Aktivis Perlindungan Perempuan dan Anak Menilai, Pemecatan Siswi SMA Penghujat Palestina Tidak Perlu

- 19 Mei 2021, 14:39 WIB
MS didampingi orangtuanya usai mediasi bersama para pihak di Polres Bengkulu Tengah di Bengkulu, Rabu 19 Mei 2021.
MS didampingi orangtuanya usai mediasi bersama para pihak di Polres Bengkulu Tengah di Bengkulu, Rabu 19 Mei 2021. /ANTARA/Anggi Mayasari/

DESKJABAR – Heboh MS (19), siswi kelas II SMA di Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu yang membuat video penghinaan terhadap Palestina di media sosial TikTok, dan berujung pada pemecatan dirinya dari sekolahnya, mendapat sorotan dari aktivis perlindungan perempuan dan anak.

Direktur Pusat Pendidikan Perempuan dan Anak (PUPA) Susi Handayani mengatakan, mengeluarkan MS dari sekolah adalah bentuk penghukuman yang seharusnya tidak lagi diberikan kepada anak sesuai dengan UU nomor 35 tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Pertama kita semua mengakui apa yang dilakukan anak itu salah tapi yang diberikan seharusnya sanksi yang berdampak baik bagi anak, bukan hukuman. Karena semangat UU Perlindungan Anak tidak ada lagi hukuman bagi anak," kata Susi.

Baca Juga: Jernihnya Air Curug Asih Manawah Batu Mahpar Galunggung, Dipercaya Bisa Membuat Awet Muda dan Perkasa

Bentuk sanksi yang dapat diberikan kepada anak itu menurut Susi antara lain membuat konten pendidikan di media sosial yang ia gunakan dalam durasi tertentu sehingga bentuk sanksi itu mencerahkan bagi dirinya dan pubik.

Ia menilai, kebijakan mengeluarkan anak dari sekolah adalah pola penghukuman karena mengacu pada poin-poin pelanggaran tata tertib sekolah dan hukumannya adalah dikeluarkan dari sekolah dimana seharusnya pola ini tidak diterapkan lagi dalam sistem pendidikan yang memerdekakan.

Selain itu menurut Susi, dalam mediasi dengan berbagai pihak yang digelar beberapa hari lalu, MS seharusnya juga memiliki pendamping karena dalam posisi hanya didampingi orangtua maka posisi MS sangat lemah dan hanya menerima semua keputusan yang ditimpakan padanya.

"Saat anak dihadirkan dalam proses mediasi seharusnya didampingi karena dia dihadirkan sebagai orang yag bersalah tentu ada tekanan psikologis. Maka semua hal dia terima karena posisinya lemah," ujarnya.

Pihak kepolisian sendiri melalui Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Bengkulu Kombes Sudarno, memastikan ujaran kebencian yang dilakukan MS dengan membuat video penghinaan terhadap Palestina di media sosial TikTok, tidak akan berlanjut ke proses hukum.

Baca Juga: Ternyata Memelihara Kucing Itu Bagus untuk Kesehatan, Salah satunya Bisa Menghilangkan Stres

"Kalau di kepolisian sudah selesai. Kemarin yang bersangkutan sudah ditemui baik dari polres setempat maupun dari polda. Dia sudah dinasihati agar lain kali tidak membuat konten yang meresahkan," ujarnya Rabu 19 Mei 2021.

MS sendiri telah menyampaikan permintaan maaf yang telah disebarluaskan di media sosial, dan menyatakan tindakannya itu adalah spontan sebagai bentuk keisengan dengan tujuan mengikuti tren bermedia sosial, dan ia tidak menyangka akan berbuntut panjang.

Adapun pihak sekolah beralasan, keputusan (pemecatan) ini diambil setelah pihak sekolah mengevaluasi tata tertib sekolah dan pelanggaran MS. Hasilnya yang bersangkutan dianggap sudah melampaui ketentuan.

"Keputusan ini diambil setelah pihak sekolah mengevaluasi tata tertib sekolah dan pelanggaran MS dan hasilnya yang bersangkutan sudah melampaui ketentuan," kata Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VIII Kabupaten Bengkulu Tengah, Adang Parlindungan di Bengkulu, sebagaimana dilansir Antara, Rabu, 19 Mei 2021.***

Editor: Zair Mahesa

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x