Disebutkan Herlambang masalah muncul lantaran para oknum diduga berlindung dibalik Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang mengatur mekanisme penyelesaian kewajiban antara kreditur dan debitur.
"Contoh banyak kreditur bukan preferen, tidak mendapat informasi secara gamblang dari oknum tertentu. Tapi mereka didorong untuk memohon kepailitan, misal kepada perusahaan properti yang saat ini sedang rawan dipailitkan," tuturnya.
Baca Juga: KOTA BANDUNG Bertambah 3000 Orang Warga Miskin nya: Simak Penjelasannya Dibawah ini
Informasi yang tidak benar akibatnya berpotensi merugikan kreditur karena tidak mengetahui perusahaan yang dipailitkan kaitannya dengan utang piutang, pajak atau soal kepemilikan aset perusahaan.
Potret tersebut membuat potensi kembalinya uang kreditur kecil. Alih-alih uang kembali, hal tersebut malah bisa merugikan kreditur.
Ini jelas sangat merugikan kreditur yang bukan kreditur preferen karena
pengembalian pada posisi tahap terakhir itupun tidak serta merta uangnya kembali karena berdasarkan pengaturan kurator.
"Belum lagi kalau aset yang dipailitkan nilainya lebih kecil dari nilai yang harus dibauarkan kepada pihak Kreditur. Kalaubsudah begitu kreditur yang tidak puas memiliki beban karena harus menempuh upaya hukum lagi," paparnya.
Baca Juga: Presiden Joko Widodo Cabut Perpres Insvestasi Industri Miras di Indonesia
Modus lain yang digunakan sambung Herlambang adanya pihak-pihak yang diduga ikut bermain untuk mendapatkan aset murah dari perusahaan yang dipailitkan.
" Ada para distressed investors yang biasanya membidik perusahaan yang mengalami masalah keuangan sasaranya biar dapat aset dengan harga yang murah," imbuhnya