Petani Lada Sumedang Lakukan Hilirisasi, Olah Bahan Mentah dan Menjual dalam Kemasan Botol Cantik

- 11 Maret 2024, 09:45 WIB
Dangiang Pepper, lada dalam kemasan botol produksi UMKM Kelompok Tani Dangiang Sukatani Dusun Ciburulung, Desa Sukatani, Kecamatan Tanjungmedar, Kabupeten Sumedang, Jawa Barat
Dangiang Pepper, lada dalam kemasan botol produksi UMKM Kelompok Tani Dangiang Sukatani Dusun Ciburulung, Desa Sukatani, Kecamatan Tanjungmedar, Kabupeten Sumedang, Jawa Barat /Dok Poktan Dangiang Sukatani /

DESKJABAR - Meniru strategi program hilirisasi Presiden Jokowi, UMKM yang tergabung dalam Kelompok Tani (Poktan) Dangiang Sukatani di Dusun Ciburulung, Desa Sukatani, Kecamatan Tanjungmedar, Kabupeten Sumedang, Jawa Barat kini melakukan terobosan.

Poktan Dangiang Sukatani yang mengkhususkan diri fokus pada budi daya rempah-rempah jenis lada, berupaya keras agar UMKM naik kelas. Kini tidak lagi menjual bahan mentah namun sudah dalam produk jadi siap pakai. 

Trik yang dilakukannya yakni mengolah rempah-rempah tersebut menjadi produk kemasan. Selain itu, sektor desain kemasan (packaging) juga menjadi hal yang sangat diperhatikan agar nilai jual produk memilik nilai tambah dan daya saing.

Rempah-rempah (lada) yang dikemas seperti itu sebagai cara untuk menyiasati pasar karena setiap produk hasil pertanian pastinya mengalami fluktuatif harga.

Baca Juga: Manjalang Mintuo Tradisi Sambut Ramadhan di Sumbar, Menantu Kunjungi Mertua Sambil Bawa Makanan

Baca Juga: Pilot Pesawat Kargo yang Jatuh di Tarakan Selamat, Teknisi Warga Pangandaran Meninggal Dunia

"Dengan model kemasan seperti ini harganya bisa jauh lebih stabil, bahkan lebih tinggi," kata Wahyu Yulianto, petani lada yang menjadi Ketua Kelompok Tani Dangiang Sukatani.

Rempah-rempah seperti Lada hitam dan lada putih yang telah diolah memang tampak cantik disuguhkan dalam beberapa kemasan botol yang didesain sedemikian rupa.

Dengan trik seperti itu, diakui Wahyu, nilai jual rempah-rempah menjadi lebih tinggi dibanding jika dijual secara utuh belum diolah kepada pengepul.

Wahyu menuturkan, Kelompok Tani (Poktan) Dangiang Sukatani yang dipimpinnya adalah kelompok tani dengan spesialisasi budidaya tanaman perkebunan yaitu lada dengan memproduksi biji lada putih dan biji lada hitam

"Berdiri pada bulan juli 2014, Kelompok Tani Dangiang Sukatani memiliki 15 orang anggota," kata Wahyu Yilianto.

Dalam menjalankan budidaya lada, kata dia,  Poktan Dangiang Sukatani dibina oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sumedang dan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat.

"Tidak hanya masalah kegiatan bimbingan teknis budidaya lada, kami juga mendapat bantuan pupuk dan alat pertanian", ujar Wahyu.

Baca Juga: Melongok Meriahnya Nyadran Agung, Budaya Wali Sanga untuk Sambut Ramadhan di Kulon Progo DIY

Dia mengungkapkan, pada awal tanam dan panen pertama Poktan Dangiang Sukatani sempat merasakan harga jual lada yang mahal, mencapai Rp200.000 per kilogram untuk lada putih kering

Namun seiring berjalannya waktu dimana harga lada di indonesia terus menurun dan tidak menjadi primadona lagi, banyak petani lada di Sumedang yang beralih haluan menanam komoditi lain

Namun Poktan Dangiang Sukatani yang dipimpin Wahyu mencoba bertahan terus berusaha tetap eksis dan fokus menjalani bududaya lada.

Salah satu upaya untuk menyiasati harga lada yang turun, yakni tidak menjual langsung hasil panen ladanya ke tengkulak yang hanya menerima lada kering dari petani Rp65.000 per kg.

"Kami melakukan proses hilirisasi dengan mengolah sendiri hasil panen. Lalu dikemas dan dijual langsung ke konsumen sudah dalam bentuk kemasan siap pakai dengan nama produk Dangiang Pepper," ujar Wahyu.

Berharap bantuan mesin pengolah

Wahyu menjelaskan, produk lada Dangiang Pepper sudah berupa lada halus siap pakai, dikemas dalam botol isi 35 gram, dijual dengan harga Rp10.000 per botol

"Alhamdulillah dalam pemasarannya sudah memiliki beberapa reseller di lokal Sumedang, Bandung dan Jabodetabek. Dalam 1 bulan bisa menjual 500 sampai 1000 botol", ungkap Wahyu.

Baca Juga: Panduan Mandi Keramas Menjelang Ramadhan 2024, Hukum, Niat, dan Tata Caranya

Namun seiring dengan meningkatnya jumlah pesanan,  Wahyu mengaku mengalami kendala dalam proses produksi. Yakni keterbatasan peralatan produksi yang digunakan masih digunakan secara manual belum menggunakan alat produksi modern.

"Baik untuk proses pengovenan, penggilingan, dan pengemasan semua dilakukan secara manual, sehingga proses produksinya memerlukan waktu yang cukup lama", kata Wahyu.

Ia pun berharap ada perhatian lebih dari pemerintah terkait persoalan yang dihadapinya saat ini. Ia menanti adanya bantuan alat pengolahan rempah agar produk rempah kelompok taninya semakin berkembang.***

Editor: Zair Mahesa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah