Dari Rp 87 miliar, lanjut Piter, yang paling ia soroti adalah Rp 38 miliar. Menurut informasi yang dihimpunnya, uang itu diduga dikelola oleh petinggi Apdesi dan dua orang legislator untuk digelontorkan ke desa-desa penerima manfaat. Tapi dalam pelaksanaannya diduga terjadi pemotongan 20-40%.
"Jika benar terjadi pemotongan, lalu bermuara di siapa uang hasil pemotongan? Biar itu menjadi tugas KPK. Dan untuk memudahkan KPK dalam melakukan penyelidikan, selain menyajikan materi pengaduan, kami juga melampirkan salinan LHP BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2019 Nomor 30A/LHP/XVIII/.BDG/06/2020 Tertanggal 26 Juni 2020," pungkasnya.
Sebelum ke KPK, para mahasiswa tersebut mengadukan permasalahan ini ke kantor Indonesia Corruption Watch (ICW). Tak hanya itu, mereka juga mengadukan kinerja Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Kab. Tasikmalaya ke Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri.***