SEJARAH, Hari Pahlawan 10 November 1945, Pertempuran Surabaya, Begini Isi Pidato Menteri Luar Negeri Indonesia

10 November 2021, 08:02 WIB
Salah satu situasi pertempuran di Kota Surabaya, Jawa Timur, pada 10 November 1945, yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan /Dok. Imperial War Museum Inggris

DESKJABAR –  Setiap 10 November 1945, di Indonesia memperingat sejarah Hari Pahlawan, mengenang pertempuran di Surabaya, Indonesia menghadapi Inggris, pada kota terbesar di Jawa Timur itu.

Adalah Menteri Luar Negeri Republik Indonesia saat itu, Achmad Soebardjo, menyampaikan pidato pada 13 November 1945, berupa kecaman terhadap pihak Sekutu yang dipimpin Inggris pada kejadian pertempuran 10 November 1945 di Surabaya itu.

Diantara kutipan pidato Menteri Luar Negeri Republik Indonesia saat itu, Achmad Soebardjo, disebutkan, bahwa terhadap peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, adalah perhatian umat Islam sedunia kepada Indonesia.

Dari isi pidato itu juga kemudian kita menjadi mengetahui, bahwa istilah-istilah seperti ektremis, radikal, teroris, dsb, adalah dimunculkan pihak Inggris untuk meredam perlawanan kepada orang-orang Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa, agama, dan kokoh berdiri negeri yang dicintainya.

Baca Juga: Gunung Cikuray, Cilawu, Garut, Sejarah Kejadian Mistis di Zaman Perang Tahun 1948

Inilah sebagian isi pidato Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Achmad Soebardjo, dikutip DeskJabar.com, yang dipublikasikan Berita Repoeblik (Djakarta, Indonesia : 1945 - 1946) diterbitkan 1 Desember 1945, yang arsipnya tersimpan di National Library of Ausralia.

“ Tentang peristiwa-peristiwa di Soerabaja. Disalah seboeah kota terbesar di Djawa, ketika perdamaian telah kembali, jakni sesoedah berlakoe penjembelihan setjara besar-besaran diseloeroeh doenia, maka dengan sendjata-sendjata peperangan modern dari salah seboeah negeri jang terkoeat didoenia dilakoekan pemboenoehan dan peroesakan setjara besar-besaran terhadap pendoedoek dan harta-bendanja.

Dalam waktoe damai ini, ketika semoea orang besjoekoer kepada Toehan Jang Maha Koeasa, jang telah menghentikan pemoesnaan hebat terhadap Oemmat manoesia dan perabadan, maka di kota terseboet gedoeng-gedoeng diletoeskan dan dihantjoerkan.

Laki-laki, perempoeran dan kanak-kanak kojak-kojak karenanja dan kampoeng-kampoeng mendjadi laoetan api. Dan hilanglah dalamnja pekik-tangis perempoeran-perempoeran dan kanak-kanak serta soempah dari laki-laki, jang berdjalan menempoeh api.

Baca Juga: 25 Link Twibbon Hari Pahlawan Nasional 10 November 2021 Terbaru, Kenang Jasa Pahlawan

Sementara itoe diroemah-roemah sakit dan djalan-djalan di Soerabaja bertimboen-timboen majat dan orang- orang jang loeka-loeka.

Adapoen Soerabaja, pelaboehan besar di Djawa Timoer, sekarang menarik perhatian seloeroeh doenia oleh karena dalam kota jang damai ini, pimpinan Inggeris mempertoendjoekkan kepada orang Indonesia bagaimana benar hebatnja keroesakan jang dapat ditimboelkan oleh sen-djata-sendjata peperangan modern.

Dan sekarang seloeroeh Asia Timoer, India dan doenia Islam semakin memoentjak perhatiannja terhadap perdjalanan keadaan di Soerabaja.

Apakah peroesakan ini akan dibiarkan sadja berlakoe teroes, atau haroeskah ia dihentikan? Apakah tak moengkin memetjahkan soal ini dengan djalan damai ?

Baca Juga: Horror ! Puing Radio Malabar, Gunung Puntang, Bandung Selatan, Cerita Penampakan Hantu si Bejo

Tentoe sadja dapat, jakni apabila sebab-sebab jang sebenarnja dari pertikaian ini diperhatikan dan diselidiki soenggoeh-soeng goeh.

Saja sendiri berani mendjamin, bahwa djalan jang haroes ditempoeh ialah pemberesan setjara damai, jakni apabila kedoea belah pihak soenggoeh-soenggoeh ichlas mengedjar kemerdekaan dan keadilan.

Kedjadian di Soerabaja boekanlah soeatoe soal jang terpisah. Salahlah kita, apabila menganggapnja terpisah dari kedjadian-kedjadian dikota-kota dipoelau Djawa dan bagian- bągian Indonesia lainnja, dan dari sebab- sebab lainnja dizaman pemerasan pendjadjahan Belanda dan militer Djepang.

Sikap kedjam demikian tak akan dapat memetjahkan soal kejadiaan di Soerabaja, poen tidak soal Indonesia oemoemnja, oleh karena sebab-sebab jang sebenarnja tidak diindahkan.

Baca Juga: UPDATE Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang, Cari Pria Rambut Model K-Pop Korea

Dengan demikian maka moengkin benar timboel salah mengerti, jang pasti akan menimboelkan lebih banjak balabentjana dan kesengsaraan.

Telah beroelang-oelang orang Indonesia memberi tahoekan bahwa mereka tak sanggoep dan tak soedi menerimaz pendirian pemerintahan pehdjadjahan Belanda dalam

bentoek apapoen djoega, oleh karena, pemerintahan Belanda akan mengalang-alangi kemadjoean. Mereka tak pertjaja lagi akan, oedjoed politik Belanda.

Akan tetapi disamping itoe mereka djoega telah menerangkan, bahwa orang Belanda akan mendapat kedoedoekan sewadjarnja dalam negara Indonesia Merdeka, jang akan menjoembangkan sepenoeh kekajaan benda dan tenaga manoesianja boeat pembangoenan doenia.

Baca Juga: UPDATE Mencari Pembunuh Ibu dan Anak di Subang, Foto Banpol Masih Lemah Buktikan Masuk TKP

Berkenaan dengan kata "extremis" jang berkali-kali dipergoenakan oentoek menamakan semoea atau sebagian dari kaoem nasionalis Indonesia, ketahoeilah bahwa kaoem pasifis, demokrat atau revoloesioner adalah bersatoe dalam satoe teodjoean, jakni kemerdekaan negeri jang ditjintainja, dan pengakoean negerinja oleh doenia internasional sebagai   anggota dewasa dalam keloearga bangsa-bangsa merdeka."

Demikian isi pidato Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Achmad Soebardjo pada 13 November 1945. Namun Achmad Soebardjo kemudian berhenti menjadi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia keesokan harinya, pada 14 November 1945, digantikan Sutan Syahrir. (Kodar Solihat/DeskJabar.com)***

 

Editor: Sanny Abraham

Tags

Terkini

Terpopuler