Pandemi Covid-19, Berkah Bagi Petani, Harga Minyak Atsiri Naik 300 Persen

16 Oktober 2020, 18:54 WIB
Minyak atsiri berbahan nilam (kiri) dan gaharu (kanan) melonjak harganya dibeli kepada petani pengolah di Subang, Jumat, 14 Oktober 2020. /DeskJabar/Kodar Solihat

DESKJABAR – Sejumlah kalangan petani pengolah minyak atsiri dan komoditas perkebunan jenis rempah-rempah, memperoleh “berkah” selama pandemic Covid-19 ini. Pasalnya, pesanan minyak atsiri dan rempah-rempah melonjak, dan harganya pun naik sampai 300 persen.

Gambaran demikian, diperoleh di Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Jumat, 16 Oktobet 2020. Ada pun minyak atsiri yang disebutkan sedang sangat laris dibeli ke petani pengolah, adalah berasal dari bahan komoditas citronella alias sereh wangi, cengkeh, nilam, akar wangi, kapolaga, jahe emprit, kunyit, dsb (komoditas perkebunan) serta kayu cendana dan kayu gaharu (kehutanan).

Dalam  kunjungan kepada Kelompok Petani Putra Atsiri Subang, DeskJabar dengan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian Kabupaten Subang, dan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian,  diperoleh informasi bahwa lonjakan pesanan dan harga minyak atsiri terjadi selama pandemi Covid-19 ini.

Ini disebabkan, kebutuhan minyak atsiri dan rempah-rempah melonjak. Sebab, minyak atsiri sangat dibutuhkan sebagai peningkat daya tahan tubuh dan pencegah penularan virus Covid-19. Aneka kebutuhan industri dunia pun semakin banyak mengembangkan produk dengan berbahan baku minyak atsiri asal Indonesia.

Menurut Ketua Kelompok Petani Putra Atsiri Subang, Asep Kurnia Muhtar yang dikenal dengan Asep Nilam, senada Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Subang, Wawa Tursatwa, harga minyak atsiri berbahan baku komoditas perkebunan, yaitu sereh wangi kini harganya Rp 160.000 s.d 200.000/kg, cengkeh Rp 150.000-170.000/kg, kapolaga Rp 325.000/kg, nilam Rp 890.000/kg, jahe emprit Rp 4,2 juta/kg. Hanya minyak atsiri berbahan akar wangi yang harganya turun ke Rp 1,5 juta dari semula Rp 5 juta/kg.

Sedangkan minyak atsiri yang berasal dari komoditas kehutanan, disebutkan Asep Nilam senada Wawa Tursatwa, yang berasal dari kayu cengkeh Rp 2,3 juta/kg, serta kayu gaharu Rp 400 juta/kg.

Di Subang, termasuk di Serangpanjang, terdapat 15 pabrik pengolah minyak atsiri yang diusahakan masyarakat atau kelompok tani. Adapun pembudidayaan tanaman rempah-rempah bahan baku minyak atsiri baik komoditas perkebunan maupun kehutanan, umumnya dilakukan secara campuran, baik di kebun rakyat maupun memanfaatkan lahan-lahan milik PTPN VIII. 

Sejumlah rempah-rempah komoditas perkebunan, di Subang. Kodar Solihat

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Membawa Berkah Bagi Bisnis Ikan Hias

 Baca Juga: Ciptakan Bertani Menjadi Kaya, Komoditas Porang Dikembangkan di Jawa Barat

Terbaik dunia

Kenaikan harga minyak atsiri tersebut, juga ikut menggerek harga komoditas bersangkutan dalam bentuk mentah. Apalagi, tampak produksi tanaman-tanaman perkebunan rakyat, seperti sereh wangi, kapolaga, nilam, jahe emprit, dll, dari pengamatan di lapangan tampak produksinya bagus.

“Sepanjang pandemi Covid-19 ini, Alhamdulillah malah membawa berkah bagi bisnis pengolahan minyak atsiri dan membuat harga komoditas mentahnya pun melonjak pesanan dan harganya. Kenaikannya antara 200 sampai 300 persen, rata-rata dibeli eksportir, kami baru dapat memenuhi beberapa ton saja padahal pesanan mencapai puluhan ton,” ujar Asep Nilam.

Kepala Bidang Produksi Perkebunan Dinas Perkebunan Jawa Barat, Yayan C Permana, serta Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Subang, Wawa Tursatwa, bahwa penjualan minyak atsiri tak terpengaruh pandemi Covid-19. Ekspornya terus berjalan bahkan melonjak, karena minyak atsiri semakin banyak keperluannya oleh industri dunia, misalnya farmasi, komestik, parfum, obat-obatan, bahan pangan, termasuk pengusir nyamuk.

Menurut Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, Hendi Jatnika, serta Yayan C Permana, produksi minyak atsiri di Jawa Barat masih relatif stabil produksinya. Sentra produksi minyak atsiri di Jawa Barat, mislanya di Subang, di Garut, dan Bogor.  

“Produksi minyak atsiri yang dihasilkan di Jawa Barat sebenarnya masih 0,8 persen dari total jumlah pesanan yang diperoleh. Mengapa pesanan tertinggi ke Indonesia secara kualitas merupakan yang terbaik di dunia, walau ada saingan dari Brazil dan India,” ujar Yayan C Permana. ***

 

   

Editor: Kodar Solihat

Tags

Terkini

Terpopuler