storytelling dalam konteks apa pun memiliki kekuatan luar biasa untuk menginspirasi, memotivasi, dan mengubah pandangan kita.

"Dalam dunia pendidikan, storytelling memiliki peran yang sangat penting dalam membantu para pendidik dan mahasiswa menyampaikan ide, menggugah imajinasi, dan menjembatani pemahaman yang kompleks," katanya.

Sementara itu, Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah mengatakan, kolaborasi kampus UMB dan organisasi wartawan merupakan wujud link and match antara dunia pendidikan dan industri media.

“Kami meyakini kegiatan yang PWI Jaya lakukan hari ini adalah hubungan nyata antara dunia pendidikan dan industri. Mahasiswa mempelajari hal-hal yang terjadi langsung di industri. Sebaliknya, industri menyerap apa yang dikaji dan digeluti secara akademis,” tuturnya.

Baca Juga: Walau Ada Waduk Jatigede Sumedang, Usaha Pertanian Padi Masih Kesulitan Air Saat Kemarau ?

Dalam paparannnya Dwi menjelaskan, kemampuan storytelling tidak hanya untuk pemasar atau pengiklan. Dalam kondisi saat ini, pendekatan storytelling juga digunakan oleh para praktisi public relations (PR) untuk membuat siaran pers yang menarik, sehingga jurnalis sebagai target mereka, mau menjadikannya sebagai bahan pemberitaan.

“Pendekatan storytelling juga bisa digunakan oleh para wartawan untuk membuat artikel, sehingga pembacanya tertarik untuk membacanya sampai tuntas. Bahkan membagikan artikel tersebut kepada komunitasnya melalui platform medai sosial mereka,” tuturnya.

Disampaikan, storytelling bukan sekadar bercerita, tapi harus mampu mengajak audiens untuk merespons, bahkan terlibat atau berpartisipasi dalam cerita tersebut. Sebagian besar interaksi berasal dari hubungan yang sudah dibangun antara storyteller dengan audiens.

Pemaparan ketiga pembicara dalam diskusi tentang storytelling.
Senada dengan Dwi, Algooth juga mengingatkan para mahasiswa agar kembali pada akar storytelling. Ini adalah tradisi dongeng yang akrab dengan semua orang sejak belia dan secara tak sadar terus menerus dikembangkan dalam keseharian.

“Kuncinya adalah menyusun cerita tersebut menjadi menarik dan dekat dengan target audiens. Gunakan bahasa sesederhana mungkin agar dekat pada audiens dan tidak terkesan menggurui. Harus rajin bergaul dan buka mata-telinga pada lingkungan,” tuturnya.

Dudi menambahkan, teknologi membuat storytelling semakin mengarah pada transmedia storytelling. Ini adalah struktur naratif yang dikembangkan melalui dua dimensi yang berbeda, yaitu verbal dan nonverbal dengan menggunakan media, seperti bioskop, komik, televisi, dan video games.

“Patut disadari, generasi Z adalah generasi yang sangat visual. Namun tanpa membaca dan menulis yang baik, proses transmedia storytelling yang dilakukan tidak akan berwujud rapi dan enak untuk dinikmati,” paparnya.

Baca Juga: Musim Kemarau dan Amankan Ketersediaan Air Baku, Ini Strategi Perumda Tirta Sukapura Tasikmalaya

Ketiga pembicara optimistis, transmedia storytelling yang menjadi tren saat ini tidak akan mematikan tuntutan kemampuan membaca dan menulis karena justru tren Alpha; generasi setelah Gen Z, justru merupakan generasi pembaca. Hal ini terlihat dari tren membaiknya penjualan buku ataupun oplah media cetak.

“Jika Anda para Gen Z sekadar melihat tren saat ini, Anda melewatkan kesempatan 10 tahun ke depan. Tren generasi Alpha yang justru cenderung menjauhi smartphone dan media sosial,” ungkap Algooth.***

Editor: Yedi Supriadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x