“Sekarang ini semangat berbagi, tolong menolong di masyarakat semakin masif. Masyarakat yang berkecukupan membantu mereka yang terdampak pandemi. Semangat saling mengingatkan antar sesama juga semakin bagus,” ujar Aat.
Dalam pandangan Aat, semangat silih tulungan memang masih hidup dalam pranata sosial masyarakat Jawa Barat.
“Akan lebih bagus lagi bila tadisi silih tulungan tidak hidup secara sporadis tapi menjadi kesadaran kolektif. Bila kesadaran kolektif terbentuk, maka akan menjadi karakter atau ciri mandiri masyarakat Jawa Barat,” jelas Aat.
Ia menilai, warga Jabar akan mengalami kerugian dua kali bila tidak dapat memetic hikmah dari kejadian pandemi.
“Alangkah malangnya jika, sebagai sebuah kaum, kita tak pandai memetik hikmah di balik wabah ini. Rugi karena dua tahun banyak yang terpapar dan meninggal, dan rugi karena perekonomian terpuruk. Kita tentu ingin segera keluar dari pandemi. Mari kita gelorakan semangat silih tulungan dengan menjalankan prokes secara ketat. Tong nepaan, entong katepaan. Itu melalui prokes,” kata Aat.
Sementara itu, Ketua Divisi Komunikasi dan Gerakan Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah Jabar Eric Wiradipoetra mengatakan, tolong-menolong, yang merupakan bagian budaya Jabar, menjadi modal penting untuk bangkit dan pulih dari kesulitan ekonomi akibat hantaman pandemi COVID-19.
Satu setengah tahun pandemi berlangsung, banyak masyarakat terdampak secara ekonomi.
Ada yang kehilangan pekerjaan, ada yang tidak bisa berjualan, ada yang dipotong gaji, ada juga yang dirumahkan tanpa penghasilan.
Menurut Eric, situasi serba sulit tersebut dapat diatasi apabila kebersamaan dan tolong-menolong mengalir deras di tengah masyarakat. Sebab, dua hal tersebut menjadi modal dasar memulihkan ekonomi.