Pertanian Cabe Waspada Banyak Gagal Panen Terdampak Perubahan Iklim Kemarau 2023

- 21 Maret 2023, 12:54 WIB
Usaha pertanian cabe waspada banyak gagal panen akibat perubahan iklim pada kemarau 2023.
Usaha pertanian cabe waspada banyak gagal panen akibat perubahan iklim pada kemarau 2023. /Kodar Solihat/DeskJabar.com

DESKJABAR – Usaha pertanian cabe waspada mengalami banyak gagal panen, jika dampak perubahan iklim musim kemarau mencapai puncaknya pada Agustus 2023.

Diketahui, gangguan produksi dan pasokan komoditas cabe sering menimbulkan gonjang-ganjing harga, terutama untuk cabe rawit.

Tetapi bagi petani yang beruntung kondisi tanaman pertanian cabenya bagus tidak terpengaruh musim, akan untung bagus. 

Pelatihan membaca iklim

Mengantisipasi kemungkinan ada gangguan produksi bagi usaha pertanian cabe, pihak BMKG (Badan Meteorolog, Klimatologi, dan Geofisika) memberikan latihan kepada para petani yang selama ini bertanam cabe.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, sudah membuka kegiatan sekolah lapang iklim (SLI) di Jawa Tengah, dilakukan di Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, pada 18 Maret 2023.

 Baca Juga: Tips Minapadi agar Aman dari Pencuri Ikan, Kombinasi Usaha Pertanian dan Perikanan

“Sektor pertanian erat hubungannya dengan keadaan cuaca dan iklim. Dampak buruk kejadian ekstrim cuaca/iklim membuat petani harus terhindar dari kondisi gagal panen,” ujarnya, melalui siaran pers dari BMKG.

Mengantisipasi kondisi banyak gagal panen ketika puncak musim kemarau 2023, BMKG berupaya meningkatkan literasi dan pemahaman informasi iklim bagi petani dan penyuluh pertanian lapang.

Gambaran bisnis cabe

Wakil Ketua I Asosiasi Pedagang Komoditas Agro (APKA) Jawa Barat, Muchlis Anwar, memberikan gambaran, bahwa untuk komoditas cabe, khusus cabe rawit, sejauh ini situasi harga di Pulau Jawa, terutama Jawa Barat dan DKI Jakarta, umumnya sering terpengaruh produksi di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Baca Juga: Kementan Gencarkan Pertanian Pakai Pupuk Organik Melalui Genta Organik, TNI-AD Pelaku Pembangunan Pertanian

Disebutkan, jika di Jawa Tengah dan Jawa Timur produksi cabe rawit sedang banyak, maka pengaruhnya di Jawa Barat harga tidak tinggi. Sebab, pemasaran cabe rawit dari Jawa Timur dan Jawa Tengah kebanyakan ke Jawa Barat dan DKI Jakarta.

“Tetapi jika pada dua provinsi sebelah itu produksi cabe rawit sedang anjlok, maka harga di Jawa Barat yang tinggi. Lain halnya cabe merah, Jawa Barat lebih sebagai pengontrol harga karena sentranya justru Jawa Barat,” ujar Muchlis Anwar.

Sebagai gambaran, cabe rawit oleh orang Sunda disebut cengek, yaitu cabe ukuran kecil yang rasanya lebih pedas. Cabe rawit terbagi cabe rawit domba (ketika muda warna kuning) dan paling sering harganya terpengaruh situsi pasokan.

Ada juga cabe rawit biasa, atau disebut cengek gorengan atau cengek hijau, harganya cenderung stabil. Apalagi, tanaman cengek biasa lebih kuat menghadapi kondisi cuaca ekstrem.

Untuk cabe merah, yang tanjung dimana Jawa Barat pemasok utama, diketahui paling rentan fluktuasi harganya. Sebab, cabe merah tanjung paling banyak dikonsumsi di Jawa Barat, tetapi tidak seawet cabe tw dan cabe keriting. ***

 

 

 

 

Editor: Kodar Solihat

Sumber: BMKG Wawancara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x