Rekam Jejak Gedung Pemancar Radio Malabar di Kawasan Wisata Gunung Puntang, Pemancar Nirkabel Pertama

- 9 Januari 2023, 07:37 WIB
Reruntuhan Gedung bekas Pemancar radio pada masa Hindia Belanda  yang ada kawasan wisata Gunung Puntang, kini banyak dimanfaatkan untuk spot foto
Reruntuhan Gedung bekas Pemancar radio pada masa Hindia Belanda yang ada kawasan wisata Gunung Puntang, kini banyak dimanfaatkan untuk spot foto /Dicky Harisman/DeskJabar/

 

DESKJABAR – Kawasan wisata Gunung Puntang yang ada di Kabupaten Bandung menyimpan sejarah komunikasi yang hingga sekarang sisa reruntuhannya masih ada, tepat dibawah kaki gunung Puntang.

Dan kawasan reruntuhan bekas gedung pemancar yang jadi saksi bisu kecanggihan teknologi manusia dalam bidang komunikasi itu, menjadi area wisata terpadu, sebuah kolam yang disebut sebagai kolam cinta. Berada tepat di bekas reruntuhan gedung pemancar radio tersebut.

Di sebelah kanannya terdapat kafe outdoor bernama kafe BERG yang menjadi viral setelah muncul dalam postingan di sosial media sebagai caffenya anak muda yang mengusung konsep cafe menyatu dengan alam.

Baca Juga: Healing Good Ngafe di Hutan Sambil Menikmati Senandung Pucuk Pinus di Kawasan Wisata Gunung Puntang

Reruntuhan bekas gedung pemancar radio itu memiliki sejarah yang cukup panjang. Aktivitas serta hancurnya gedung pemancar radio ini lekat dengan sejarah gerakan Bandung Lautan Api.

Di kawasan ini dulu pernah berdiri sebuah bangunan besar yang merupakan gedung pemancar radio VLF (very low frecuency) pemancar ini konon digunakan pemerintah Hindia Belanda untuk berkomunikasi ke Belanda.

Pemerintah Hindia Belanda yang ada di Bandung berkomunikasi dengan stasiun radio yang menerimanya yang berada di sebuah pedesaan di kawasan Sambeek Belanda yaitu Kootwijk. Maka pemancarnya disebut juga radio Kootwijk.

Mulai didirikan pada tahun 1917 dan diresmikan pada tahun 1923, pemancar radio Malabar ini memilik ukuran yang luar biasa besar bila dibandingkan dengan pemancar radio saat ini.

Baca Juga: Inilah Tempat Kuliner yang Cozy, Unik, Konsepnya Ngaliwet di Bogor Terkenal dengan Rempah Nusantara Enak

Antenanya memilki panjang 2 Km merentang di antara celah Gunung Malabar dan Gunung Haruman.

Daya pancarannya adalah 2.400 KW (Ketika menggunakan mesin Arc Poulsen) dan 400 KW (dengan mesin Telefunken).

Kebutuhan listriknya dipasok dari sebuah pembangkit listrik yang khusus dibuat untuk itu di Pangalengan Kabupaten Bandung (sekarang bernama PLTA Lamajan).

Jarak komunikasi yang ditempuh ke Belanda adalah sejauh 12.000 KM. Sebuah jarak yang bahkan lebih jauh dari komunikasi yang pernah dilakukan oleh pelopor komunikasi telegrafi dalam sejarah dunia Guglilelmo Marconi untuk itulah cdvandt.

Org menyebut radio Malabar sebagai World’s Most Powerful Arc Transmiter Ever (pemancar Ark terbesar sedunia yang pernah ada).

Baca Juga: PREVIEW Vietnam Vs Indonesia Semifinal Leg 2 Piala AFF 2022 Mitsubishi Electric Cup, Vietnam Raih 2 Keuntungan

Pendiri radio Malabar Dr. Cornelius Johannes de Groot – PK 1A (1883-19927) yang sekaligus menjadi Direktur pertama stasiun pemancar ini.

Semasa kepemimpinannya de Groot banyak melakukan experiment bagi kelancaran operasi radio Malabar, sesuatu yang ia sendiri sejak kecil gemar melakukannya dalam bidang amatir radio. Bukan sekedar hobi, ia pun menempuh jalur akademis

Gelar doktornya diperoleh setelah mempertahankan thesis dengan judul “De Invloed Van Het Tropisch Klimaat op de Radioberbinding” (The Influence of the Tropical Climate on the radio Connection).

Untuk mengenang jasanya nama sang pendiri menjadi sebuah nama jalan di Bandung yaitu Grootweg. sekarang namanya menjadi Jalan Siliwangi.

Hancurnya radio Malabar diawali dengan berita akan masuknya tentara Jepang ke Bandung pada tahun 1942.

Baca Juga: DI Pasar Bahagia Garut, Pembeli Cukup Bayar dengan Doa Apa Saja, Belanja Sambil Ibadah

Karena khawatir pemancar tersebut akan digunakan untuk kampanye oleh pihak Jepang, beberapa pegawai menghancurkan sendiri beberapa peralatan penting, sehingga radio Malabar sama sekali tidak bisa beroperasi.

Tahun 1945 beberapa mesin dipindahkan ke stasiun pemancar lain yang ada di Dayeuh Kolot. Tahun 1946, radio Malabar dihancurkan total oleh pejuang Indonesia menggunakan dinamit, peristiwa ini merupakan sala satu yang ada dalam sejarah Bandung Lautan Api.

Adapun sebagai penunjang komunikasi pada saat itu, di sekitar lokasi Stasiun Radio Malabar turut dibangun komplek perumahan dengan segudang fasilitas lengkap untuk para pegawai di sana.

Lagu “Halo-halo Bandung”, lagu perjuangan yang dinyanyikan oleh seniman Ismail Marzuki dalam menggambarkan perjuangan pahlawan setempat saat peristiwa Bandung Lautan Api.

Namun tahukah jika ucapan tersebut sebetulnya sudah tercetus sejak awal stasiun radio itu berdiri.

Kala itu ucapan "Hallo Bandoeng" digunakan operator telegraf di Malabar dan di Stasiun Radio Kootwijk Belanda sebagai sapaan pertama sebelum memulai komunikasi lintas benua.

Selain digunakan sebagai tanda komunikasi, Hallo Bandoeng juga sempat dijadikan lagu oleh seorang warga Belanda bernama William Frederik Christiaan Dieben yang ia nyanyikan dengan iringan orchestra hingga jadi terkenal. ***

Editor: Ferry Indra Permana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x