Desy Ratnasari Kritik Aturan Menteri Agama Terbaru Soal Volume TOA Masjid dan Mushala

- 24 Februari 2022, 16:09 WIB
Menag Yaqut Bandingkan Suara Adzan dengan Gonggongan Anjing
Menag Yaqut Bandingkan Suara Adzan dengan Gonggongan Anjing /Pixabay/xegxef

DESKJABAR- Aturan Menteri Agama terbaru soal volume suara toa masjid dan mushala dibatasi menuai polemik, karena pada Menteri Agama sebelum Gus Yaqut yakni Fachrul Razi tidak ada aturan itu.

Malah pada saat Menteri Agama sebelum Gus Yaqut tidak terlalu banyak polemik karena tidak membuat statment yang membuat kegaduhan di publik.

Kritik pedas atas aturan Menteri Agama terbaru itu seperti datang dari Ketua DPW Partai Amanat Nasional Jabar, Desy Ratnasari.

Baca Juga: Konflik Rusia Ukraina Memanas, Rusia Lumpuhkan Pangkalan Udara Ukraina, Ukraina Tembak Jatuh 5 Pesawat Rusia

Menurut Desy Ratnasari, Kementrian Agama seharusnya membantu melatih para muadzin baru agar suara adzan tidak menjadi polemik di tengah masyarakat.

"Terlebih suara adzan sejak dulu sebenarnya jarang dipermasalahkan di Indonesia meski oleh kalangan non muslim sekalipun," kata Desy Ratnasari saat diwawancarai di Kantor DPW PAN Jabar, di Jalan Pelajar Pejuang 45, Kota Bandung pada Kamis 24 Februari 2022.

Menurut Desy pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Coumas yang menyamakan suara adzan dan suara anjing ini harus segera diralat.

Jangan sampai isunya semakin melebar ke hal-hal yang menyangkut lembaga agama atau isu tentang agama itu sendiri di tengah masyarakat.

"Sebenarnya suara adzan kan sudah diatur sejak lama oleh Dewan Masjid Indonesia. Bahkan selama ini pun hampir tidak ada isu yang mencuat di masyarakat akibat suara adzan yang keras, masyarakat kita sesungguhnya telah paham dan menjalankan toleransi antar umat beragama bahkan hal tersebut sudah menjadi nilai-nilai kebangsaan yang mengatakan hargai keragaman. Hal ini juga sudah dijunjung tinggi masyarakat sejak lama," katanya.

Suara adzan ini pun lanjut Desy sebenarnya memang bisa diatur atau disesuaikan dengan kebutuhan dengan catatan masjid yang menyerukan suara berada di wilayah yang mayoritas non muslim.

Meski begitu toleransi umat beragama di Indonesia sudah cukup terjaga selama ini.

Baca Juga: Sandal Tertukar di Mesjid, Bolehkah Mengambil Sendal Orang Lain untuk Gantinya? Begini Kata Buya Yahya

"Saya pernah punya pengalaman di daerah Manado yang mayoritasnya masyarakat non muslim, menyerukan lagu-lagu rohani dan doa-doa pakai pengeras suara yang dapat terdengar oleh masyarakat yang rumahnya jauh dari tempat ibadah tersebut," katanya.

Waktunya pun lanjur Desy dimulai dari waktu subuh hingga matahari terbit. "Bahkan sahabat saya mengingatkan agar saya dapat memahami hal tersebut jika saya nanti subuh merasa terganggu sebagai umat Islam," katanya.

"Jadi saya menilai gunakanlah isu toleransi sesuai konteks dan situasi di mana masyarakat berada. Toleransi hadir karena kita sebagai pribadi-pribadi mengedepankan introspeksi diri dan empati akan kebutuhan orang lain yang hidup berdampingan dengan kita. Orang lain yang memiliki kebutuhan yang berbeda dengan kita," katanya.

Selain itu kata Desy, seharusnya ada peran dari Menteri Agama agar suara adzan ini justru menjadi penenang bagi para pendengarnya.

"Misalnya mengganti microphone agar suaranya jauh lebih enak terdengar di masyarakat. Termasuk kualitas suara dan kemampuan muadzin sebagai SDM yang menyerukan adzan," katanya.

Meski demikian lanjut Desy, pada zaman Nabi saw, sebenarnya memang ada pengecualian untuk suara adzan subuh.

Baca Juga: Film Garis WaktuMulai Ditayangkan di Bioskop, Menkeu Sri Mulyani Saksikan Penayangan Perdananya

"Kalau subuh sengaja muadzinnya adalah mereka yang suaranya kurang bagus, jadi orang-orang segera terbangun untuk menunaikan kewajibannya menjalankan salat," katanya.

Hanya saja pada zaman tersebut, masyarakatnya kata Desy, relatif sudah memiliki keimanan yang kuat, apalagi ada ayat Alquran surat Al Maidah ayat 58 terkait suara adzan maupun ayat Alquran. "Jadi meski dibangunkan oleh suara adzan yang kurang enak, mereka segera menunaikan kewajibannya menjalankan rukun Islam nomor dua tersebut," katanya.

Oleh karena itu kata pelantun lagu 'Tenda Biru' tersebut masalah adzan ini harus segera diselesaikan. "Bentuknya bisa permintaan maaf secara terbuka, oleh Menteri Agama. Permintaan maafnya bisa dengan didampingi oleh tokoh-tokoh Islam yang bersama Pak Menteri," katanya.***

 

Editor: Yedi Supriadi

Sumber: liputan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah