BANDUNG ZAMAN DULU, Inilah Akses Satunya Menuju Bandung, Harus Hati Hati dan Penuh Bahaya

- 24 Desember 2023, 10:52 WIB
Bandung pada zaman dulu masih merupakan hutan belantara dan sama sekali tidak ada akses jalan dan jalan satu-satunya menggunakan jalur sungai dengan menggunakan perahu atau rakit.
Bandung pada zaman dulu masih merupakan hutan belantara dan sama sekali tidak ada akses jalan dan jalan satu-satunya menggunakan jalur sungai dengan menggunakan perahu atau rakit. / Facebook Bandung Tempo Dulu/

DESKJABAR - Bandung pada zaman dulu sama sekali bukan sebuah tempat pemukiman dan pusat bisnis seperti sekarang ini. Justru Bandung di masa malu sebuah daerah yang menyeramkan.

Bandung yang terkenal dengan kota Paris Van Java dan pusat kuliner sekarang ini, di masa lalu terkenal dengan daerah yang pantas untuk pembuangan para tahanan dan juga pejabat yang nakal dan berperilaku korup.

Karena di Bandung masih terdapat banyak hewan buas baik itu badak, harimau, ular dan hewan buas lainya yang bisa dengan mudah memangsa manusia.

Baca Juga: BANDUNG ZAMAN DULU, Dikenal Sebagai Daerah Pembuangan, Sangat Menyeramkan

Kondisi Bandung pada zaman dulu sebuah daerah yang terisolir dan cenderung terbelakang karena bukan merupakan daerah pemukiman, melainkan hutan belantara dan rawa rawa.

Dengan kondisi itu, ke Bandung sama sekali tidak ada akses jalan darat termasuk tidak ada jalan setapak pun untuk bisa dijadikan akses berkuda apalagi berjalan kaki.

Pada zaman dulu, Bandung merupakan kawasan rawa dan situ yang terkenal dengan situ Hyang atau Danau Bandung Purba yang kondisinya sangat jauh dari layak untuk dijadikan tempat permukiman penduduk.

Pada abad ke 16, di Bandung jumlah rumahnya saja hanya ada 25 sampai 30 rumah saja dan wilayah Bandung pada zaman dulu disebut Negeri Bandung.

Juliaen de Silva seorang mata mata Belanda atau Mardjiker membuat laporan dengan bahasa Belanda mengenai kondisi Bandung zaman dulu termasuk jumlah rumah yang ada di Bandung pada saat itu.

Pada Tahun 1641, sesuai dengan laporan Juliaen de Silva yang menggunakan bahasa Belanda kuno menuliskan jika di Bandung terdapat rumah penduduk antara 25 sampai 30 rumah saja.

Kondisi Bandung pada zaman dulu benar benar terisolir dan bukan daerah pemukiman penduduk seperti Cianjur, Jakarta, Tasikmalaya dan Ciamis. Tetapi benar benar sebuah hutan belantara.

Baca Juga: Jelang Nataru 2023-2024 Personel Pamobvit Polres Ciamis Siaga 24 Jam di Stasiun Ciamis, Ini Pesan Aipda Asep

Untuk menuju ke Bandung pada zaman dulu sama sekali tidak ada akses jalan darat, termasuk tidak ada akses jalan setapak pun untuk sekedar jalan kaki atau jalan untuk berkuda.

Jalan satu satunya ke Bandung pada zaman dulu hanya melalui jalur sungai yakni sungai Citarum dan sungai Cimanuk dengan menggunakan perahu atau pun rakit.

Jadi ketika ingin pergi ke Bandung harus melalui jalur sungai Cimanuk dan sungai Citarum dengan harus ekstra hati-hati karena penuh dengan bahaya.

Makanya pada abad ke 16, wilayah Bandung sangat terisolir jika dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Barat yang pada saat itu sudah mengalami kemajuan dan menjadi tempat permukiman penduduk.

Baru pada abad ke 17, sekitar tahun 1786, akses jalan setapak yang menghubungkan Bandung Cianjur Bogor dan Jakarta mulai dibangun.

Jalan setapak yang dibangun tersebut bisa dilalui oleh kuda dan juga sebagai jalan darat bagi para pejalan kaki. Warga yang mau ke Bandung sudah bisa menggunakan jalan darat dengan jalan kaki.

Haryoto Kunto dalam bukunya yang berjudul Bandoeng Tempo Doeloe menjelaskan akses jalan setapak menuju Bandung baru dibangun pada abad ke 17 atau tepatnya pada tahun 1786.

Keterangan tersebut tulis Haryoto Kunto ditemukan dalam catatan perjalanan yang ditemukan oleh Prof Dr ECG Moslsbergen yang menjelaskan adanya jalan setapak menuju Bandung.

Baca Juga: Kemenhub Berangkatkan Peserta Mudik Gratis Nataru ke 11 Kota

Akses jalan setapak bagi pejalan kaki dan bisa dilewati kuda tersebut keberadaannya menjadi sangat penting bagi kemajuan Bandung di masa depan. Termasuk bagi peningkatan perekonomian pihak Belanda pada saat itu.

Dengan adanya jalan setapak tersebut maka memudahkan dalam mengangkat hasil bumi dari Bandung ke Jakarta, tidak lagi harus melalui jalur sungai dengan menggunakan rakit atau perahu.

Wilayah Bandung sejak abad 17 mulai dilirik oleh pihak Belanda untuk menanam kopi. Dan untuk membawa hasil kopi tersebut maka dibutuhkan akses jalan darat yang bisa dilalui dengan kuda.

Orang Belanda pertama yang menanam kopi di wilayah Bandung tersebut adalah Pieter Enggelhard. Ia mulai menanam kopi di wilayah Bandung sekitar tahun 1789.

Dengan dibantu oleh penduduk Bandung, pada zaman dulu, Enggelhard menanam kopi di wilayah kaki Gunung Tangkuban Parahu.

Dan kebun kopi yang ditanam di kawasan Kaki Gunung Tangkuban Parahu tersebut bisa ditanam setelah 18 tahun penanaman atau sekitar tahun 1807.

Baca Juga: AYO SIAPKAN BRO, Liburan Akhir Tahun dengan Mendaki Gunung Cikuray via Bayongbong, Dijamin Asyik

Dan untuk mempermudah akses jalan ke Bandung tersebut, maka akses jalan darat mulai dibangun meskipun itu hanya jalan setapak yang bisa dilalui oleh kuda.

Jalan setapak inilah yang menjadi cikal bakal akses jalan darat menuju Bandung dan bisa membuka kawasan Bandung yang terisolir sehingga bisa lebih maju dan berkembang lagi.

Setelah sebelumnya hanya dengan menggunakan perahu atau rakit untuk bisa ke Bandung dengan melalui jalur sungai Cimanuk dan sungai Citarum, sejak abad ke 17 sudah dibangun jalan setapak yang bisa dilalui kuda.

Itulah jalan satu satunya yang bisa dilalui ketika hendak berkunjung ke Bandung pada zaman dulu, kondisinya sangat berbahaya dan butuh kehati-hatian, karena Bandung masih hutan belantara. ***

Editor: Samuel Lantu

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x