“Indonesia ekonominya cenderung tidak terlalu open. Sekitar 50% lebih ekonomi indonesia ditopang konsumsi dalam negeri. Jadi dampaknya harusnya tidak signifikan ya,” ujar pria yang akrab disapa Oce ini.
Disebutkan pula, ditambah permintaan batu bara tetap kuat, walau Cina sedang melambat. Karena permintaan eropa naik di tengah penurunan impor energi dari Rusia.
Baca Juga: Akibat Perang Ukraina Rusia Pertanian Kecil Mesir Berperan Besar Memasok Makanan Negara Itu
Hal lain yang dikhawatirkan adalah laju inflasi dalam negeri. BPS melaporkan laju inflasi domestik bulan lalu adalah 0,64% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).
Lebih tinggi dibandingkan Juni 2022 yang sebesar 0,61%. Namun secara tahunan (year-on-year/yoy), laju inflasi ter akselerasi. Inflasi Juli 2022 tercatat 4,94% yoy, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang 4,35% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Oktober 2015.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi inflasi, yaitu harga bahan pokok, transportasi dan konsumsi rumah tangga seperti listrik dan bahan bakar.
Baca Juga: Di Majalengka, Burung Emprit Dikonsumsi, Wisata Alam dan Pengendalian Hama Pertanian Padi
“Lebih lanjut kami masih memprediksikan inflasi akan terus naik secara substansi maupun mendasar pada semester ke 2 tahun 2022,” ujar Oce.
Ia menilai, ini lebih disebabkan meningkatnya permintaan ( demand-pull inflation) menyusul dari pelonggaran PPKM yang membuat masyarakat lebih leluasa bergerak dan kecepatan uang berputar.
Meski trend inflasi diperkirakan akan terus naik, namun pihaknya optimis inflasi akan berada pada 4,60% di akhir tahun, sedikit diatas kisaran Bank Indonesia yaitu 3%+1.