DESKJABAR – Undang Undang Ghetto yang diluncurkan Pemerintah Denmark mendapat kritik dari para penggiat hak asasi manusia, termasuk dari PBB, karena undang undang dinilai rasial dan hanya menyasar penduduk non-kulit putih.
Menteri Dalam Negeri Denmark Kaare Dybvad Bek mengemukakan, terlalu banyak orang asing non-Barat di satu wilayah dinilai bisa meningkatkan risiko munculnya masyarakat paralel agama dan budaya.
"Kita perlu lebih baik dalam menyebarkan budaya sehingga tidak semua pelaku kekerasan hidup bersama dan memperkuat norma yang biasa mereka lakukan."
Undang Undang ini disahkan pada tahun 2018, sebagain bagian dari skema menuju “Satu Denmark tanpa Masyarakat Paralel: Tanpa Ghetto pada 2030 ″. Dalam undang undang tersebut, dalam satu wilayah miskin tidak boleh ada penduduk non-barat lebih dari 50 persen.
Pemerintah baru-baru ini mengusulkan pengurangan batas hingga 30 persen dalam 10 tahun ke depan.
Penggusuran non-Kulit Putih
Berbagai badan PBB telah mengkritik undang undang tersebut, terutama dalam sebutan pemerintah Denmark sebagai "non-Barat".
Baca Juga: Kecamatan Antapani Catat Konfirmasi Aktif Covid-19 Tertinggi di Kota Bandung