Tanjakan Jalan Cagak Nagreg yang Terkenal dan Ringkasan Sejarah Lokasi Tersebut

14 Februari 2021, 06:07 WIB
Percabangan tanjakan Nagreg, Kabupaten Bandung /Kodar Solihat/DeskJabar

DESKJABAR - Kawasan Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, merupakan penghubung jalur antara Bandung ke Priangan Timur dan Jawa Tengah.

Masyarakat yang sering melintas di jalur tersebut, biasanya sangat mengenal sebuah percabangan di tanjakan yang dikenal sebagai Jalan Cagak Nagreg.

Lokasi percabangan atau Jalan Cagak Nagreg tersebut, menghubungkan antara ke Garut dan ke Limbangan lalu ke Tasikmalaya, Ciamis, dan Jawa Tengah.

Adalah lokasi di tikungan pertigaan jalan tersebut yang boleh dikatakan menjadi ikon tanjakan Jalan Cagak Nagreg tersebut. Lokasi ini juga dikenal teduh dan nyaman, karena masih banyak pepohonan.

Bahkan, pemandangan percabangan atau Jalan Cagak di Nagreg ini menjadi legendaris. Sebab, ada fotonya suasana semasa zaman kolonial Belanda lalu, yaitu akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Jalan Cagak Nagreg tahun 1929 Nederlands Instituut voor Militaire Historie Belanda

 

Baca Juga: Stasiun Lebak Jero, Ikon Keindahan Alam Nagreg, Kabupaten Bandung

Beberapa warga setempat, yang ditemui DeskJabar, Jumat, 12 Februari 2021, menyebutkan, banyak rumah pada lokasi di jalur percabangan tanjakan Jalan Cagak Nagreg tersebut sebenarnya merupakan keturunan pemiliknya sejak zaman kolonial Belanda lalu.

Misalnya, sebuah tanah yang ada rumah tua yang kosong yang menjadi terkenal karena ada cat garis-garis ala polisi lalu-lintas. Lokasi tersebut dimiliki keturunan pemiliknya sejak zaman kolonial Belanda lalu yang dahulu masih berupa rumah bilik.

Pemilik rumah tersebut, adalah Ibu Edeh (86 th) yang sejak lama bermukim di daerah Cicaheum Bandung. Ibu Edeh membenarkan bahwa ia masih pemilik rumah tersebut dan sejumlah kebun luas di lokasi tersebut.

“Iya, pada foto lama zaman kolonial Belanda itu, merupakan milik kakek, yang disebut sebagai Mama Bintang,” ujarnya.

Baca Juga: Awas! Jangan Sembarang Mengobati Kasus Pembekuan Darah pada Pasien Covid-19

Menurut anak bungsu Ibu Edeh, yaitu Dadong (55), bahwa ibunya tersebut mengatakan, bahwa pindah ke Bandung kemungkinan sekitar tahun 1950-an. 

Sebab, katanya, pada masa itu daerah Nagreg sedang menjadi daerah konflik, antara pihak Darul Islam atau orang menyebutnya dengan gerombolan, dengan pihak Republik Indonesia.

Ibu Edeh (86) dan anaknya, Dadong (55) di Cicaheum, Bandung, Jumat, 12 Februari 2021.

Kilasan sejarah

Warga lainnya di persimpangan tanjakan Jalan Cagak Nagreg, yaitu Idih dan anaknya, Dani, juga menyebutkan, bahwa mereka pun sangat mengenal foto lama di lokasi itu.

Mereka menunjukan, sebuah rumah bilik bambu di persimpangan Jalan Cagak Nagreg tersebut yang dahulu merupakan milik kakek atau buyut mereka. Karena zaman berganti, pada lokasi sama, rumah dahulu tersebut kini sudah berubah menjadi rumah permanen

Idih dan Dani juga menyebutkan, bahwa pada jalur tersebut pada zaman dahulu, memang banyak konflik antara pihak Darul Islam atau disebut pula gerombolan dengan pihak Republik Indonesia kemungkinan tahun 1950-an.

Ditunjukan pula, ada salah satu rumah, dimana dahulu banyak pihak gerombolan sering beristirahat di situ. 

Baca Juga: Bisnis Kutu Air untuk Pakan Ikan Cupang, Simak Tips Budidayanya dari Kol yang Hampir Busuk

Idih pun menunjukan, pada sepanjang jalan tersebut, berbagai rumah pada lokasi lama, banyak yang ditempati para keturunan pemilik lama zaman kolonial lalu.

Namun warga setempat juga menyebutkan, bahwa satu rumah di tikungan tanjakan percabangan Nagreg yang terkenal tersebut bukanlah keturunan pemilik lamanya.

Hal ini juga dibenarkan oleh penghuni rumah tersebut, bahwa ia sebenarnya membeli tanahnya dari pemilik lama, yang sudah kini meninggal dunia.  

Baca Juga: Jadwal Sholat Kuningan Minggu 14 Februari 2021, Ini Waktunya

Beberapa warga berusia lanjut di tikungan tanjakan Nagreg tersebut, juga mengatakan, bahwa sejumlah rumah di jalur lokasi itu juga dahulunya habis dibakar pada zaman konflik tahun 1950-an.

Berdasarkan arsip sejumlah suratkabar yang tersimpan di Koninklijke Bibliotheek Delpher Belanda, juga memberitakan banyaknya serangan terhadap rumah warga di Nagreg antara tahun 1949 sampai 1950-an.

Dalam arsip sejumlah surat kabar tersebut juga disebutkan, bahwa situasi di Nagreg pada masa-masa itu lebih disebabkan konflik antara pihak Darul Islam dengan pihak Republik Indonesia. (Kodar Solihat/DeskJabar) ***

 

 

 

 

Editor: Kodar Solihat

Tags

Terkini

Terpopuler