DESKJABAR – Upaya Pemprov Jawa Barat berkaitan pemberdayaan masyarakat desa melalui pinjam pakai lahan-lahan untuk produksi pangan pada unit-unit perkebunan, kurang mendapat respon dari banyak pengusaha perkebunan, khususnya swasta.
Pasalnya, banyak pengusaha perkebunan swasta khawatir atas dampaknya ke depan, terutama menyangkut pengurusan Hak Guna Usaha (HGU). Mereka kurang tertarik meminjamkan lahan-lahannya kepada masyarakat untuk produksi pangan.
Sekretariat Pemprov Jawa Barat sudah mengirimkan surat berkaitan rencana tersebut kepada Gabungan Pengusaha Perkebunan (GPP) Jawa Barat-Banten, perkebunan negara PTPN VIII, dan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat Banten.
Baca Juga: Banjir Subang: Perkumpulan Perempuan Garuda Ceria Jawa Barat Berikan Bantuan pada Korban Banjir
Dalam surat ditandatangani Kepala Biro Perekonomian Pemprov Jawa Barat, Benny Bachtiar bernomor PEM.04.04.01/46/Rek pada 6 Januari 2021 tersebut, berupa permohonan data lahan untuk pemanfaatan komoditas tanaman pangan.
Disertai pula lampiran, tabel isian untuk unit-unit perkebunan atas permohonan data lahan untuk pemanfaatan komoditas tanaman pangan berupa luas lahan potensi kerjasama.
Namun, dari kalangan perusahaan perkebunan swasta, rata-rata menolak atau tidak memberikan respon terhadap hal itu.
Untuk daftar tersebut, sejumlah perusahaan perkebunan swasta menolaknya. Alasannya, bahwa tak tersedia lahan untuk dikerjasamakan pada HGU mereka.
Sekretaris Gabungan Pengusaha Perkebunan (GPP) Jawa Barat-Banten, A Imron Rosyadi, yang dikonfirmasi DeskJabar, Kamis, 18 Februari 2021, membenarkan adanya informasi tersebut.
“Iya, para pekebun khawatir jamiman keamanan atas HGU. Khawatir tidak clear and clean dalam pengurusan HGU,” ujarnya.
Gambaran resiko
Sementara itu, salah seorang pelaku usaha perkebunan lainnya di Jawa Barat, menilai, pinjam pakai lahan perkebunan dengan cara tersebut, pada kondisi sekarang justru beresiko besar. Sebab, rawan memicu okupasi dan konflik berkepanjangan lahan-lahan perkebunan oleh pihak lain.
"Sekarang masih banyak areal perkebunan yang mengalami okupasi, ini malah ditambah untuk dikerjasamakan lagi,” katanya.
Baca Juga: Pasar Kosambi dan Pasar Cihapit Jadi Percontohan Pasar Bebas Plastik dan Ramah Lingkungan
Ia mengkhawatirkan terjadinya contoh pinjam pakai lahan seperti yang sudah dilakukan pemerintah terhadap pihak lain pada tanah milik negara.
Terindikasi, katanya, pinjam pakai selama 30 tahun bahkan diusulkan diperpanjang waktunya dapat diwariskan kepada anak cucu penggarapnya tersebut, merupakan cara halus redistribusi lahan.
“Nanti kalau programnya sudah selesai, apa masyarakatnya mau berhenti dan keluar dari areal HGU ? Apalagi ada kebiasaan oknum-oknum, dari semula sifatnya sementara, menjadi ‘sementahun’ alias terus-terusan menduduki lahan bersangkutan,” ujarnya. ***