Baca Juga: UPDATE Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang, Cari Pria Rambut Model K-Pop Korea
Dengan demikian maka moengkin benar timboel salah mengerti, jang pasti akan menimboelkan lebih banjak balabentjana dan kesengsaraan.
Telah beroelang-oelang orang Indonesia memberi tahoekan bahwa mereka tak sanggoep dan tak soedi menerimaz pendirian pemerintahan pehdjadjahan Belanda dalam
bentoek apapoen djoega, oleh karena, pemerintahan Belanda akan mengalang-alangi kemadjoean. Mereka tak pertjaja lagi akan, oedjoed politik Belanda.
Akan tetapi disamping itoe mereka djoega telah menerangkan, bahwa orang Belanda akan mendapat kedoedoekan sewadjarnja dalam negara Indonesia Merdeka, jang akan menjoembangkan sepenoeh kekajaan benda dan tenaga manoesianja boeat pembangoenan doenia.
Baca Juga: UPDATE Mencari Pembunuh Ibu dan Anak di Subang, Foto Banpol Masih Lemah Buktikan Masuk TKP
Berkenaan dengan kata "extremis" jang berkali-kali dipergoenakan oentoek menamakan semoea atau sebagian dari kaoem nasionalis Indonesia, ketahoeilah bahwa kaoem pasifis, demokrat atau revoloesioner adalah bersatoe dalam satoe teodjoean, jakni kemerdekaan negeri jang ditjintainja, dan pengakoean negerinja oleh doenia internasional sebagai anggota dewasa dalam keloearga bangsa-bangsa merdeka."
Demikian isi pidato Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Achmad Soebardjo pada 13 November 1945. Namun Achmad Soebardjo kemudian berhenti menjadi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia keesokan harinya, pada 14 November 1945, digantikan Sutan Syahrir. (Kodar Solihat/DeskJabar.com)***