UPDATE SIDANG Tabrak Lari NAGREG, Kesaksian Anak Buah: Kolonel Priyanto Tolak Bawa Korban ke Puskesmas

15 Maret 2022, 16:31 WIB
Sidang tabrak lari Nagreg, Kopda Andreas mengatakan Kolonel Priyanto tolak bawa korban ke puskesmas. /Antara/

DESKJABAR – Dalam sidang kasus tabrak lari Nagreg hari ini, Selasa 15 Maret 2022, diketahui Kolonel Infanteri Priyanto menolak usulan anak buahnya, untuk membawa korban ke Puskesmas.

Dua sejoli korban tabrak lari Nagreg Handi Saputra (16) dan Salsabila (14) akhirnya dibuang ke Sungai Serayu Cilacap atas perintah dari Kolonel Priyanto.

Kejadian ini bermula setelah terjadi tabrak lari terhadap dua sejoli Handi dan Salsabila di depan SPBU Ciaro Garut , pada 8 Desember 2021.

Kasus kecelakaan Nagreg ini langsung membuat gempar, karena keluarga dan juga warga sekitar tak juga menemukan korban Handi dan Salsabila di fasilitas kesehatan terdekat.

Dalam sidang kasus tabrak lari Nagreg hari ini, ternyata diketahui dari Kopral Dua (Kopda) Andreas Dwi Atmoko, kalau Kolonel Priyanto menolak sarannya untuk membawa korban dua sejoli itu ke puskesmas.

Kopda Andreas Dwi Atmoko mengatakan, dia telah menyarankan pada Kolonel Priyanto untuk membawa kedua korban terrsebut ke Puskesmas Limbangan, agar mendapatkan pertolongan.

 Baca Juga: Persib Bisa Jadi Juara Liga 1 Musim Ini? Ini kata Mantan Pelatih Persib Indra Thohir

Namun, terdakwa Kolonel Priyanto menolak saran tersebut dan justru memerintahkan Kopda Andreas untuk diam.

“Saya bilang, mohon izin Bapak, kita bawa ke puskesmas, bawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). Terdakwa bilang, sudah diam, ikuti saya,” kata Andreas di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Selasa, 15 Maret 2022.

Status Kopda Andreas dalam hal ini, sebagai saksi untuk terdakwa Kolonel Priyanto dalam persidangan tabrak lari dan kasus pembunuhan dua sejoli Nagreg.

Hal senada juga disampaikan oleh Kopral Satu (Koptu) Ahmad Sholeh yang diperiksa sebagai saksi.

Ia menyampaikan bahwa dirinya dan Kopda Andreas telah menyarankan Kolonel Priyanto untuk membawa dua korban dua sejoli itu ke puskemas.

Namun, Koptu Ahmad Sholeh mengatakan, Kolonel Priyanto bersikeras menolak.

Bahkan Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Soleh menyarankan hal itu secara berulang-ulang kepada Kolonel Priyanto.

Lalu, saat keduanya mempertanyakan ke mana korban Handi dan Salsabila akan dibawa, Kolonel Priyanto mengatakan korban tabrak lari Nagreg itu akan dibuang ke sungai di daerah Jawa Tengah.

Baca Juga: Istri Doni Salmanan, Dinan Nurfajrina Akhirnya Penuhi Panggilan Bareskrim Polri, Ia Bungkam

Menanggapi keterangan dari Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh, Brigadir Jenderal Faridah Faisal menekankan bahwa dalam tindakan pidana, setiap orang mempertanggungjawabkan perbuatannya masing-masing.

"Setiap orang bertanggung jawab sendiri," ujarnya.

Oleh karena itu, menurut dia, kedua saksi sepatutnya tidak mengikuti perintah terdakwa Kolonel Priyanto.

Meskipun Kolonel Priyanto merupakan atasan dari Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Soleh, seharusnya mereka tidak mengikuti perintah tersebut.

Pada sidang dengan agenda pemeriksaan saksi hari ini, di Pengadilan Militer II Tinggi Jakarta juga menghadirkan tujuh saksi lainnya.

Mereka adalah Letnan Dua (Letda) Cpm Syahril dari Pomdam III/Siliwangi dan enam warga sipil, yakni Sohibul Iman, Saipudin Juhri alias Osen, Teten Subhan, Taufik Hidayat alias Opik, Etes Hidayatullah yang merupakan ayah korban Handi Saputra, dan Jajang bin Ojo.

Pada sidang sebelumnya, Selasa, 8 Maret 2022, oditur militer yang merupakan penuntut umum di persidangan militer mendakwa Priyanto dengan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 328 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP.

Tabrak lari Nagreg yang menewaskan Handi dan Salsabila, menjadi sorotan masyarakat akhir tahun lalu.

Pasalnya, kedua korban tidak langsung dibawa ke rumah sakit terdekat melainkan dibuang ke sungai Serayu dan ditemukan tiga hari kemudian.

Baca Juga: Doni Salmanan Tersangka dan Dipenjara, Keluarga Terseret, Polisi Gagal Periksa Istrinya Karena Ini

Saat ditemukan, jarak jenazah dua sejoli itu sejauh kurang lebih 16 km.Handi ditemukan di Sungai Serayu Desa Banjarparakan, Kecamatan Rawalo Banyumas Jawa Tengah.

Sedangkan Salsabila ditemukan di muara sungai Serayu Dusun Bleberan, Desa Bunton, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, pada 11 Desember 2021.

Tiga oknum TNI yang terlibat dalam tabrakan Nagreg yang menewaskan korban Handi dan Salsabila adalah Kolonel Infanteri Priyanto (Korem Gorontalo, Kodam Merdeka), Kopda Andreas Dwi Atmoko (Kodim Gunung Kidul, Kodam Diponegoro) dan Koptu Ahmad Soleh (Kodim Demak, Kodam Diponegoro).

Pada saat peristiwa tabrak lari Nagreg terjadi, mereka menggunakan mobil Isuzu Panther hitam dengan plat nomor B-300-Q yang dikemudikan Kopda Andreas.

Pendapat pengamat militer

Sebelumnya, Pengamat Militer dari Universitas Padjadjaran, Prof.Muradi kepada Deskjabar.com, mengatakan apa yang dilakukan oleh Kolonel Priyanto sangat aneh.

“Salah satu yang menjadi pemberat Kolonel P (Priyanto) dalam kecelakaan Nagreg ini adalah, karena dia merupakan perwira, tingkat kolonel dan menjadi inisiator. Berbicara psikologis militer, posisi kolonel harusnya tidak boleh panik atau ragu-ragu dalam dalam mengambil keputusan,” ujarnya.

Muradi juga menyorot pada kondisi psikologis Kolonel Priyanto sendiri. Tampak ada kekhawatiran dari perwira ini kalau dia tidak ingin keberadaannya di Garut diketahui orang lain.

“Ini sangat aneh ya, padahal yang nabrak kan bukan dia, tapi supirnya yang berpangkat kopral. Kita berbicara psikologis internal tentara ya, katakanlah kopral yang supirnya itu terbukti bersalah, kemudian ditahan karena memang dia yang bawa mobil,” katanya.

Jika itu yang terjadi, maka Kolonel Priyanto tinggal menemui keluarga korban yang ditabrak dan keluarga kopral ini. Tunjukkan rasa tanggung jawab sebagai atasan dan permintaan maaf ke keluarga korban.

“Kalau seperti itu, saya rasa sudah selesai. Tetap akan ada hukuman, tapi tidak akan berat,” kata Muradi lagi.

Namun yang terjadi, lanjut dia, sepertinya dia memang sedang melakukan pekerjaan atau aktifitas di luar territorial dia yang apapun alasannya tidak bisa dibenarkan.

“Hal ini sepertinya yang membuat dia mengambil tindakan yang hukumannya jauh lebih berat,” ucap Muradi lagi.***

Editor: Samuel Lantu

Sumber: Antara

Tags

Terkini

Terpopuler