Tentu saja pemerintah harus segera melakukan antisipasi tentang adanya penelitian kegempaan tersebut. Bukan berarti harus menakut nakuti tapi harus ditingkatkan kewaspadaan dan mitigasi serta pendidikan kepada masyarakat serta memperbaiki sarana prasarana pendukung tahan kegempaan.
Sebelumnya pakar kegempaan ITB DR Irwan Meilano S.T. MSc, dan juga ilmuan kegempaan DR Rahma Hanifa dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap hal yang sama dampak dari gempa Megathrush dan juga penyebabnya.
Pakar kegempaan ITB Irwan Meilano dalam webinar tersebut menjelaskan bahwa wilayah Selat Sunda mengalami laju regangan yang tinggi sekitar 3 x 10 pangkat 7 per tahun.
Berdasarkan hasil permodelan, sumber gempa besar (Megathrust) di Selat Sunda berada pada bagian yang dangkal, sehingga berpotensi menghasilkan gempa dan tsunami.
Jangan lupa juga di selat Sunda menurut Irwan Meilano ada sesar Sumantera yang masuk ke Selat Sunda dan juga wilayah Selat Sunda yang sangat dekat dengan trens.
Sehingga bisa memincu gempa bumi dan juga terjadi tsunami di wilayah tersebut potensi yan cukup besar.
Sementara itu, peneliti dari BRIN Nuraini Rahma Hanifa menyatakan bahwa dalam penelitiannya menyebut dalam jangka 300 tahun setelah dulu terjadi gempa besar, siklusnya akan terjadi gempa besar lagi.
"Tahun 2020 mengupdate, bagaimana tentang gempa pulau Jawa, kenapa akan ada gempa 8.7 karena dihitung dari 300 tahun lalu terjadi gempa kemudian dihitung dari luasan bidang robekan sepanjang 250 km, sedangkan pergeseran gempa dari akumulasi 4 cm pertahun sehingga akan diperkirakan akan terjadi gempa besar setelah 300 tahun itu dengan ekuatan gempa 8.7 magintudo," ujar Nuraini Rahma saat menjadi pembicara dalam webinar tersebut.