“Apabila diduga nanti pada saat proses penyidikan sudah tahapan 21 ternyata itu tindak pidana kekerasan seksual nah karena itu harus bisa mengakomodir UU TPKS dan diintegrasikan dengan UU yang sudah ada UU Perlindungan anak dengan sistem peradilan anak.” kata Erlinda.
Dijerat berbagai pasal dalam Undang Undang, hukuman bagi pelaku bisa lebih berat. Mulai dari kurungan sampai bahkan kebiri kimia.
Baca Juga: KASUS SUBANG TERKINI, Apakah Urusan Gaib Akurat ? Yosep Memberi Komentar
UU TPKS juga mengatur adanya restitusi atau ganti rugi kepada korban. “ Nah seperti sekarang bahwa pihak kepolisian dengan sendirinya otomatis harus didalam dia penyidikan, dia memasukkan restitusi juga kepada korban ini,” ujar Erlinda.
Dikatakan, “Terduga pelaku ini harus memberikan restitusi seperti yang ada di UU TPKS.” ujar wanita yang juga menjabat sebagai Ketua Indonesia Child Protection Watch ini.
Saat ini Staf kepresidenan terus berkoordinasi dengan KPPAI dan KPAI juga kepolisian untuk mengetahui perkembangan kasus ini. Kemudian dia mendorong pemerintah daerah untuk membangun Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).
Baca Juga: Di Majalengka, Sekeluarga Mengungsi ke Hutan dari Covid-19, Sang Anak Diasuh Banyak Jin
Karena saat ini, dari 500 lebih kabupaten di seluruh indonesia, hanya separuh yang memiliki UPTD PPA. Padahal UPTD PPA bisa menjadi ruang aman bagi perempuan dan anak.
“Berfungsi sebagai penyelenggara pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, diskriminasi dan masalah lain termasuk kekerasan seksual. Yang kita dorong untuk daerah, UPT sudah ada sayangnya belum terpadu.” tandas Erlinda. ***