Puan Maharani Ingin Legislasi Kedepankan Kualitas, Ini Masukan Para Ahli

29 April 2022, 19:00 WIB
Ketua DPR RI, Puan Maharani. /DPR-RI

DESKJABAR - Ketua DPR RI Puan Maharani menginginkan para anggota legislasi mengutamakan kualitas.

Puan Maharani meminta agar tolok ukur program legislasi yang dirumuskan DPR tidak berdasarkan dari banyaknya undang-undang yang dilahirkan, namun dari kualitasnya.

Seperti apa kualitas yang dimaksud ?

Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyudi Djafar, di Jakarta, Jumat, 29 April 2022, menyoroti tiga hal yaitu, pembaruan prosedur,  keseriusan, model partisipasi dan sinkronisasi dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Baca Juga: Masinton : Elektabilitas Puan Maharani Meningkat Karena Kinerja, Bukan Polesan Pencitraan

“Karena proses pembahasan RUU di DPR perlu memperbarui prosedur yang paling efektif, dan yang efektif itu seperti apa,” sebut Wahyudi hari ini (29/4). 

Soal waktu, katanya, perlu dipastikan berapa lama pembahasan sebuah RUU. Dalam time frame ini, DPR bersama pemerintah fokus dan serius membahas RUU tersebut.

“Untuk membahas satu  RUU diperlukan keseriusan dari mereka yang ditugaskan secara khusus untuk membentuk dan menyusun RUU tersebut,  baik dalam konteks Panja Pansus dan bentuk-bentuk yang lain diatur dalam peraturan tata tertib DPR.” ujar Wahyudi.

Baca Juga: Tata Cara Bayar Zakat Fitrah Secara Online di Baznas, Lengkap dengan Bacaan Niatnya

Menurut konstitusi di Indonesia sebuah pembahasan RUU  adalah proses bersama DPR dan Presiden, ada dua pihak terlibat, jadi tidak bisa mengandai-andai itu bisa diselesaikan oleh DPR. 

Kemudian tentang metode partisipasi. Pelibatan seluruh stakeholder penting untuk memastikan kualitasnya.

Dengan banyaknya stakeholder yang terlibat itu artinya basis bukti, basis pengetahuan yang jadi rujukan tersedia. Kemudian itu  bisa jadi rujukan bagi anggota DPR ketika melakukan pembahasan RUU tersebut.

Baca Juga: Pesona Yosef Hidayah, Inilah Profil dan Biodata Saksi Kunci Kasus Subang yang Sukses Taklukan 2 Hati

“Ketika seluruh stakeholder terlibat dalam pembahasan RUU, potensi atau resiko bahwa RUU itu hasilnya akan memberikan dampak negatif dari salah satu stakeholder,itu juga diminimalisir karena semua kepentingan itu bisa dinegosiasi, didialogkan dalam pembahasan RUU tersebut  ” terang Wahyudi.

Dia mencontohkan RUU TPKS yang melibatkan berbagai stakeholder terkhusus masyarakat sipil. Ketika disahkan menjadi UU TPKS, publik mengapresiasi dan menjadi contoh model penyusunan RUU yang kolaboratif.

Sementara, produk legislasi semacam UU Minerba, UU Cipta Karya dan UU KPK yang diuji di Mahkamah Konstitusi. “Berakhirnya pengesahan RUU yang dengan judicial review di Mahkamah Konstitusi, Ini berarti ada persoalan pada konteks pembahasan substantif RUU tersebut,” kata Wahyudi.

Baca Juga: Hari Raya Idul Fitri 2022 Tanggal Berapa? Kemenag akan Gelar Sidang Isbat Setelah Rukyatul Hilal di 99 Titik

Sedangkan terkait dengan penyusunan prolegnas di DPR, Wahyudi mengatakan DPR bisa melihat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN). 

“Berdasarkan pada rencana pembangunan tersebut kemudian disusun program legislasi nasional.“ Kata Wahyu.  Artinya memang legislasi yang dihadirkan betul-betul sesuai kebutuhan, evidence base, didukung oleh bukti pengetahuan karena memang dibutuhkan untuk mengoptimalkan pembangunan jangka menengah, yang juga disepakati dalam RJPMN.

Partisipasi publik

Peneliti senior BRIN Siti Zuhro menyampaikan bahwa untuk membuat undang-undang yang berkualitas tentunya lebih banyak lagi melibatkan masyarakat sipil, sehingga aspirasi yang diserap lebih komprehensif dan berdampak bagi rakyat.

Baca Juga: Hasil Sidang Isbat Idul Fitri 2022, Lebaran Tanggal Berapa? Penetapan Menurut Pemerintah, Muhammadiyah dan NU

“Produk legislasi ini akan dieksekusi sebagai keputusan politik. Ketika dieksekusi oleh eksekutif yang menerima dampaknya adalah rakyat. Harus ada perumusan yang betul betul sampai ada konsultasi publik yang gayeng, betul enggak pasal ini ayat ini akan berdampak positif terhadap negara bangsa terutama,” kata Siti Zuhro.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Willy Aditya mengungkapkan kuantitas produk perundangan memang selalu menjadi sorotan kinerja legislasi DPR. “Tentu beban legislasi itu selalu menjadi sorotan DPR ya kuantitas, tapi hari ini, periode ini, sangat produktif, cukup banyak,” ujar Willy.

Baca Juga: Tata Cara Sholat Idul Fitri 1443, Niat dan Bacaannya, juga Waktu Pelaksanaan Sholat Idul Fitri 2022

Berdasarkan data dari laman dpr.go.id, Rabu, 27 April 2022, kinerja legislasi pada tahun prioritas 2022 mencatatkan 9 RUU yang sudah selesai termasuk RUU TPKS yang sudah disahkan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.

Kemudian masih ada 11 RUU dalam tahap pembahasan, 9 RUU berstatus terdaftar, 3 RUU dalam tahap penyusunan, 6 RUU dalam tahap harmonisasi, dan 2 RUU dalam tahap penetapan usul. ***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: DPR RI

Tags

Terkini

Terpopuler