SEJARAH KERAJAAN PAJAJARAN: Sasakala, Riwayat dan Rahasia Kelahirannya

2 April 2021, 11:06 WIB
DR .Drs. H. Anton Charliyan, MPKN, Irjen Pol (P) /DeskJabar/Istimewa/

Oleh: DR .Drs. H. Anton Charliyan, MPKN, Irjen Pol (P)
(Pemerhati Sejarah dan Budaya)

DESKJABAR -  Lahirnya Pajajaran menjadi sebuah kerajaan memiliki histori yang cukup unik. Menurut salah satu referensi dari Buku Sejarah Jawa Barat karangan Yosef Iskandar, Kerajaan Pajajaran itu lahir karena adanya konflik antara dua kerajaan besar di Tatar Sunda, Jawa Barat yakni Kerajaan Galuh yang berkedudukan di Kawali (Ciamis) dengan Kerajaan Sunda yang berkedudukan di Pakuan (Bogor).

Saat itu, Kerajaan Galuh berada di bawah kekuasaan Prabu Niskala Dewa, Kerajaan Sunda di bawah  Kekuasaan Prabu Susuk Nunggal. Padahal kedua  Raja tersebut merupakan saudara kandung, putra Prabu Wastu Kencana.

Konflik itu sulit didamaikan, malah semakin tajam berujung ke arah terjadinya perang saudara. Keduanya sudah menyiapkan pasukan untuk berperang. Padahal sebagaimana diketahui, “Gotra Yudha” atau  perang saudara merupakan “pantrangan” utama bagi raja-raja diI Tatar Sunda Galuh sejak zaman leluhur mereka.

Baca Juga: Komisi III DPR RI: Jangan Takut, Percayalah Negara Lebih Kuat dari Terorisme

Baca Juga: Pasca Serangan Teroris, TNI Tingkatkan Pengamanan di Tempat Keramaian, Objek Vital dan Tempat Ibadah

Pantrangan itu tercantum dalam pesan Sang Wretikendayun : "Jika terjadi perang saudara antar keluarga maka keturunan Galuh akan tumpur (habis ) dan rakyat akan Sengsara”. Pesan larangan Gotra Yudha ini sudah ada sejak zaman Salaka Nagara sebagai Kerajaan Sunda pertama tahun 130 M.

Siapapun rajanya bila sudah diingatkan tapi tetap keras kepala ingin berperang, menurut ajaran “Tritangtu Dibuana”, bisa diturunkan oleh Rama dan Resi. Sehingga dengan adanya sistem Tritangtu Dibuana tersebut, Raja di Tatar Sunda tidak berkuasa mutlak, masih ada penyeimbang dan pengontrol yakni Rama dan Resi. Hal ini pernah terjadi pada masa terjadi konflik antara Rd. Sanjaya sebagai Raja Sunda dan Kalingga (Sang Paman) dengan Sang Manarah Prabu Ciung Wanara, Raja Galuh (keponakan) pada tahun 739/740 M.

Peta Jawa Barat tempo dulu
Pada masa itu hampir terjadi Gotra Yudha hebat, tapi berujung damai dengan turunnya Rama dan Resi (Resi Demunawan). Diadakan musyawarah Sawala Mapulungrahi dengan melahirkan 10 kesepakan damai, sehingga perang bisa dihentikan.

Namun tidak demikian dengan kejadian antara Prabu Niskala Dewa dengan Prabu Susuk Nunggal. Keduanya sulit untuk bisa didamaikan. Maka, sebagaimana amanat para leluhur pendahulu Sunda Galuh, dari pada Tatar Sunda serta keturunannya hancur dan rakyat menderita,  maka  kedua Raja itu dipersilahkan untuk segera turun dari Singasana dengan ksatria dan terhormat, karena telah melanggar pantangan leluhur.

Namun begitu, tentu saja tetap harus ada solusi yang tepat, adil dan bijaksana. Maka dimusyawarakanlah suatu solusi, yakni Prabu Jaya Dewata putra kandung Prabu Niskala Dewa sebagai perwakilan dari Kerajaan Galuh. Lalu Ni Kentring Manik Mayang Sunda, putri kandung Prabu Susuk Nunggal sebagai perwakilan Kerajaan Sunda.

Keduanya lalu disatukan, dijodohkan menjadi suami istri sebagai Raja dan Ratu. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1482 M. Maka sejak saat itu, dua kerajaan tersebut dilebur disatukan. tidak ada lagi yang namanya egosentris sebagai Kerajaan Sunda dan tidak ada lagi yang namanya egosentris Kerajaan Galuh.

Sebagai suatu kerajaan yangan sejajar, sama sederajat tidak ada yang lebih tinggi, tidak ada lagi yang lebih rendah. Menjadi satu biduk sebagai Raja dan Ratu. Sehingga tidak ada lagi konflik kedua belah pihak, ditutup cukup sampai di situ. Bahkan keputusan Rama dan Resi ini berakhir dengan kebahagiaan, berakhir dengan persaudaraan, berakhir dengan perjodohan sebagai suami istri sebagai Raja dan Ratu, dalam bingkai tatananan baru Kerajaan Pajajaran.

Histori itu tersirat dalam naskah Babad Sumedang, Sumadidjaya hal 9: "Kabukti Negeri Galuh, Gumanti ku Pajajaran, ku Prabu Siliwangi. (Terbukti Negeri Galuh Berganti dengan Pajajaran Rajanya Prabu Siliwangi ).

Sedangkan dalam Pantun Bogor (Pakujajar Beukah Kembang) dikatakan : "Ceuk Prabu Anom, Sugan inget Keneh Eyang ? Saha anu ngadegkeun Ieu Nagara Pajajaran?”. (Prabu Anom berkata : Masih ingatkah Eyang ? Siapa yang mendirikan Negara Pajajaran?).

Memeh Ngadeg Pajajaran nu munggaran, ngaranna teh Nagara Sunda".(Sebelum berdirinya Pajajaran yang pertama, nama kerajaan sebelumnya adalah Negara Sunda). 

Jadi di sini tersirat jelas bahwa Kerajaan Sunda adalah Kerajaan Pendahulu sebelum Kerajaan Pajajaran berdiri. Sehingga dengan demikian Kerajaan Pajajaran ada dan berdiri, berawal dari Kerajaan Sunda dan Galuh. Menyatukan 2 (dua) kerajaan jadi satu dengan nama baru yaitu Kerajaan Pajajaran.Yang berarti pula, satu sama lain berbeda. Pajajaran ya Pajajaran. Sunda ya Sunda, Galuh ya Galuh sesuai dengan wayah, willayah, lampah, waktu, tempat dan lakonnya.

Prasassti Batutulis Bogor
Kerajaan besar

Hingga kini masih banyak perbedaan silang pendapat tentang eksistensi keberadaan dan nama Pajajaran ini sebagai sebuah kerajaan. Ada yang mengatakan Pajajaran itu hanyalah sebuah nama ibukota saja. Nama kerajaanya adalah Sunda. Ada juga yang berpendapat  bahwa memang Pajajaran itu sendiri merupakan suatu imperium  sebagai suatu Kerajaan uang eksis berdiri sendiri. 

Terlepas apakah nama Pajaran itu sebagai sebuah Kerajaan atau nama ibukota, yang jelas dari catatan naskah-naskan di atas tersirat dan tersurat bahwa: Pajajaran merupakan nama resmi suatu Negeri atau suatu Kerajaan yang berkuasa di Tatar Sunda Jawa Barat setelah Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh melebur menjadi satu.

Untuk melacak Kerajaan Pajajaran memang diperlukan kelapangan hati karena banyak terjadi kesimpangsiuran pro dan kontra dengan berbagai alternatif kepentingan serta berbagai sudut pandang sisi  keilmuan. Hal ini sejalan dengan yang tersirat dalam Pantu Bogor (Napak dina uga Sunda) yang berbunyi : "Mapay lacak Pajajaran mah kudu bari rubak amparan (Mencari jejak Pajajaran itu harus dengan hati yang bersih dan lapang). Anu engke baris murwa anu saestuna, bari ngajarkeun deui Pajajaran, di tengah-tengah zaman bangsa Sunda, ngaleungitkeun jiwa Sunda(yang nanti akan membuka ceritera yang  sesungguhnya, sambil menjajarkan lagi ppirit Pajajaran, ditengah bangsa sunda yang sudah kehilangan jiwa sundanya).

Lahirnya Pajajaran itu sendiri sebagai suatu Negara, sebagai suatu imperium atau kerajaan besar, selain tercatat dalam Prasasti BatuTulis Bogor (Sribaduga Maharaja Ratu haji di Pakwan Pajajaran. Sebagai Maharaja Penguasa Pajajaran) juga dalam Babad Ratu Pakuan  Dangdanggula no 274/3 (Rakanipun dados Papatih Nagara Pajajaran). Naskah Turunan Timbang Anten (Prabu siliwangi Raja Pajajaran), dan banyak lagi. 

Kemudian lebih diperkuat dengan  adanya catatan narasi dari Brandes dan RA Kern,  peneliti Belanda (1911 - 1913 ) dalam Babad Cirebon yang berbunyi:  "Recounts that Walangsungsang and his Sister Rarasantang, Mother of Sunan Gn Jati were the Children of the King of Pajajaran".(Walangsungsang dan Rarasantang ibu dari Sunan Gunung Jati adalah putra dari Raja Kerajaan Pajajaran); Babad Cirebon Narative accounts of some Cirebonese Holymen - Brandes. 

Baca Juga: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Melarang Seluruh Polsek Sidik Kasus, Kecuali Polsek Polsek Dibawah ini

Lebih lanjut dalam Babad Cirebon itu juga dikatakan:  Iki Caritane Sajaktose Wonten Pawestri ajoe  nenge ( Rr Rarasantang) asal moelane saking Negeri Pajajaran(ini ceritra yang sebenarnya ada seorang perempuan cantik sekali yang asal mulanya dari Negeri Pajajaran). Dangdanggula baris ke 7, Ie Gezang Dangdanggula , Transcript naar no 36 Vande Colektie Brandes. Disini jelas Pajajaran disebut sebagai suatu Negara atau Nagari bukan negara Sunda.

Lebih ditegaskan oleh pendapat Crawfurd, peneliti Inggris yang mengutip dari perjalanan Tom Fires, penjelajah Portugis yang pernah singgah di Keraton Pajajaran: "Pajajaran adalah nama sebuah kerajaan kuno di Jawa, ibukotanya berada di Wil Sunda, 40 mil di Timur Batavia. Dugaan ini muncul akibat ditemukanya pondasi Istana dan Batu Prasasti ", John Crawfurd A Descriptive Dictionary of the Indian Island and adjacend Countriies. 

Demikian juga dalam naskah Carita Purwaka Nagari Caruban - Pangeran Arya tahun 1720 no 39 Pupuh bag III disebutkan juga tentang Pajaran merupakan sebuah Negara atau sebagai suatu Kerajaan :  Negeri Surantaka merupakan bawahan Negeri Pajajaran (Pajajaran merupakan sebuah Negeri, bukan Negeri Sunda atau Galuh).

Raden Pamanah Rasa bergelar Prabu Siliwangi dinobatkan menjadi Maharaja Pakwan Pajajaran. Istilah Pakwan Pajajaran itu sendiri baru ada setelah Sribaduga jadi Maharaja. Sebelumnya ketika masih di bawah kekuasaan raja Sunda hanya dikenal sebagai Pakuan saja. Pernah juga jadi ibukota Kerajaan Galuh dikenal dengan nama Galuh Pakuan dan saat jadi ibukota Kerajaan Pajajaran dikenal dengan sebutan baru Pakuan Pajajaran yang artinya Pakuan saat itu merupakan Ibukota dari Kerajaan Pajajaran, sehingga dikenal sebagai Pakuan Pajajaran.

Dari uraian naskah di atas sudah cukup jelas sejarah awal kelahiran Pajajaran sebagai suatu Negara, sebagai suatu Kerajaan yang berdiri sendiri. Bukan sebagai Kerajaan Sunda yang selama ini sering dianalogikan beberapa peneliti dan akhli.

Nama Kerajaan saat Sribaduga duduk sebagai Maharaja, bukan lagi bernama Kerajaan Sunda tapi bernama Kerajaan Pajajaran. Lalu kenapa sering ada yg menyebut juga sebagai Kerajaan Sunda?. Hal itu tidak terlalu bisa disalahkan karena memang betul sekali, baik Raja Pajajaran, Rakyat Pajajaran, Wilayah Pajajaran  adalah Wilayah Sunda, trah Sunda, suku Sunda,  suku, urang Sunda, bangsa Sunda, sehingga Pajajaran identik juga sebagai negaranya orang Sunda. Orang luar biar gampang menyebutnya Negara Sunda. Negaranya urang Sunda.***

Editor: Zair Mahesa

Tags

Terkini

Terpopuler