Hadapi Ancaman Tsunami, BMKG Dorong Membentuk Tsunami Ready Community

26 Juli 2023, 20:30 WIB
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) /@InfoHumasBMKG

DESKJABAR - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mendorong negara-negara rawan tsunami untuk  segera membentuk Tsunami Ready Community.

Menurut Dwikorita langkah ini ditempuh untuk  meminimalisir  risiko tsunami dan jatuhnya korban jiwa.

 

Hal itu disampaikan Dwikorita saat menjadi pembicara dalam forum The Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP) Disaster Resilience Week and the Corresponding 8th Session of the Committee on Disaster Risk Reduction di Bangkok, 24 Juli 2023.

Baca Juga: Jalan Tol Getaci Belum Mencapai Tasikmalaya Hingga Saat Ini, Wakil Bupati Tasikmalaya: Saya Belum Tahu

Dwikorita mengungkapkan ada beberapa kasus tsunami yang pernah terjadi dengan kejadian yang luar biasa seperti tsunami Aceh dan kawasan lainnya.

"Tsunami Aceh 2004, tsunami Samoa 2009, tsunami Chili 2010, tsunami Tohoku Jepang 2011 menjadi bukti bahwa ancaman tsunami ini nyata, ungkap Dwikorita.

Dwikorita melanjutkan bahwa negara-negara rawan tsunami perlu mempersiapkan kesiap-siagaan masyarakat di kawasan pesisir agar masyarakat yang hidup di kawasan ini tahu caranya jika menghadapi bencana yang datang secara tiba-tiba.

Kesiapan menghadapi

Lebih lanjut Dwikorita menuturkan bahwa Tsunami Ready Community sendiri adalah program peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman tsunami dengan berbasis pada 12 indikator terkait aspek penilaian potensi bahaya (assessment), kesiapsiagaan (preparedness) dan respon yang telah ditetapkan UNESCO-IOC.

Tujuannya adalah masyarakat senantiasa siap dan tidak gagap dalam menghadapi ancaman gempa dan tsunami.

Dwikorita menyampaikan bahwa predikat Tsunami Ready Community akan terwujud jika semua pihak terlibat dengan berkolaborasi dan bersinergi, sehingga 12 indikator yang ditetapkan dapat dipenuhi secara optimal.

 

Indikator tersebut diantaranya telah dipetakan dan didesain zona bahaya tsunami; jumlah orang berisiko di dalam zona bahaya tsunami dapat terestimasi; sumber-sumber ekonomi, infrastruktur, dan politik teridentifikasi; serta adanya peta evakuasi tsunami yang mudah dipahami.

 Baca Juga: Siapa Bermain di Belakang Rusaknya Rawa Singkil? Sengkarut Masalah Suaka Margasatwa Aceh yang Belum Teratasi

Hal lainnya adalah informasi tsunami termasuk rambu-rambu ditampilkan di publik; sosialisasi, kesadaran masyarakat, dan edukasi tersedia dan terdistribusi; sosialisasi atau kegiatan edukasi minimal diselenggarakan 3 kali dalam satu tahun; pelatihan bagi dan oleh Komunitas Tsunami diadakan minimal 2 tahun sekali; tersusunnya rencana kontijesi atau respon dalam keadaan darurat oleh komunitas di daerah rawan tsunami; serta terbangunnya kapasitas untuk pengelolaan operasional respons darurat saat tsunami terjadi.

Penutup Dwikorita menyarakan harus tersedia sarana yang memadai dan andal untuk menerima peringatan dini tsunami dari otoritas yang berwenang (dari BPBD) selama 24 jam secara tepat waktu; dan tersedianya sarana yang memadai dan andal untuk menyebarkan peringatan tsunami resmi 24 jam kepada publik setempat secara tepat waktu. ***

Editor: Kodar Solihat

Sumber: BMKG

Tags

Terkini

Terpopuler