Pungutan Pajak Pulsa, Kartu Perdana, Voucer dan Token Listrik, Ini Penjelasannya

30 Januari 2021, 06:38 WIB
Ilustrasi - Warga memeriksa meteran listrik prabayar sebelum diisi ulang di Jakarta. /ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/

DESKJABAR - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memaparkan secara teknis mekanisme pungutan pajak pulsa dan kartu perdana, voucer, dan token listrik yang mulai berlaku Februari 2021.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Hestu Yoga Saksama di Jakarta, Jumat 29 Januari 2021, menyatakan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penghasilan (PPh) ini untuk memberikan kepastian hukum maupun penyederhanaan atas objek pajak.

"Perlu ditegaskan bahwa pengenaan pajak atas penyerahan pulsa dan kartu perdana, voucer, dan token listrik sudah berlaku selama ini sehingga tidak terdapat jenis dan objek pajak baru," katanya.

Ia menjelaskan pungutan PPN untuk pulsa dan kartu perdana hanya dikenakan sampai distributor tingkat II (server), sehingga untuk rantai distribusi selanjutnya seperti dari pengecer ke konsumen langsung tidak perlu dipungut PPN lagi.

Baca Juga: Pajak Makin Bertambah, Kali ini Pulsa, Voucer, Token Listrik, dan Kartu Perdana pun Dipunguti.

Baca Juga: Harga Telur Ayam Diprediksi akan Turun Hingga Februari, Dampak PPKM Diperpanjang,

Baca Juga: Info Covid-19: Ridwan Kamil Soroti Kasus Positif di Lingkungan Industri dan Kampus di Karawang

"Distributor pulsa juga dapat menggunakan struk tanda terima pembayaran sebagai Faktur Pajak sehingga tidak perlu membuat lagi Faktur Pajak secara elektronik (eFaktur)," katanya.

Untuk voucer, ia menambahkan, pungutan PPN hanya dikenakan atas jasa pemasaran voucer berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual voucer, bukan atas nilai voucer itu sendiri.

"Hal ini dikarenakan voucer diperlakukan sebagai alat pembayaran atau setara dengan uang yang memang tidak terutang PPN," kata Hestu.

Sedangkan, pungutan PPN untuk token listrik hanya dikenakan atas jasa penjualan atau pembayaran token listrik berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual token dan bukan atas nilai token listriknya.

Baca Juga: Tasikmalaya Telah Memulai Vaksinasi Covid-19, Ini Jadwal Lengkapnya

Di sisi lain, pemungutan PPh Pasal 22 untuk pembelian pulsa dan kartu perdana oleh distributor, serta PPh Pasal 23 untuk jasa pemasaran maupun penjualan voucer dan token listrik, merupakan pajak yang dipotong dimuka dan tidak bersifat final.

Terhadap pajak yang telah dipotong tersebut, ia mengatakan nantinya dapat dikreditkan oleh distributor pulsa atau agen penjualan token listrik dan voucher dalam SPT Tahunan.

"Dengan demikian dapat dipastikan bahwa ketentuan ini tidak mempengaruhi harga pulsa dan kartu perdana, voucer, atau token listrik," kata Hestu.***

Editor: Zair Mahesa

Sumber: Antara

Tags

Terkini

Terpopuler