Syekh Abdul Muhyi pernah menuntut ilmu di Pesantren Kuala Aceh selama delapan tahun. Ia kemudian memperdalam Islam di Baghdad pada usia 27 tahun dan menunaikan ibadah haji.
Setelah berhaji, Syekh Abdul Muhyi kembali ke Jawa untuk membantu misi Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. Awalnya Syekh Abdul Muhyi menyebarkan Islam di Darma, Kuningan, dan menetap di sana selama tujuh tahun.
Selanjutnya, ia mengembara hingga ke Pameungpeuk, Garut selatan, selama setahun. Syekh Abdul Muhyi melanjutkan pengembaraannya hingga ke daerah Batuwangi dan Lebaksiuh di Kabupaten Tasikmalaya.
Setelah empat tahun menetap di Lebaksiuh, ia bermukim di dalam goa (sekarang dikenal sebagai Goa Safarwadi) untuk mendalami ilmu agama dan mendidik para santrinya. Bersama para santrinya, Syekh Abdul Muhyi menyebarkan Islam di Kampung Bojong, sekitar 6 km dari goa.
Sekarang tempat itu lebih dikenal sebagai Kampung Bengkok. Sekitar 2 kilometer dari Bojong, ia mendirikan perkampungan baru yang disebut Kampung Safarwadi. Kampung itu kemudian berganti nama menjadi Pamijahan, yang artinya tempat ikan bertelur (memijah).
Di Lebaksiuh Syekh Abdul Muhyi menetap dan mensyiarkan Islam, sambil terus berupaya mencari keberadaan goa yang dimaksud Syekh Abdurrauf.
Akhirnya Sykeh Abdul Muhyi menemukan goa yang dimaksud gurunya pada usia 40 tahun. Goa itulah yang dinamakan Goa Pamijahan. Setelah menemukan gua tersebut, Syekh Abdul Muhyi dan keluarganya pindah dan mulai menyebarkan ajaran tarekat Syattariyah.
Murid-murid Syekh Abdul Muhyi diantaranya yakni Sembah Khotib Muwahid, Eyang Abdul Qohar, Sembah Dalem Sacaparna yang juga mertuanya dan Sembah Dalem Yudanagara.
Di Kampung Pamijahan itu, ia mendirikan rumah tinggal dan masjid -sekarang menjadi kompleks Masjid Agung Pamijahan-sebagai tempat beribadah dan pusat pendidikan Islam.