Anton Charliyan, Kualat Jika Jawa Barat Diganti Jadi Provinsi Sunda

17 Oktober 2020, 10:17 WIB
ANTON Charliyan.* /

DESKJABAR - Nama provinsi Jawa Barat tidak perlu diganti menjadi provinsi Sunda. Kalau dipaksakan juga, nanti malah kualat. Nama provinsi Sunda rawan memunculkan semangat egosentris kesukuan.

Hal itu ditegaskan mantan Kapolda Jabar Irjen Pol (Purn) Anton Charliyan, menanggapi munculnya wacana adanya keinginan dari sejumlah orang untuk mengganti Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda.

Anton yang juga mantan Kadiv Humas Polri mengingatkan, sejak Sumpah Pemuda dicetuskan pada 28 Oktober 1928, Bangsa Indonesia telah berikrar berbangsa satu Bangsa Indonesia. Kemudian setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 Bangsa Indonesia telah berikrar pula membentuk satu Negara yakni NKRI tidak lagi mengedepankan ego-ego kedaerahan, tanpa mengurangi kebesaran dan eksistensi keberagaman berbagai suku yang ada di Bumi Nusantara ini.

“Makanya ada semboyan Bhineka Tunggal Ika. Meski berbeda-beda tetapi tetap satu”, tegas Bah Anton panggilan akrabnya, dalam perbincangan dengan DeskJabar, Jumat malam, 16 Oktober 2020 di Tasikmalaya

Baca Juga: Ulah Menggambar Kartun Nabi Muhammad Kembali Terjadi, Pelakunya Tewas Ditikam

Esensi dari semboyan itu, kata pendiri dan Ketua Forum Silaturahmi Sunda Sadunya (FS3), salah satunya diwujudkan dalam pembentukan awal nama-nama provinsi yang ada di wilayah NKRI. Para “fuonding father” kita telah sepakat –nama provinsi-- tidak berdasarkan atas nama sebuah suku atau etnis tapi berdasarkan nama pulau-pulau besar.

Maka kemudian, lanjut Anton, lahirlah nama Provinsi yang diambil dari nama pulau besar. Misalnya, di Pulau Sumatera  ada Sumatera Utara tidak bernama Provinsi Batak. Sumatra Barat tidak jadi provinsi Minang. Sumatera Selatan tidak jadi Provinsi Palembang. Begitu juga dengan Kalimantan yang sukunya bermacam-macam, ada  Dayak, Banjar, Melayu, Tionghoa, dll.

“Jika atas dasar nama suku –di Kalimantan-- mana kira-kira yang akan dijadikan nama provinsi.  Dayak. Melayu atau Banjarkah?, karena di tiap wilayah suku-suku tersebut tersebar hampir merata”, kata Anton.

“Tidak bisa dibayangkan bila nama provinsi berdasarkan suku. Di Nusantara ini ada sekitar 700 suku. Berarti harus ada 700 provinsi. Karena jika tidak, akan menjadikan kecemburuan bagi Suku lain yang tidak jadi nama provinsi”, kata Anton lagi. 

Baca Juga: Tujuh Daerah di Jabar Berisiko Rendah Persebaran Covid-19, Ini Dia Wilayahnya

Demikian halnya dengan Jawa Barat yang walaupun dominan suku Sunda, tidak otomatis harus jadi Provinsi Sunda. Karena di Jawa Barat juga sejak dulu sudah jadi wilayah yang multi etnik. Ada Sunda, Jawa, Melayu, Cirebon dll. Penamaan dengan kata Jawa bukan berarti  sebagai simbol suatu suku atau etnik tertentu. Tapi lebih kepada nama pulau yakni  Pulau Jawa.

“Masa nanti ada mama Provinsi Jawa Timur tapi tidak ada Jawa bagian Baratnya ?. Jakartapun tidak jadi Provinsi Betawi. Maluku tidak jadi Provinsi  Ambon. Bali juga jadi Provinsi Bali bukan karena nama etnisnya tapi karena nama pulaunya,  Bali ", jelas Anton.

Demikian juga dengan Riau, Babel, Aceh. Lampung, Banten dan seterusnya bukan atas nama etnis atau suku. Tapi semuanya atas dasar nama daerah atau wilayah yang memang namanya  itu. “Sekarang saya  tanya; provinsi mana di Indonesia yang dinamai atas nama etnis atau suku tertentu? Saya rasa tidak ada..!”, tegas Anton. 

Bah Anton berharap, sudahilah mempermasalahkan suatu masalah yang bukan masalah. Masih banyak hal lain yang lebih bermanfaat selain hanya mempermasalahkan atau berkeinginan untuk ganti nama. Masalah Covid-19, kemiskinan, pengangguran dan seribu masalah lainnya kini menunggu uluran tangan anak bangsa untuk bersama-sama menanggulanginya.

Baca Juga: Cristiano Ronaldo Bantah Langgar Protokol Kesehatan, Kembali ke Italia dengan Ambulans Udara

“Mengganti –Jawa Barat-- dengan nama baru berdasarkan nama etnis akan memunculkan masalah baru yang tidak sederhana, yang –justru-- akan mengancam rasa persatuan dan kesatuan menjadi rasa ‘persatean’ dan ‘kesukuan’. NKRI makin terpecah-pecah, tersekat-sekat, terjebak dengan semangat kesukuan menuju ke arah stereotif etnik negatif”, kata Anton.

Di akhir perbincangannya, budayawan Sunda kelahiran Tasikmalaya Jawa Barat ini mengaku sepakat dengan  pendapat para pakar lain yang mengatakan, bahwa berbicara Sunda bukan hanya sekedar sebuah suku, bahasa atau etnik tertentu. Tapi lebih besar dari itu, Sunda merupakan sebuah sejarah yang masih menjadi misteri. Sunda merupakan sebuah ajaran, bahkan Sunda merupakan sebuah peradaban besar di masa lalu.

“Makanya –kita mengenal-- ada nama Sunda Land, Sunda Besar, Sunda Kecil, Selat Sunda, Gunung Sunda Purba dll. Bahkan nama Sunda ada tersebar di sejumlah Negara di belahan dunia ini. Sunda bukan hanya sekedar sebuah teritori atau nama wilayah saja. tapi Nama Sunda jauh lebih besar dari itu. Jangan kerdilkan nama Sunda ini dengan hanya sekedar menjadi nama sebuah Provinsi nanti malah kualat deh..!”, tegas Anton.***

Editor: Zair Mahesa

Tags

Terkini

Terpopuler