KPK Hadirkan Mantan Kepala PPATK Yunus Husein, Pengacara Hadirkan Pakar Hukum UMJ Choirul Huda

- 1 April 2021, 12:08 WIB
Penasehat hukum Dadang Suganda saat mengajukan pertanyaan kepada ahli saat sidang kasus Korupsi RTH Kota Bandung yang digelar di Pengadilan Tipikor PN Bandung.
Penasehat hukum Dadang Suganda saat mengajukan pertanyaan kepada ahli saat sidang kasus Korupsi RTH Kota Bandung yang digelar di Pengadilan Tipikor PN Bandung. /yedi supriadi

DESKJABAR- Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein dihadirkan di persidangan kasus Korupsi RTH Kota Bandung dengan terdakwa Dadang Suganda.

Sidang saksi Yunus Husein tersebut digelar di Ruang Utama Pengadilan Tipikor PN Bandung Rabu 31 Maret 2021 malam.

Yunus Husen dihadirkan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (jaksa KPK). Saksi ahli tersebut langsung memaparkan pandangannya terkait Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU yang kini menjerat Dadang Suganda.

Baca Juga: Anggota DPR RI Terperangah Ada Petani 73 Tahun Kawin 31 Kali, Dedi Mulyadi: Saya Kalah oleh Petani

Baca Juga: Pelaku Teroris Mabes Polri Sempat Memposting Foto Bendera ISIS di Akun Instagram dan Pamit di WA GRUP Keluarga

Hampir seluruh pertanyaan jaksa penuntut KPK yang terkait dengan dakwaan terhadap Dadang Suganda, dijawab secara lugas oleh Yunus Husein. Termasuk pertanyaan jaksa terkait hibah harta terhadap keluarga dan penggunaan identitas palsu.

Menurutnya, ada lima modus yang paling sering terjadi dalam tindak pidana pencucian uang.

“Setiap tahun, seluruh lembaga pelaporan transaksi keuangan berbagai negara berkumpul dan membawa contoh kasus masing-masing. Dari situ terkumpul lima modus pencucian uang,” ujar Yunus kepada majelis hakim yang diketuai T Benny Eko Supriyadi.

Modus pertama yakni, pelaku tindak pidana bersembunyi di dalam perusahan yang dikuasai oleh pelaku. Misalnya, uang haram hasil korupsi dicampur di dalam rekening perusahaan yang menyimpan uang dari sumber yang sah.

Baca Juga: Teroris Serang Mabes Polri, Presiden Joko Widodo Minta Aparat Tingkatkan Kewaspdaan, JANGAN LENGAH

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Jawa Barat Hari Ini Kamis 1 April 2021, BMKG: Potensi Hujan Petir dan Angin Kencang

Kedua, modus menyalahgunakan perusahaan orang lain yang sah, tanpa sepengetahuan pemiliknya.

Ketiga, pelaku menggunakan identitas palsu. Sebagai contoh, menggunakan KTP palsu atau atas nama orang lain, dengan tujuan menyembunyikan identitas pelaku.

Modus keempat, pelaku memanfaatkan kemudahaan di negara lain. Misalnya, tax heaven country.

“Menyimpan uang di negara tax heaven supaya susah ditembus informasinya. Biasanya sangat ketat kerahasian, dan pajaknya longgar,” ucap Yunus.

Kemudian, modus kelima yaitu, pelaku tindak pidana membeli aset tanpa nama. Misalnya uang, perhiasan, lukisan dan benda-benda berharga lainnya.

Sementara itu penasihat hukum Dadang Suganda, Efran Helmi Juni menyatakan tidak sependapat dengan penjelasan Yunus yang mengungkapkan bahwa TPPU tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu predicate crime nya.

Baca Juga: Din Syamsuddin, Teroris Serang Mabes Polri Tak Dibenarkan oleh Agama Manapun

“Itu kan perspektif ahli dari KPK, kalau saya kan melihat dari perspektif terdakwa yang menyangkut kepastian hukum dan keadilan,” kata Efran, usai sidang.

Menurutnya, bagaimana kemudian dua rezim hukum yang berbeda, tipikor dengan aturan pencucian uang yang spesifik, menjadi hal yang rumit tanpa adanya pemisahan yang tegas.

“Intinya kita tetap pada posisi harus dibuktikan terlebih dahulu pokok perkaranya predicate crime nya. Baru cerita pencucian uangnya,” tegas Efran.

Selain itu, Efran pun menyoroti keterangan Yunus Husein terkait beban pembuktian terbalik.

“Shifting burden of proof, pembuktian terbalik itu kan diberikan kepada terdakwa dimana terdakwa harus bisa membuktikan semua harta kekayaannya diperoleh dengan cara yang halal,” ujarnya.

Efran menyoroti hal itu berkaitan dengan profil kliennya selaku pengusaha.

“Klo Pak Dadang itu kan clear profilnya selaku pengusaha, pebisnis, pelaku usaha. Beda misalnya kalau profil beliau itu sebagai bandar narkoba, jual beli senjata ilegal atau teroris yang tidak perlu repot dan bisa saja menjadi satu (harta kekayaan),” jelasnya.

Pakar hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Choirul Huda akan menjadi saksi ahli dalam kasus korupsi dan pencucian uang untuk terdakwa Dadang Suganda.

Rencananya, eks saksi ahli Anas Urbaningrum di kasus Hambalang tersebut, akan menyoroti dakwaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang disematkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Dadang Suganda.

Baca Juga: HUMOR SUEB: Ditolak Cinta Anak Tukang Buah-Buahan

“Yah, untuk menandingi keterangan saksi ahli ini (Yunus Husein), kami penasihat hukum Dadang Suganda akan menghadirkan saksi ahli Dr Choirul Huda SH MH,’ ujar Efan Helmi Juni, usai sidang skandal korupsi RTH Kota Bandung, Rabu malam 31 Maret 2021.

Sebelumnya, Efran Helmi Juni menyatakan tidak sependapat dengan penjelasan Yunus yang mengungkapkan bahwa TPPU tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu predicate crime nya.

“Itu kan perspektif ahli dari KPK, kalau saya kan melihat dari perspektif terdakwa yang menyangkut kepastian hukum dan keadilan,” kata Efran, usai sidang di PN Tipikor Bandung, Jalan LL RE Martadinata.

Menurutnya, bagaimana kemudian dua rezim hukum yang berbeda, tipikor dengan aturan pencucian uang yang spesifik, menjadi hal yang rumit tanpa adanya pemisahan yang tegas.

Baca Juga: Anggota DPR RI Terperangah Ada Petani 73 Tahun Kawin 31 Kali, Dedi Mulyadi: Saya Kalah oleh Petani

“Intinya kita tetap pada posisi harus dibuktikan terlebih dahulu pokok perkaranya Predicate crime nya. Baru cerita pencucian uangnya,” tegas Efran.

Selain itu, Efran pun menyoroti keterangan Yunus Husein terkait beban pembuktian terbalik.

“Shifting burden of proof, pembuktian terbalik itu kan diberikan kepada terdakwa dimana terdakwa harus bisa membuktikan semua harta kekayaannya diperoleh dengan cara yang halal,” ujarnya.

Efran menyoroti hal itu berkaitan dengan profil kliennya selaku pengusaha.

“Klo Pak Dadang itu kan clear profilnya selaku pengusaha, pebisnis, pelaku usaha. Beda misalnya kalau profil beliau itu sebagai bandar narkoba, jual beli senjata ilegal atau teroris yang tidak perlu repot dan bisa saja menjadi satu (harta kekayaan),” jelasnya.

“Kalau ini kan enggak, perkara tipikornya saja belum terbukti kok sudah ditempel dengan pencucian uang,” tambah Efran.

 

Editor: Yedi Supriadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah