Ngabedahkeun Balong, Tradisi Persiapan Makan Ikan Saat Lebaran di Jawa Barat Menjadi Kenangan Keceriaan

- 9 Mei 2021, 11:07 WIB
Tradisi ngabedahleun balong menjelang Lebaran di Garut, Jawa Barat tahun 1940
Tradisi ngabedahleun balong menjelang Lebaran di Garut, Jawa Barat tahun 1940 /Nationaal Museum van Wereldculturen Belanda/

DESKJABAR – Diantara masyarakat Jawa Barat, terutama di Priangan Timur (Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Sumedang), Cianjur, Kuningan, Purwakarta, dan Majalengka masih cukup banyak memiliki kolam ikan di pekarangan.

Adalah tradisi “ngabedahkeun balong” atau memanen ikan, saat menjelang Lebaran Idul Fitri, yang kini masih ada walau tinggal sedikit.

Biasanya, masyarakat yang memiliki kolam, mengambil ikan-ikan yang ukurangnya paling besar, sebagai suguhan istimewa untuk keluarga dan kerabat saat Lebaran.

Baca Juga: Lebaran, Kaleng Khong Guan Sering Menjadi Tebak-tebakan Isinya, Asli atau Raginang ?

Bahkan, dalam tradisi “nganteuran”, juga sampai tahun 1980-an, masih umum, orang-orang desa menyimpan ikan-ikan yang ukurannya paling besar untuk dikirimkan kepada saudara-saudaranya yang berada di kota.

Dahulu, ikan-ikan air tawar yang dipelihara oleh masyarakat di Jawa Barat adalah ikan emas, ikan mujair (mujaer), ikan gurame, ikan tawes, dll. Namun kini umumnya tinggal ikan gurame, ikan nila, ikan mujair, dimana ikan emas tinggal sedikit.

Salah seorang warga senior di Limbangan, Garut, Dede Ramdan (51) mengatakan, bahwa tradisi ngabedahkeun balong sebenarnya kini masih ada, walau tak sebanyak zaman dahulu. Apalagi, masyarakat Jawa Barat, terutama Priangan Timur, masih memiliki kultur kegemaran menyantap ikan air tawar.

Baca Juga: Warga Palestina Kembali Bentrok dengan Polisi Israel di Malam Lailatul Qodar, 64 Terluka

Ia mengenang, tradisi ngabedahkeun balong masih melekat sampai sekitar tahun 1980-an dan 1990an. Biasanya, saat ngabedahkun balong, suasananya ramai, karena banyak yang ikut membantu menyurutkan air kolam lalu mengambil ikannya.

“Wah, ramai suasana ceria pokoknya, kalau setiap ada yang sedang ngabedahkeun balong. Kegembiraan semakin bertambah, ketika melihat ada ikan-ikan yang ukurannya paling besar,” ujar Dede Ramdan.

Apalagi, katanya, jika suatu saat bersamaan, ada lebih dari satu kolam yang sedang ngabedahkeun balong, ikan-ikan paling besar yang diperoleh, kemudian saling ditunjukan satu sama lain.

Baca Juga: Pentas Seni Ngabuburit Saalam Ramadan: Ajang Kreativitas Seniman Garut di Tengah Pandemi

Keceriaan

Kenangan serupa dilontarkan warga Kecamatan Tanjungsari, Sumedang, Ece (48), yang mengatakan, sampai tahun 1980-1990, masih cukup banyak yang memiliki kolam ikan, misalnya di Kampung Pangkalan, Desa Margajaya, juga di Desa Citali, dll.

“Saat itu, ngabedahkeun balong memang merupakan momen yang ditunggu menjelang Lebaran. Suasanannya sangat ceria, sangat banyak orang ikut ramai di kolam, pemiliknya mengambil yang paling besar, sedangkan tetangga mengambil yang ukuran cukup,” kenangnya.

Namun kini sejak tahun 2019, ditunjukan, bahwa yang memiliki kolam ikan, menjadi lebih banyak difungsikan sebagai usaha kolam pancing.

Baca Juga: Sinopsis Hercai season 3 Minggu 9 Mei 2021 : Sempat Di Penjara, Cihan Bebas Bekat Pernyataan Azize

Munculnya kolam-kolam baru ikan memang ada, namun lebih banyak digunakan sebagai kolam pancing. Mengapa demikian, karena diusahakan untuk tempat memancing, perputaran uangnya lebih cepat dan serta keamanannya.

Tradisi ngabedahkeun balong pun sudah menjadi perhatian pemerintah kolonial Belanda (sampai tahun 1942), bahkan sejumlah suratkabar berbahasa Belanda sampai tahun 1957.

Catatan dari Koninklijke Bibliotheek Belanda, menyebutkan, pada masa-masa itu, ikan air tawar menjadi salah satu komoditas paling penting menjelang Lebaran, bersama beras.

Pada masa-masa itu, pergerakan harga ikan air tawar menjadi perhatian setiap menjelang Lebaran. Sebab, orang-orang Sunda dan Indonesia lainnya, diketahui masih budaya sangat menggemari makan ikan. ***

 

 

 

Editor: Kodar Solihat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah