Peuyeum Sampeu,  Di Zaman Kolonial Sangat Disukai Orang-orang Eropa, SEJARAH JAWA BARAT

- 26 Februari 2021, 18:57 WIB
Membersihkan singkong untuk dibuat peuyeum sampeu, tahun 1915
Membersihkan singkong untuk dibuat peuyeum sampeu, tahun 1915 /KITLV Universiteit Leiden Belanda

DESKJABAR – Makanan peuyeum dikenal sebagai salah satu makanan khas masyarakat Sunda, Jawa Barat, yang oleh orang Indonesia disebut tape atau tapai.

Peuyeum yang dikenal khas produksi masyarakat Sunda, biasanya yang terbuat dari sampeu atau orang Indonesia menyebutnya singkong. 

Makanan peuyeum sampeu memiliki rasa manis asam, dengan tekstur yang empuk. Makanan peuyeum sampeu bukan hanya langsung dimakan, juga dapat dibuat olahan makanan lainnya.

Di Jawa Barat, makanan peuyeum masih diproduksi dan diperdagangkan pada sejumlah tempat, misalnya di Tanjungsari (Sumedang) yang dikenal sebagai Peuyeum Bandung, di Sukatani (Purwakarta) dikenal sebagai peuyeum Bendul, dan Padalarang (Bandung) juga sebagai peuyeum Bandung, dll.

Baca Juga: Mata Najwa Trans 7 Pindah Studio Karena Terdampak Banjir. Najwa Shihab: Yang jelas Ukurannya Lebih Kecil

Makanan penting

Namun sebenarnya, makanan peuyeum sampeu atau peuyeum singkong sebagai makanan khas Sunda ini, sudah dikenal sejak zaman kolonial Belanda sebelum abad ke-20 lalu.

Berdasarkan sejumlah arsip dikumpulkan DeskJabar dari Koniklijke Bibliotheek Belanda, peuyeum sampeu sebagai makanan khas orang Sunda mulai dikenal orang-orang Eropa, terutama Belanda pada tahun 1890-an.

 

Salah satu cerita tentang digemarinya peuyeum oleh orang Eropa terbitan tahun 1948
Salah satu cerita tentang digemarinya peuyeum oleh orang Eropa terbitan tahun 1948 Koninklijke Bibliotheek Delpher Belanda

Salah seorang penggemar makan peuyeum sampeu, adalah biarawati terkenal di kalangan masyarakat dunia pemeluk agama Katolik Roma, yaitu Agnes Gonxha Bojaxhiu atau dikenal dengan Bunda Teresa (1910-1997).

Bunda Teres adalah biarawati berwarganegara India yang lahir di Turki, namun aslinya berdarah Albania.

Bunda Teresa memiliki catatan mengunjungi banyak negara di dunia, berkaitan misinya, melayani orang miskin, sakit, yatim piatu dan orang sekarat.

Baca Juga: Gubernur Jabar Berpesan Kepada Lima Kepala Daerah Dilantik, Tolong Jaga Benteng Intregritas

Diberitakan De koerier terbitan 29 Oktober 1932, saat itu Bunda Teresa mengunjungi Cicalengka, di tenggara Bandung. Niatnya saat itu adalah mengunjungi sebuah yayasan Katolik sekaligus berwisata menikmati keindahan alam Cicalengka.

Salah satu catatan dalam berita itu, bahwa Bunda Teresa di Cicalengka, Bunda Teresa sangat menikmati makanan lotek (namun disebut pula pecel), lalu sore hari menikmati suguhan minum teh dengan dua potong peuyeum sampeu.

Disebutkan pula, bahwa saat itu, makanan peuyeum sampeu termasuk menjadi oleh-oleh yang paling dinanti masyarakat Eropa. Karena itu, peuyeum sampeu termasuk makanan penting pada masa itu.

Baca Juga: Wakil Bupati Pangandaran Ujang Endin Indrawan Berikrar Tepati Janji Saat Kampanye, Gajinya Dishodaqohkan 

Sangat bergizi

Bahkan, sampai menjelang pecahnya Perang Dunia II di Asia Tenggara, sejumlah suratkabar memberitakan, makanan peuyeum sampeu sangat dikenal dan disukai masyarakat Eropa yang bermukim di Jawa Barat.

Gambaran ini, diantaranya seperti diberitakan, De Indische courant terbitan 12 Oktober 1939, memuat tulisan sejumlah makanan khas orang Sunda, salah satunya adalah peuyeum sampeu.

Dalam berita itu disebutkan, bahwa peuyeum adalah potongan putih singkong yang difermentasi, yang menebarkan ragi yang kuat dan kandungan alkohol. 

Diberitakan pula, bahwa peuyeum sangat enak jika dimasak dengan cara dipanggang. Peuyeum adalah makanan khas Sunda yang sangat bergizi.

Baca Juga: Sumedang Menjadi Percontohan Budidaya Ikan Kancra Torsoro, Pendapatan Pembudidaya Rp 8,7 Juta Per Bulan

Kultur menanam singkong di Tanjungsari, Sumedang tahun 1950, dimana sampai kini dikenal sebagai sentra produksi peuyeum di Ciayunan
Kultur menanam singkong di Tanjungsari, Sumedang tahun 1950, dimana sampai kini dikenal sebagai sentra produksi peuyeum di Ciayunan Tropenmuseum-Nationaal Museum van Wereldculturen Belanda

Zaman perang

Kegemaran makan peuyeum sampeu, rupanya juga masih berlanjut sampai era masa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1947.

Bahkan, orang-orang Tionghoa pada masa-masa itu ternyata banyak menyukai makan peuyeum sampeu.

Namun diberitakan Algemeen Indisch dagblad terbitan 5 September 1947,  ada dua anak-anak Tionghoa yang kemudian keracunan akibat menyantap peuyeum sampeu. Salah seorang diantaranya kemudian tewas.

Disebutkan, penyebab tewasnya anak tersebut, karena mereka menyantap peuyeum sampeu saat perut kosong.

Baca Juga: SIMAK Kronologi Seorang Wanita Lansia Dibantai hingga Tewas oleh Pembantu Rumah Tangga

Dalam berita itu disebutkan pula, bahwa produksi makanan peuyeum memerlukan keahlian, agar kualitasnya bagus.  

Bahkan, muncul himbauan,  “Para pencinta makanan peujeum sampeu, jangan pernah memakannya dengan perut kosong. Sebaiknya, makanan peuyeum dipanggang atau disangrai, sehingga peluang terjadinya keracunan menjadi lebih kecil. Berhati-hatilah!” (Kodar Solihat/DeskJabar) ***

 

 

 

Editor: Kodar Solihat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah