Di Tengah Pandemi, Kelompok Wanita Luar Biasa Ini Mengubah Sampah Menjadi Uang

- 30 Oktober 2020, 13:52 WIB
WANITA luar biasa anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) “Srikandi Agri Lestari” Pangandaran, Jawa Barat sedang mengolah pupuk organik  buatannya.
WANITA luar biasa anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) “Srikandi Agri Lestari” Pangandaran, Jawa Barat sedang mengolah pupuk organik buatannya. /DeskJabar/

DESKJABAR - Kebiasaan rutin wanita pada umumnya, biasanya mempercantik diri dan mempersolek wajah di salon kecantikan. Namun berbeda dengan kaum hawa yang berstatus Ibu Rumah Tangga alias IRT ini. Boleh dibilang, mereka sangat luar biasa.

Para IRT yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) “Srikandi Agri Lestari” Dusun Pasirkiara, Desa Karangbenda, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat ini, adalah kumpulan wanita yang memilik visi yang sama, inovatif dan kreatif.

Sejak pandemi Covid-19 merebak, setiap Jumat pagi, mereka disibukkan dengan aktivitas mengolah sampah dan sisa makanan rumah tangga menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat yakni pupuk organik.

 Baca Juga: Tien Nuraesin, Meraih Gelar Sarjana di Usia 78 Tahun

Baca Juga: Penyaluran Tidak Tertib, BPK Diminta Awasi Penyaluran Dana Desa

“Aktivitas ini kami jalani setiap hari Jumat pagi sejak terjadi Covid-19. Alhamdulillah hasil produksi kami saat ini banyak diminati masyarakat sebagai kebutuhan pupuk tanaman”, kata Iah Muslihah, Ketua Kelompok Wanita Tani Srikandi Agri Lestari, Jum'at 30 Oktober 2020.

Menurut Muslihah, kelompoknya mendapat ilmu cara membuat pupuk organik dari petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa. Setelah dibekali cara dan tahapan pembuatannya, kelompok wanita ini  melakukan percobaan. Dan ternyata hasilnya sangatlah maksimal. Akhirnya banyak masyarakat yang berminat dan membelinya.

Merasa mendapat sambutan positif, ungkap Muslihah, lalu disepakati kegiatan produksi pupuk organik dijadikan agenda rutin mingguan, Setiap hari Jumat, memanen pupuk organik yang telah di produksi pada Jumaat sebelumnya. Sekaligus menyiapkan bahan baku untuk kembali dipanen pada Jumat berikutnya.

"Proses dan tahapan pengerjaannya masih dilakukan secara manual dan tradisional karena keterbatasan peralatan modern," ujar Muslihah.

Disebutkan, hasil produksi pupuk organik KWT “Srikandi Agri Lestari” dalam seminggu sekitar 1 kuintal. Belakangan karena seiring semakin banyaknya pesanan dari luar anggota kelompok, maka setiap produksi kuantitasnya terus ditambah.

Baca Juga: Aksi Kawanan Rampok Bermobil Plat B Terekam CCTV, Kerugian Hampir Rp 100 Juta

“Untuk harga penjualan, kepada anggota kelompok pupuk organik dengan berat 20 kilogram harganya Rp 20 ribu. Sedangkan ke luar anggota kelompok Rp 25 ribu/20 kilogram”, ujar Muslihah.

Proses pembuatan pupupk organik, jelas Muslihah sangat sederhana namun perlu ketelatenan agar hasilnya maksimal. Bahan dasar pupuk organik di antaranya, campuran sabut kelapa, kotoran hewan, daun, sampah sayuran, gula pasir dan M4. Setelah berbagai bahan tercampur dengan baik, lalu diratakan dan disimpan dalam plastik untuk dilakukan permentasi selama 1 minggu.

Jika kondisi cuaca cerah, dalam kurun waktu 1 minggu pupuk organik sudah jadi. Namun jika kondisi cuaca sedang musim hujan, pupuk organik baru bisa dipanen setelah 2 minggu. Setelah tahap permentasi selesai, lalu disaring dan diayak menggunakan kawat ram.

"Pada awalnya, kami mengerjakan produksi pupuk organik ini tanpa modal sepeserpun. Belakangan karena banyak peminat yang ingin membeli, sekarang kami sudah punya uang kas kelompok," ungkap Muslihah.

Agar rutinitas pembuatan pupuk organik berkesinambungan, para anggota kelompok dianjurkan untuk menanam tanaman di rumahnya masing-masing. Antara lain kangkung, terong, cabe dan jenis tumbuhan sayuran lainnya.***

Editor: Zair Mahesa


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x